Sabtu, 18 Juli 2009

Tidak Cukup dengan Royalti, Lebih Suka Menerbitkan Buku secara Indie

29-03-2009 07:08 WIB
Lebih Dekat dengan Gatot Aryo, Penulis Mimpi Bulan
Tidak Cukup dengan Royalti, Lebih Suka Menerbitkan Buku secara Indie

Mengandalkan royalti dari penjualan buku untuk menopang hidup, tentu saja tidak cukup bagi seorang penulis. Apalagi jika buku yang telah diterbitkan itu hanya beberapa saja jumlahnya, dan tidak ada yang meledak di pasaran. Tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

HAL tersebut disadari penuh oleh Gatot Aryo, penulis muda yang kini tinggal di kawasan Ciawi Bogor. Karenanya, dia lebih suka menerbitkan bukunya secara indie. Tujuannya? Keuntungan yang didapat jauh lebih besar. Memang dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk menerbitkan buku secara sendiri seperti itu, tapi jika memiliki naskah bagus dan bisa meyakinkan investor dan didukung dengan jaringan distribusi yang memadai, pasti semuanya bisa berjalan lancar.

Menurutnya, penerbit terkadang tidak transparan tentang berapa buku yang benar-benar terjual. Jadi, sebagai penulis sering dirugikan. Karenanya, jika disuruh memilih antara diterbitkan sendiri atau dipublish oleh penerbit lain, dia lebih memilih menerbitkan buku sendiri yang jelas-jelas menjanjikan keuntungannya jauh lebih besar.

Setelah novel ‘Mimpi Bulan’ yang ditulisnya diterbitkan oleh Penerbit Grassindo, beberapa karya lainnya kini sudah siap cetak yakni buku berjudul The Jilbab Code, dan Sampah Berlirih. Kedua naskah tersebut kini sudah selesai ditulisnya, dan sudah siap diterbitkan secara indie.

Dalam menulis buku-bukunya, Gatot lebih sering menjadikan orang kedua sebagai tokoh utamanya. Untuk proses seperti ini memang membutuhkan imajinasi dan riset yang kuat. “Untuk nulisnya mungkin cuma beberapa hari, tapi untuk mencari bahan nulisnya dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, terutama untuk risetnya,” katanya.

Untuk novel Mimpi Bulan misalnya, Gatot membangun karakter tokoh yang sama sekali berbeda dengan dirinya. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah sosok dalam Mimpi Bulan tersebut adalah cewek sementara Gatot adalah laki-laki.

Dalam novel Novel Teenlit Romantis “Mimpi Bulan” itu diceritakan, Bagaimana seorang cewek bernama Bulan, bermimpi tentang seorang Pangeran yang bakal menjadi cinta sejatinya. Dan Pangeran itu memberi tahu bahwa Ia berasal dari Bandung, kota baru tempat Bulan pindah. Lalu dia harus menemukan Pangeran itu dalam Dunia nyata.

Bulan sendiri awalnya adalah Siswi SMUN 101 Jakarta, awal semester kelas dua ini dia harus pindah mengikuti orang tuanya ke kota Bandung yang mendapat tugas di kota itu. Cewe gaul and fungky itu pindah ke sekolah baru di SMUN Bandung. Banyak kejadian seru ketika Bulan pertama kali masuk sekolah, seperti sebangku dengan cewe paling gaul dan berpengaruh di sekolah. Dia juga gabung sama gang cewe centil cekolah, dan Bulan diajak gaul ala daerah yang terkenal dengan Pueyeumnya itu. Dari Shopping ke Factory Outlet, sampai Nge-dance di club.

Yang tidak kalah seru lagi adalah perjuangan Bulan mencari Pangeran Mimpinya. Selama Pencarian, Bulan banyak bertemu cowo Bandung yang cute dan keren abis. Ada Robin cowo gaul di sekolah yang Kokay abis, Kalingga seorang Pujangga yang baik hati, Doni gitaris band yang sangat romantis, dan Rian bintang basket yang atletis.

Semua bahan penulisan Mimpi Bulan didapat dari riset dan imajinasi. Gatot sendiri mengaku kalau penulis itu memiliki dua sisi berbeda. Ada kalanya nulis dan ada waktunya untuk bersosialisasi. Ketika nulis, sering kali dia lupa sekeliling. Tapi saat sosialisasi, kembali lagi pada kehidupan biasanya.

Dari sisi sosialisasi dan kembali untuk menulis, harus ada jeda untuk meng’on’kan. “Biasanya, butuh waktu seharian untuk meng-on-kan mood nulis. Begitu on langsung nulis dan tetap nyambung karena semuanya berpedoman pada out line penulisan yang telah disusun sebelumnya.

Dalam proses penulisannya, Gatot agak beda dengan penulis lainnya. Meski ada computer, tapi Gatot lebih sering menulisnya dengan pulpen. Tulisan tangan itu dibaca lagi dan dicoret-coret sekalian revisi. Setelah itu baru diketik di computer. “Proses pengetikan di computer itulah proses editing dilakukan. Jadi, satu tulisan melewati beberapa kali editing,” katanya. (*)
(Affandi Kartodihardjo)

Dari Kebiasaan Menulis Diary, Pernah Ditolak Dua Kali oleh Penerbit

10-02-2009 17:59 WIB
Kisah Anak Muda yang Sukses Menjadi Penulis (1)
Dari Kebiasaan Menulis Diary, Pernah Ditolak Dua Kali oleh Penerbit

Masih muda tapi sudah punya karya dan mampu menembus dunia industri kreatif lewat tulisan yang dipublikasikan penerbit-penerbit populer. Dialah Muhammad Aryo Gatot. Bagaimana Gatot merintis kesuksesannya tersebut?

SELAIN namanya makin populer, kemampuan Gatot dalam menulis juga menjadi ladang pundi-pundi rupiah. Ditemui Radar Bogor, Gatot tampak serius duduk di salah satu sudut di toko buku dan taman bacaan Jendela di Jalan Cidangiang Kota Bogor.

Masih muda tapi punya energi dan semangat tinggi untuk menulis. Ia adalah satu dari sekian banyak penulis muda berbakat Kota Bogor yang berhasil menembus dunia industri.

Pria 25 tahun itu sedang menggarap dua buku baru yang akan terbit dalam waktu dekat.

"Ini adalah karya perdana. Judulnya Mimpi Bulan yang diterbitkan Grasindo, sekarang ada dua buku lagi yang sedang saya persiapkan. Tinggal menunggu launchingnya,” ujarnya.

Separuh waktunya nyaris habis untuk menulis dan membaca. Kini, karya tulisnya sudah tembus ke dunia industri dan dipublikasikan sebuah penerbit tenar, Grasindo.

“Sebuah mimpi dan cita-cita yang menjadi kenyataan. Bagi saya ini bukan sekadar karya tulis tapi sebuah kebanggaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata,” ujar Gatot.

Jadi penulis rupanya sudah menjadi cita-cita Gatot sejak remaja. Saat teman-temannya asyik bermain di luar rumah, ia lebih memilih menulis dan membaca.

Berawal dari kebiasaan menulis diary sebagai curahan hati saat sepi atau sedih itulah, bakat menulisnya terasah. Gatot menuturkan, karya dan ide-idenya muncul dari membaca. Semakin banyak membaca, kata Gatot, akan semakin banyak ide yang bisa diambil dan dijadikan bahan tulisan.

Menembus dunia industri sampai akhirnya dipercaya sebuah penerbit untuk dipublish, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gatot harus berjuang keras untuk meyakinkan para penerbit.

"Dua kali karya saya ditolak penerbit karena dianggap belum layak tapi yang ketiga diterima. Itu adalah waktu yang membahagiakan bagi saya. Memang butuh semangat dan jangan pantang menyerah,” kata Gatot mengenang.

Umumnya penulis muda selalu mengawali kariernya dari coba-coba dan iming-iming hadiah seperti menulis di majalah-majalah remaja atau sejenisnya tapi tidak bagi Gatot.

Sejak awal menulis dan sadar dengan cita-citanya ia langsung menembus dunia industri tanpa coba-coba ikutan sayembara. “Saya tidak seperti itu, saya langsung menawarkan tulisan ke penerbit,” ujarnya.

Coretan-coretannya kini bukan sekadar karya tapi sudah menjadi pundi-pundi rupiah untuk memutar roda kehidupannya setiap saat. Ini adalah bukti bahwa hobi, semangat, energi dan pantang menyerah bisa mendatangkan berkah.

"Saya akan menulis sampai mati. Sekarang menulis adalah bagian dari profesi sepenuhnya dan saya akan bergelut dengan dunia tulis menulis,” pungkasnya.(*)
(Hendra Sudrajat)