Jumat, 29 Agustus 2008

Rekontruksi Pemimpin Muda Indonesia

Rekontruksi Pemimpin Muda Indonesia

Oleh : Gatot Aryo

Regenerasi pemimpin muda di Indonesia telah masuk pada tahap membahayakan dalam berbagai percaturan kehidupan berbangsa, mulai aspek sosial politik, hukum hingga ekonomi kepemimpinan muda hampir kehilangan jejaknya. Dominasi orang-orang lama yang kinerja dan kapabilitasnya masih di pertanyakan, membuat jargon 4L (Loe Lagi Loe Lagi) menjadi umpatan anak muda yang gerah dengan regenerasi kepemimpinan Bangsa yang jalan di tempat, alias mandek di tengah jalan.

Dampaknya, saat ini Bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Di barbagai bidang rakyat kehilangan figur-figur bersih, jujur, berprestasi, dan mampu membawa Bangsa ini pada perubahan. Kalau kta coba mengevaluasi kepemimpinan Bangsa sepuluh tahun terakhir, banyak harapan yang tidak tercapai, banyak tujuan yang gagal yang di impikan Bangsa ini.

Bahkan Reformasi 1998 tidak dijadikan momentum penyelesaian persoalan Bangsa yang menumpuk, malah semakin menambah tumpukan masalah baru menjadi bukit masalah Bangsa yang solusinya lebih rumit dan lebih sulit.

Kita butuh figur baru yang fresh, energik, dan moralis yang mampu menyelelesaikan masalah Bangsa ini bukan menambah masalah. Pemimpin-pemimpin senior sudah saatnya lengser ke Perabon, dan memberikan ruang gerak plus kesempatan para anak muda memimpin. Para senior harus menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam kubangan lumpur masalah Bangsa, yang membuat kemanapun mereka pergi bau busuk polemik politik masa lalu masih menempel, dan tidak akan hilang selama mereka masih duduk di jabatan public.

Bangsa ini perlu memunculkan figur alternative dari kaum muda yang memiliki polemik pilitik masa lalu, utang pada dinasti orde baru maupun orde reformasi, bersih dari kasus hukum terutama kasus korupsi, visioner, konsisiten, penuh cinta, membela kaum termajinakkan, dan menjadi oase penyejuk ditengah padang tandus kegersangan Bangsa.

Hakikat Pemimpin

Pemimpin itu memimpin bukan di pimpin. Seorang pemimpin, sebelum memimpin orang lain ia harus mampu memimpin dirinya sendiri. Sebelum menyuruh berbuat baik, ia harus mencontohkan dirinya baik terlebih dahulu. Sebelum menyuruh tidak korupsi, ia harus menyuruh dirinya sendiri untuk tidak korupsi. Jadi tidak pantas seorang pemimpin mengumandangkan genderang perang korupsi, sedangkan ia sendiri masih aktive atau pernah terlibat dalam kasus korupsi.

Pemimpin yang ideal tidak cukup memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi kinerja dan moralitasnya pun harus baik. Setidaknya ada tiga aspek yang perlu dimiliki seorang pemimpin muda yang layak meregenerasi kepemimpinan Bangsa.

Pertama, intelektualitas yang mumpuni. Pemimpin muda harus cepat, cerdas, dan akurat dalam berfikir. Terutama bagai mana dia mengelola masalah, menganalisis, dan mengimplementasikannya di lapangan. Kepemimpinan muda harus cerdas dalam mengelola konflik, dan masalah. Lalu mencari penyelesaiaan masalah tersebut secara adil. Kedua, totalitas kinerja yang efektif. Pemimpin muda tidak cukup kerja keras tetapi juga mamapu bekerja cerdas. Planning yang hebat harus disertai execution yang efektif, sebab planning sehebat apapun tanpa strategi execution yang afektif tidak akan menghasilkan perubahan yang di harapkan.

Ketiga, moralitas spiritualyang konsisten. Setiap manusia memiliki nilai-nilai positif dalam hidupnya, tapi ketika uang dan kekuasaan memikat hawa nafsunya. Terkadang manusia mudah terhipnotis dan terjebak dalam lingkaran api kejahatan, penipuan, dan kemunafikan. Segala idealisme yang telah tertanam dalam pikiran, tiba-tiba harus luntur oleh kilauwan indah materi dan jabatan. karena itu, moralitas spiritualitas yang konsisten harus dimiliki pemimpin muda. Entah itu bersumber dari pemahaman atas nilai-nilai keimanan individu sebagai seorang makhluk kepada khaliknya, atau perenungan yang mendalam atas esensi kemanusiaan yang konsisiten, sehingga membentuk karakter “Manusia Setengah Dewa”, seperti kata Iwan Fals dalam Syair lagunya.

Karena itu, katerlibatan Pemimpin muda yang teruji secara intelektualiatas, spiritualitas, dan kinerjanya sangat dibutuhkan Bangsa ini. Bukan pemimpin muda karbitan, tak bermoral, apalagi hidup dalam bayang-bayang pemimpin lama yang bermasalah. Tapi pemimpin muda yang mau menjadikan kesusahan rakyat sebagai kesusahan dirinya, masalah rakyat sebagai masalah dirinya. Bukan memanfaatkan ketokohannya sebagai Pemimpin untuk sekedar mencari kekayaan dan jabatan semata.

Pemimpin muda jangan menjadi para pengeritik masa kini, yang akan menjadi Pejabat atau politikus korups pada masa yang kan datang. Karena pemimpin tua masa kini, sebagiannya merupakan para pengeritik masa lalu. Tetapi ketika kekuasaan dan jabatan telah mereka duduki, seolah-olah kritik tajam mereka dahulu tumpul oleh kenyamanan kursi jabatan dan kekuasaan.

Para Pemimpin Nusantara

Sejarah mencatat, bahwa indonesia ini di penuhi para Pemimpin dengan segala prestasinya. Bahkan kejayaan mereka gaungnya masih terasa di telinga hingga saat ini. Sebut saja masa keemasan Feodalisme Imperium Majapahit, di mana tercatat oleh tinta sejarah seorang Jendral perang bernama Gajah Mada. Dengan pasukan Bayangkaranya berhasil menguasai Nusantara, bahkan hingga perbatasan Cina di bawah Panji HARMUKTI PALAPA. Mustahil Gajah Mada mampu melakukan hal itu, tanpa kepemimpina yang hebat dan kuat. Gajah Mada merupakan inspirasi bagi para Pemimpin muda, bagaimana membawa Bangsa Indonesia ini pada masa kejayaan.

Kearifan lokal masa lampau, dapat dijadikan kajian leadership dalam konteks modern para Pemimpin muda. Seperti masa keemasan selanjutnya di bawah Imperium Keislaman Walisongo. Sembilan Wali yang menguasai kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, dan mensponsori kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Melalui pendekatan Spiritual dan Akhlakul Karimah Walisongo berhasil mengIslamkan masyarakat Jawa dari kasta wong cilik hingga para Pemangku Kerajaan. Lewat perjuangan mereka pula, mayoritas masyarakat di Bumi Nusantara Indonesia ini akhirnya memeluk agama Islam.

Dengan semangat moralitas spiritual yang konssiten, pada masa itu Nusantara menjadi Bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur. Sebelum akhirnya, Bangsa ini di jajah Belanda kurang lebih 350 Tahun.

Masuk masa perlawanan Penjajah, sejarah juga mencatat tokoh-tokoh hebat di berbagai pelosok Nusantara ini mulai Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pangeran Diponogora, Tuanku Imam Bonjol, Patimura sebagai pemimpin yang memiliki semangat juang melawan Kolonialisme. Walaupun pada akhirnya, perlawanan mereka berhasil dipatahkan oleh Belanda, tapi usaha mereka merupakan titik awal perjuangan Bangsa ini dalam memperoleh kemerdekaan. Perlawanan tanpa menyerah, walau kalah strategi dan peralatan Perang.

Memasuki masa perjuangan kemerdekaan, sejarah juga mencatat tokoh-tokoh muda seperti Dr. Wahidin sudarsono, dan Dr, Sutomo dengan Budi Utomonya. Juga H.O.S Cokroaminoto dengan Sarekat Islam. Douwes Dekker. Dr. Cipto mangunkosumo, dan Ki Hajr Dewantara dengan Indische Partij. Kiayi Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah. KH. Wahid Hasyim dengan Nahdatul Ulama. Soekarno, Muhammad Hatta, Muahammd Natsir, Jendral Soedirman, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir, Haji Agus Salim, Muhammad Husni Tamrin, Djuanda, Tan Malaka dan banyak pemimpin Bangsa lain yang berhasil membawa Bangsa Indonesia mencapai Kemerdekaannya.

Walaupun saat itu sistem pemerintahannya belum sempurna, tetapi dipimpin oleh kaum muda yang memiliki pikiran-pikiran pembaharuan membangun Indonesia yang sejahtera, adil dan Makmur. Tanpa pamrih jabatan apalagi harta benda, justru membuktikan Bangsa ini dibawa kearah kebaikan dan penuh harapan.

Di bandingkan saat ini, dimana sistem Demokrasi kiata sangat mapan dan terstruktur. Tetapi karena mental dan prilaku para pemimpinnya busuk, justru Negara ini mengalami proses pembusukan. Padahal Jumlah politisi kita yang duduk di Pemerintahan Nasional dan Lokal sekitar 16000 orang, jumlah yang cukup besar untuk melakukan prestasi yang mencengangkan Dunia. Itupun kalau kualitas kepemimpinan mereka seperti para leluhurnya di masa lampau saat membangun Nusantara ini. Bahkan Ir. Soekarno hanya butuh sepuluh, “Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku goncangkan Dunia!!!.”

Pemimpin Muda

Generesi muda adalah harapan Bangsa, prestasi pemuda hari ini meramalkan kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Begitupun sebaliknya, hancurnya pemuda hari ini meramalkan kehancuran Bangsa di masa yang akan datang. Pemuda hari ini merupakan tolak ukur Indonesia dimasa yang akan datang.

Tetapi menjadi anak muda yang mampu memimpin Bangsa tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tidak banyak anak muda Indonesia yang memiliki pikiran-pikiran pembaharuan untuk memperbaiki keadaan Negeri ini. Selain itu, figur muda biasanya masih belum teruji kemampuannya dalam memperbaiki kemelut di Negeri ini.

Tantangan lain bagi pemimpin muda, ia harus mampu mempersatukan Bangsa ini. Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam, tapi keragaman terkadang memicu konflik dan perpecahan. Seperti kata pepatah “Bersatu kita teguah, Bercerai kita runtuh!”. Tanpa persatuan Bangsa ini akan menemui proses penghancuran diri. Bung Karno pernah berucap, “Dalam Persatuan kita Berdiri, dalam perpecahan Kita Hancur!.”

Kemudian, pemimpin muda harus memiliki sifat Patriotisme. Sifat ksatria dapat kita contoh dari para pemimpin Bangsa masa lampau. Mulai dari para Ksatria Majapahit hingga Founding Father Kemerdekaan Indonesia. Seorang Ksatria akan selalu bertanggung jawab, bijaksana, jujur, bermoral baik, dan memiliki sikap mau mengakui kesalahan. Seperti ungkapan Pangeran Joyoboyo seorang Raja Kediri dalam Syairnya.

“Seharusnya malu menggunakan baju Ksatria, jika prilakunya mendua, wajahnya pun berwarna ganda, seharusnya mengaku salah, namun nyatanya lupa sikap Ksatria!.”

Terakhir, seorang Pemimpin muda harus mampu bersikap adil, dan menjunjung asas persamaan di mata Hukum. Tak ada kaya miskin, tua muda, pejabat wong cilik, semua sama di mata Tuhan juga di hadapan Hukum. Sekaya apapun seseorang, sekuasa papun dia, tapi apabila ia salah maka harus dihukum tanpa membeda-bedakan kasta.

Tidak layak seorang Pemimpin Muda , masih membeda-bedakan kelas sosial di masyarakat. Apalagi Indonesia ini bersatu karena kita memiliki persamaan, yaitu persamaan nasib, sejarah dan tujuan. Yang mana tujuan tersebut tercantum dalam Pancasila dan UUD’1945.

Rekontruksi pemimpin muda Indonesia, harus di mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sosial kemasyarakatan, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemimpin Muda Indonesia Masa Depan adalah Pemimpin yang mampu menjiwai api semangat dari para Pemimpin Masa lalu, bukan sekedar asapnya. Bukan romantismenya, tetapi nilai luhur yang tercantum dalam jiwa para leluhur, seperti Panglima Gajah Mada, Wali Songo, HOS. Cokroaminoto, Soekarno, Muhammad Hatta, MUahammad Natsir, Jendral Soedirman.

Kalau Para Pemimpin Muda dapat mengkader diri mereka dengan mengkolaborasi leadership masa lalu dalam konteks kearifan lokal dengan masa kini dalam konteks efisiensi dan efktifitas. Lalu mengisi jiwa mereka dengan moralitas spiritual yang konsisiten, maka kita tidak membutuhkan waktu lama lagi untuk menciptakan prestasi yang mencengangkan Dunia. Seperti ucapan Bung Karno “Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku goncangkan Dunia!.”

Pengamat Muda PSTD

(Prisma Study Trans Dimension)

Komunitascoretan@yahoogroup.

“Filsafat Kehidupan???”

“Filsafat Kehidupan???”

Oleh: Gatot Aryo

Pendapat saya tentang Filsafat Kehidupan Saya mempunyai pemikiran yang berbeda dari orang lain, tentang Filsafat atau pun tentang Kehidupan. Tapi saya akan jelaskan satu persatu.

Pertama, tentang Filsafat. sejauh yang saya pahmi makna filsafat sesungguhnya adalah berfikir. Artinya apabila kalian sedang berfikir itu artinya kalian sedang berfilsafat, jadi apapun yang orang keluarkan dan itu melalui proses berfikir...itulah filsafat. Kesimpulannya subtansi filsafat adalah “berfikir”. Kemudian yang kedua Hidup..., kalau menurut gua hidup itu adalah waktu dimana manusia bernyawa, tumbuh, dan berkembang. Dan setiap orang yang hidup pasti mempunyai kehidupan..., dan setiap kehidupan pasti ada masalah..., dan setiap manusia melewati masalah pasti ada pengalaman, setiap pengalaman maka ada hikmah yang diambil, dan setiap hikmah yang diambil pasti ada pendewasaan. Jadi kesimpulannya subtansi dari kehidupan adalah “Kedewasaan”.

Dan apabila kalian menanyakan tentang Filsafat Kehidupan..., maka jawaban saya adalah “Berfikir Dewasa” atau dibalik “Kedewasaan Berfikir”. Dan dua kalimat tadi walaupun sama...hanya dibalik. Tetapi memiliki makna yang berbeda Berfikir dewasa dan kedewasaan berfikir

Yang pertama, Berfikir Dewasa. Berfikir dewasa adalah subtansi dari filsafat kehidupan tetapi ini terfokus pada kehidupannya (Kedewasaan). Dalam konteks ini ada beberapa point yang dapat saya jelaskan.

Pertama..., adalah dominasi akal atas perasaan. Detailnya seperti ini...ada dua hal yang dijadikan sebagai pusat kehidupan manusia yaitu akal (fikiran) dan perasaan. Kebanyakan manusia yang dewasa mereka menggunakan akal sebagai pusat kehidupannya dibandingkan perasaan sebagai pusat kehidupannya. Sebab ada beberapa keunggulan akal...yang sangat efektif dalam menjelaskan dan menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan ini, sehingga setiap persoalan yang datang akan cepat ditemukan penyelesaiannya lebih efektif dengan menggunakan akal. Dibandingkan pada manusia yang menggunakan perasaan sebagai pusat kehidupan dan pusat pengambilan keputusan.

Sebab manusia yang menggunakan akal akan selalu berfikir dengan rasional, sedangkan manusia yang menggunakan perasaannya akan selalu berfikir emosional. Lebih jelasnya seperti ini, perasaan adalah sesuatu fenomena yang abstrak. Manusia yang selalu menggunakan perasaannya maka apabila dia bahagia, maka ia akan merasa seperti orang yang paling bahagia di Dunia ini, dia akan merasa hidup indah berwarna warni bagaikan bintang di langit, bagaikan sejuk indahnya lautan dan pegunungan. Dia akan merasa dirinya berharga, bermakna, berguna, juga perasaan-perasaan seperti senang, gembira, bahagia, tertawa, sejuk, tenang dan cinta. Sedangkan apabila ia sedih...maka ia akan merasa seperti orang yang paling menderita di Dunia ini..., dia akan merasa hidupnya hampa, curam mencekam, merintih sedih penuh dengan cucuran air mata dan darah. Dia juga akan merasa dirinya kotor, kecil, kusam dan penuh dengan debu-debu kealfaan. Juga perasaan-perasaan seperti kecewa, stres, pusing, malas, bosan, marah dan rasa-rasa lain yang membuat hidupnya gersang, hampa tanpa tujuan.

Kesimpulannya orang yang menggunakan perasaannya...apabila ia senang maka ia akan merasa seneeeng banget!. Dan apabila ia merasa sedih maka ia akan merasa sediiih banget!. sedangkan apabila ia menemukan persoalan dan masalah dalam hidupnya, ia cenderung tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut..., sebab hidupnya terlalu disibukkan dengan perasaan-perasaan yang ia rasakan dari pada berfikir untuk menyelesaikan masalah tersebut!. Biasanya orang yang menggunakan perasaannya sangat lah sensitif, mudah tersinggung, membingungkan karena jiwanya berubah-ubah. Sebentar seneng kaya dapet undian satu milyar, tetapi dalam hitungan detik bisa berubah menjadi sedih seperti baru kehilangan duit satu milyar!.

Dan biasanya masalah-masalah yang dia hadapi dalam hidupnya tidak ada yang selesai satu pun, dan biasanya juga masalahnya hanya selesai karena “Waktu”. Karena itu suka ada ungkapan biarlah waktu yang menjawab. Hal itu bisa muncul akibat manusia tersebut tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan mereka juga tidak dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya..., karena itu mereka tidak akan dewasa-dewasa dalam hidupnya. Sebab orang yang dewasa dalam hidupnya yaitu orang yang dapat mengambil hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya.

Sedangkan orang yang menjadikan akal sebagai pusat kehidupannya, setiap tindakannya sangat rasional. Sebab tindakan apapun yang akan dia lakukan pasti dipikir dahulu dahulu dengan fikiran yang jernih, tenang, dan sesuai dengan realitas yang terjadi dalam kenyataannya. Akibatnya tindakannya tidak sembrono, dan selalu memperhatikan efek dari setiap tindakannya. Sehingga ia selalu menjaga diri dari efek negative, bukan hanya untuk kepentingan pribadinya saja tetapi juga untuk orang-orang yang ada di sekelilingnya, sehingga ia selalu berusaha untuk tidak menyakiti teman-temannya. Biasanya gaya hidupnya simple, gak ribet, mudah memahami orang lain, tidak gampang emosi, dan enak diajak curhat. Orang yang menggunakan yang menggunakan akal juga dapat melihat suatu masalah sesuai dengan kadarnya, sehingga masalah yang ada tidak selalu digeneralisir atau diklaim kepada sesuatu tertentu. Tetapi ia lebih terfokus dengan masalah yang ia hadapi dan bagimana cara dia menyelesaikannya.

Karena itu orang-orang seperti mereka akan cepat dewasa walaupun umurnya masih muda. Hal itu disebabkan ia dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap masalah yang datang. Dan orang yang menggunakan perasaan walaupun umurnya 50 tahun, tetapi ia tidak akan pernah dewasa, karena apapun masalah yang ia hadapi dengan mendramatisir dan emosional. Dan satu kesimpulan lagi, tingkat kedewasaan seseorang itu ditentukan oleh sejauh mana seseorang itu mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap masalah-masalah yang ada dalam hidupnya.

Yang kedua..., dari berfikir dewasa yaitu, rasionalitas. Pengertian rasionalitas sendiri adalah singkronisasi antara akal dan realita. Artinya orang yang dewasa itu, dia akan menerima sesuatu atau mengeluarkan sesuatu. Bukan hanya karena sesuatu itu masuk akal tetapi juga sesuai dengan kenyataan.

Artinya pemikiran dan kenyataan hidup sesuai. bukan malah bertolak belakang antara teori dengan realitas, ucapan dan tindakan selaras. sehingga tidak membingungkan dan dapat diterima sebagai suatu kebenaran, bukan suatu bentuk kesalahan yang menyesatkan.

Sehingga ucapan-ucapannya tidak menipu dan selalu membawa kebaikan bagi orang banyak. Orang pun akan mudah mengerti setiap ucapan dan nasihatnya, karena itu seseorang yang menggunakan rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia juga memperaktekkan dan dalam kehidupannya.

Berfikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang manusia yang sedang mencari solusi dari sebuah masalah. Sehingga orang tersebut akan menemukan lebih banyak lagi pelajaran dan hikmah dari masalah-masalah yang ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti Keladai yang jatuh lebih dari satu kali di dalam lubang yang sama.

Point yang ketiga..., dari berfikir dewasa yaitu selalu menempatkan diri pada solusi permasalahan. bukan selalu mempermasalahkan masalah. Orang yang dewasa dalam hidupnya ketika sebuah masalah menghantam dirinya, dia akan berfikir sekuat tenaga untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bukan malah emosi sehingga yang dilakukan adalah mempermasalahkan masalah. Akibatnya masalah tidak selesai tetapi malah memunculkan masalah baru, dan masalah baru tersebut pun tidak selesai tetapi malah memunculkan masalah baru lagi, dan masalah yang baru itu yang ida hadapi pun tidak selesai, tetapi malah memunculkan masalah yang lebih baru lagi, dan itu terus-menerus berlangsung hingga masalah menjadi besar dan kompleks. Ketika masalah tersebut besar dan membingungkan, dan dirinya pun telah lelah karena masalahnya enggak selesai-selesai. Barulah dia berfikir untuk mencari solusi dari masalah tersebut, tetapi itu sudah terlambat dan tidak banyak berpengaruh karena dia bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikan masalah-masalah yang banyak dan kompleks tersebut.

Itulah kondisi yang terjadi kalau kita selalu mempermasalahkan masalah, masalah yang kecil awalnya dan dapat diselesaikan dengan mudah menjadi masalah yang kompleks dan besar. Ketika masalah kecil tersebut dipermasalahkan (diperbesar) maka untuk menyelesaikannya pun sangat sulit dan memusingkan, malah kadang-kadang hanya waktu yang bisa menjadi solusi. Contoh kecil yang dapat menggambarkan orang yang mempermasalahkan masalah, misalnya dalam sebuah rapat kantor atau organisasi. Kebetulan rapat itu berlangsung malam hari, ketika rapat sedang berlangsung tiba-tiba lampu di ruang rapat mati. Ada perbedaan tindakan antara orang yang selalu mempermasalahkan masalah dengan orang yang selalu mencari solusi permasalahan, tindakan yang akan dilakukan orang yang selalu mempermasalahkan masalah adalah, ia akan menggebrak meja sambil berkata.

“Gimana sih panitia masa rapat sepenting ini lampunya mati apakah panitia tidak punya persiapan yang matang untuk menghindari hal-hal sepele seperti ini. Dasar panitia gak becus enggak profesional tidak berpengalaman, goblok. Gara-gara kalian pembicaraan penting malam ini bisa tertunda dan tidak bisa selesai malam ini, sedangkan kita tidak punya waktu lagi. Kalau rencana kita gagal kalian lah yang harus bertanggung jawab!.”

Sedang akan orang yang selalu menempatkan dirinya pada solusi permasalahan akan melakukan tindak yang berbeda. Tindakan yang akan dilakukan yaitu, ia akan menanyakan kepada panitia apa yang hal yang menjadi penyebab lampunya mati ?. kalau lampunya putus maka ia akan menganjurkan pada panitia untuk membeli lampu baru, kalau penyebabnya dari aliran listrik maka ia akan menganjurkan untuk memperbaiki sikringnya atau menyalakan generator sehingga lampunya dapat cepat menyala kembali. Atau ia akan berinisiatif menggunakan lilin, lampu minyak atau senter, yang penting di ruangan tersebut dapat dipergunakan cahaya untuk membaca berkas-berkas yang akan dibacakan sehingga dalam waktu singkat masalah dapat diselesaikan tanpa harus memunculkan masalah baru yang lebih kompleks dan rumit seperti yang dilakukan orang yang mempermasalahkan masalah. Gua kira loe berdua bisa membedakan tipe-tipe orang yang selalu mempermasalahkan masalah dan orang yang selalu mencari solusi permasalahan.

Orang yang selalu mempermasalahkan masalah biasanya sangat senang mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Mencari kesalahan orang lain itu sangat lah mudah yang sulit itu mencari kesalahan diri sendiri, kalau kita menemukan seseorang melakukan kesalahan jangan paksa orang tersebut mengakui kesalahannya dan merasa bersalah atas kesalahannya. Karena itu hanya membuat hatinya sakit dan tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana kita dapat membuat dia berfikir atas kesalahannya dan merenungi bahwa tindakanya adalah suatu kesalahan. Sehingga ketika ia memahami kesalahannya, maka ia akan memperbaiki sendiri kesalahannya tanpa harus kita yang merubah. Itukan lebih baik dari pada kita harus menyakiti hatinya dengan membuat dia merasa bersalah atas kesalahannya.

Point terakhir dari berfikir dewasa yaitu, menghargai orang lain. Kita ini kan berada pada Dunia yang heterogen, berbeda-beda, dan berbagai macam corak. Bukan pada dunia homogen yang semuanya sama, karena menghargai pluralisme (Keragaman) sangat penting dan harus. Karena orang yang dewasa dalam hidupnya adalah orang yang bisa menghargai orang lain dengan keragamannya, baik dalam konteks, sudut pandang, dan kondisi apapun, artinya tidak ada alasan apapun bagi kita untuk menghina orang lain lain dengan keragamannya. Kalau kita masih merendahkan orang lain baik status, pola pikir, corak Budaya, tingkat strata sosial, dan tingkat Intelaktual seseorang berarti kita masih belum dewasa dalam hidup. Sebab perbedaan dalam kehidupan itu merupakan sesuatu yang harus kita hargai dan kita hormati, bukan berarti perbedaan itu malah membuat kita saling membenci, menghina, dan menghancurkan satu sama lain. “Hidup Loe! Hidup Loe...?!, Hidup Gua! Hidup Gua...?!, Kenapa harus dipermasalahkan. artinya kita masih belum dewasa.., kalau kita masih sering menghina orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita.

Pada dasarnya setiap manusia yang ada di Dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang sama, karena itu tidak ada istilah keturunan, strata sosial, atau apa sajalah yang dapat membedakan hak dan kewajiban seseorang yang membedakan hak dan kewajiban seseorang di muka Bumi ini. Alangkah lebih baik lagi kalau kita saling melengkapi, saling menolong, dan saling menyempurn-kan satu sama lain. Bukankah Dunia ini akan lebih indah apabila kita selalu berbuat baik pada orang lain siapa pun dia...!, apapun perbedaannya!. Bahkan pada Binatang dan Alam pun kita harus berbuat baik, kenapa pada sesama Manusia kita tidak bisa?!.

Itu mungkin point terakhir dari berfikir dewasa, dan pemikiran ini gua coba jelaskan sesederhana mungkin. Kalau kurang puas silahkan kembangin sendiri siapa tau loe berdua dapat pencerahan baru lagi yang lebih komprehensip dan holistic. Tetapi konsep berfikir dewasa ini masih satu sisi dalam sebuah filsafat kehidupa masih ada sisi lain yang lebih menarik yaitu kedewasaan berfikir yang fokusnya pada otak atau pola pikir manusia. Mau tau?!

Tentang kedewasaan berfikir atau bahasa kerennya kedewasaan berfilsafat. Seperti yang tadi pernah gua jelasin kedewasaan befikir ini terfokus pada pembentukan pola pikir yang dewasa, dan kedewasaan berfikir ini terdiri dari beberapa point penting.

Point yang pertama adalah subjektivitas. Subjektivitas adalah suatu bentuk kesalahan dalam kendewasaan berfikir. Pengertian subjektivitas sendiri adalah menyimpulkan suatu kebenaran nyata hanya dari satu sisi saja. Kesalahan subjektivitas bukan pada subtansi masalahnya tapi pada sudut pandang melihat masalah tersebut, sehingga informasi yang di dapatkan dan dikeluarkan hanya terbatas pada satu sisi tertentu. Kesalahan yang sering terjadi akibat subjektivitas adalah, ketika informasi yang terbatas itu diyakini sebagai sebuah kebenaran, dan apabila ada kebenaran yang lain dari sudut pandang yang berbeda sering ditentang bahkan disalahkan oleh orang yang menggunakan informasi yang subjektive tersebut. Sehingga terjadilah benturan-benturan atau konflik-konflik antara dua belah pihak yang sama-sama meyakini bahwa informasi merekalah yang paling benar.

Padahal konflik-konflik tersebut tidaklah, perlu terjadi kalau mereka melihat sesuatu tersebut secara objektive. Karena yang sebenarnya terjadi adalah dua-duanya sama benar hanya sudut pandangnya berbeda. Karena itu dua sudut pandang inilah yang harus kita pahami dan kita jelaskan sesuatu tersebut secara objektive. Ada contoh kecil yang sering digunakan untuk memahami objektivitas, yaitu ketika kita melihat angka 6 dari sudut pandang yang berbeda.

Coba menggambar angka 6 di atas tanah, dan posisi angka ini berhadap-hadapan antara A dan B.

Kalau A lihat...angka ini dari sudut kanan., maka A akan menjawab ini angka enam. Tetapi berbeda angka ini kalau dilihat dari sudut B, angka yang muncul adalah 9.

Sekarang Penulis bertanya antara A dan B penjelasannya mana yang benar??? Jawabannya, dua-duanya bener dan tidak ada yang salah.

Coba perhatikan baik-baik kalau kita melihat di luar sana, banyak orang yang menyibukkan dirinya hanya untuk mempermasalahkan hal yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Menurut A angka ini adalah 6 dan itu suatu kebenaran yang nyata di mata A. Dan menurut B angka ini adalah 9 dan itu merupakan suatu kebenaran yang nyata di mata B. Walaupun A mengeluarkan berbagai alasan untuk menyalahkan B angka yang B lihat tetaplah 9, tidak mungkin menjadi 6 begitu pun sebaliknya. Tetapi kebenaran mereka adalah kebenaran subjektive yang hanya dilihat dari satu sisi saja. Sedangkan kebenaran objektive seperti apa?, kebenaran objektive adalah kebenaran yang dilihat dari samping (antara A dan B) atau dari dua sisi tersebut?!

Oh...kalau dari kanan ini angka enam dan kalau di lihat dari kiri ini menjadi angka sembilan, itulah sebenarnya kebenaran objektive yang harus menjadi landasan berfikir seorang manusia yang memiliki kedewasaan berfikir.

Filsafat yang objektive sangatlah berguna bagi proses pendewasaan berfilsafat. Baik dalam memahami sesuatu yang mikro ataupun memahami sesuatu yang makro. Karena kehidupan ini harus di pahami dari banyak sisi, tidak bisa kita menyimpulkan suatu kebenaran hanya dari satu sisi saja. Tetapi perlu banyak pemahaman hingga kita dapat mengetahui peta permasalahan yang terjadi dari hal yang sifatnya pribadi hingga hal-hal yang sifatnya umum dan universal.

Point yang kedua dari ketidakdewasaan berfikir yaitu generalisasi atau pengumuman sesuatu. Generalisasi adalah suatu bentuk ketidakdewasaan manusia dalam berfikir. Generalisasi juga suatu ciri khas kalau seseorang membawa kepentingan tertentu agar ucapannya dapat diterima orang lain, sehingga seseorang kadang sengaja menggeneralisir sesuatu untuk menemukan sebuah pembenaran terhadap suatu hal. Pembenaran ini dilakukan dengan cara mengungkapkan suatu hal yang kecil (kasus) dan kemudian diumumkan dan dijadikan suatu dasar yang universal. Dan hal ini dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan dalam beranalogi, membandingkan satu hal dengan hal yang lain dan kemudian dua hal itu disamakan untuk menemukan suatu pembenaran.

Generalisasi juga menyebabkan seseorang melakukan suatu pemahaman yang parsial dan sangat tidak dewasa. Karena setiap ucapannya sangat berbeda dengan realita yang terjadi, semua yang dia generalisasi tersebut pada kenyataannya dilapangan sangat relative atau bisa dibilang “Belum tentu!”. Contoh simple untuk memahami kesalahan dalam generalisasi misalnya, suatu saat anda bertemu orang miskin, dari informasi yang anda dapatkan dari orang atau hasil wawancara, bahwa seorang yang miskin tersebut sangat pelit, lalu anda menggeneralisir hal tersebut dengan mengatakan bahwa “Semua orang miskin itu pelit!”. Kemudian anda bertemu dengan orang kaya yang baik hati dan murah hati, lalu anda menggeneralisir kenyataan tersebut dengan mengatakan bahwa “Semua orang kaya itu baik hati”.

Inilah kesalahan dalam menggeneralisir atau mengumumkan sesuatu, sebab kenyataan sebenarnya yang terjadi tidaklah seperti itu, yang sebenarnya terjadi adalah “Belum tentu”. tidak semua orang miskin itu pelit, Ada juga orang miskin yang baik hati. Artinya sebagian ada yang pelit dan sebagian lagi ada yang baik hati tergantung orangnya dan itu tidak bisa digeneralisir. Begitu pun kesimpulan bahwa semua orang kaya itu baik hati, tidak semua orang kaya itu baik hati, ada juga orang kaya yang pelit, sebagian ada yang baik hati dan sebagian ada yang pelit. Tergantung orangnya dan itu sekali lagi tidak bisa digeneralisir dengan mengatakan “Semuanya sama”.

Orang yang bicara seperti itu biasanya ada udang dibalik batu atau punya kepentingan dan misi tertentu agar ucapannya diterima. Walaupun kenyataanya sangatlah tidak realistis..., tetapi dia berusaha mencari pembenaran agar ucapannya itu menjadi realistis. Karena itu kita harus hati-hati atas ketidakdewasaan berfikir seperti itu, jangan sampai teori-teori hasil generalisasi itu kita yakini kemudian malah mendarah daging dalam pemikiran kita, padahal itu adalah suatu bentuk kesalahan berfikir yang kenyataannya sangatlah tidak sesuai bahkan cenderung menyesatkan.

Akhirnya kalau itu terjadi yang rugi dan kecewa adalah diri kita sendiri, ketika kita mencoba menerapkan teori itu dalam kehidupan. Ternyata teori itu adalah salah dan tidak berguna, padahal teori itu telah bertahun-tahun kita yakini dan telah menjadi bagian dari hidup kita. Oleh karena itu jangan lah menerima sesuatu kebenaran hasil generalisasi, dan jangan pula menjelaskan suatu kebenaran hanya dengan menggenelarisasi sesuatu. Sebab hal tersebut adalah wujud ketidakd-wasaan kita dalam berfikir, mulailah mengungkapkan sesuatu yang sesuai dan terjadi dilapangan bukan suatu teori atau analogi yang dalam kenyataannya belum tentu terjadi.

Point yang terakhir dari orang yang tidak dewasa dalam berfikir yaitu egosentrisme atau mengukur orang lain berdasarkan diri sendiri. Egosentrisme merupakan kesalahan berfikir, sebab apa yang kita rasakan belum tentu orang lain merasakan, dan apa yang orang lain rasakan belum tentu kita rasakan!. Apa yang menurut kita baik belum tentu menurut orang baik, dan apa yang menurut orang lain baik belum tentu menurut kita baik!. Apa yang menurut kita buruk belum tentu menurut orang lain buruk, dan apa yang orang lain buruk belum tentu buruk menurut kita!. Karena itu jangan pernah menerapkan ukuran kita kepada orang lain, sebab ukuran kita dengan ukuran orang lain belum tentu sama. Karena ukuran setiap manusia di Dunia ini terhadap sesuatu tidaklah selalu sama, karena setiap manusia memiliki fikiran, ide, pengalaman dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu hal.

Karena itu apabila tidak di pahami egosentrisme akan menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik-konflik yang bisa berakibat fatal. Karena itu jangan pernah sekali-kali mengukur baju orang lain dengan ukuran baju sendiri, kita harus lebih banyak memahami orang lain mungkin latar belakang hidupnya tidak seperti latar belakang hidup yang pernah kita jalani. Sehingga mereka menganggap baik perbuatan yang menurut kita sangat salah, contoh yang sering terjadi di dalam masyarakat kita misalnya, gua orang yang berasal dari suku Sunda yang memiliki tipikal lemah lembut ketika gua melihat orang Batak dengan suara yang keras dan lantang. Kemudian gua menganggap setiap orang Batak itu galak-galak. Kemudian ketika gua melihat orang Jawa yang bekerjanya lambat dan lama, trus gua menganggap orang Jawa itu males-males. Sedangkan yang terjadi sebenarnya menurut orang Batak dia tidak marah hanya kebiasaan mereka sehari-hari bicaranya seperti itu, begitu pun menurut orang Jawa mereka bukan males-malesan tetapi orang Jawa itu mempunyai perinsip pelan-pelan tapi pasti. Sehingga walaupun mereka lambat tetapi sangat hati-hati dan penuh konsentrasi (fokus) sehingga hasil kerjanya bagus.

Contoh lain yang lebih simple di dalam memahami kesalahan dalam egosentrisme adalah saat kita sakit, terkadang orang suka salah dalam memahami orang sakit. Sebab orang sakit itu apabila makan makanan yang enak dan lezat tidaklah nikmat, malah makanan yang lezat itu akan terasa pahit. Ketika kita memberi makanan yang nikmat dan lezat kepada orang sakit, secara tidak sadar kita telah memaksakan ukuran kita sebagai orang yang sehat kepada ukuran orang yang sakit. Harusnya kalau kita akan memberikan makanan yang enak dan lezat, jangan memberikannya pada saat ia sakit tetapi pada saat orang tersebut sehat. Kalau kita memberi makanan yang enak menurut kita orang yang sehat, tetapi menurut orang yang sakit makanan itu akan terasa pahit. Makanya hal itu percuma, hanya menambah orang yang sakit, sakit hati akibat pemberian kita (sebaba tidak bisa di nikmati).

Pemberian terbaik saat orang sakit adalah obat, jamu, buah-buahan, atau apa saja yang dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya. Walaupun menurut kita itu pahit dan tidak enak..., tetapi itu sangat baik untuk kesembuhan dan kesehatan orang yang sakit.

Intinya jangan sekali-kali mengukur orang lain dengan ukuran dari sendiri karena itu tanda bahwa diri kita belum lah dewasa, tetapi ukurlah orang lain dengan ukuran orang lain, dan juga ukurlah diri sendiri dengan ukuran diri sendiri. Dan jangan mengukur diri sendiri dengan ukuran orang lain, karena itu belum tentu baik untuk diri kita. Kalau kita bisa mengukur orang lain dengan ukuran orang lain, atau mengukur suatu masyarakat dengan ukuran masyarakat tersebut, atau mengukur suatu Budaya dengan ukuran Budaya tersebut, atau mengukur suatu Bangsa dengan Ukuran bangsa tersebut. Maka kita dapat lebih banyak memahami orang lain, masyarakat lain, Budaya lain, Bangsa lain, bahkan kita dapat memahami Dunia dan Kehidupan. Dan sebenarnya disitulah titik akhir kedewasaan seorang manusia yaitu, ia dapat memahami hidup dan kehidupannya di Dunia. Karena itu apapun yang terjadi dalam kehidupannya ia tidak akan pusing dan bingung. Sebab ia telah menemukan lembar jawaban dari kehidupan yang ia jalani.

Itu mungkin sedikit pemikiran dari Penulis, tentang Filsafat dan Kehidupan. Masih banyak hal, yang belum penulis temukan juga masih banyak kehidupan yang belum Penulis pahami. Karena itu mari kita sama-sama memahami dan mencari apa sih arti kedewasaan berfikir yang sebenernya???

“Resolusi Kesejahteraan Rakyat“

“Resolusi Kesejahteraan Rakyat“

Oleh: Gatot Aryo

ini berisikan point-point penting, yang merupakan sebuah pondasi dasar di dalam mensejahterakan rakyat. Ibarat sebuah rumah tanpa pondasi maka rumah itu akan rubuh, atau sebuah pohon tanpa akar...maka pohon tersebut akan jatuh dan tak mampu berdiri kokoh.Begitu pun kesejahteraan rakyat...takkan mampu berdiri kokoh tanpa pondasi dasar..., dan hal-hal tersebut akan kami paparkan. Sehebat apapun konsep-konsep di dalam mensejahterakan rakyat...tak akan berhasil tanpa sebuah pondasi dasar kesejahteraan rakyat yang kuat, isi resolusi tersebut adalah.

Pertama..., dalam menata sebuah kesejahteraan... Pemerintah harus mampu berbuat “Adil” kepada rakyat. Keadilan adalah kunci utama dalam sebuah Pemerintahan ...tanpa keadilan maka sebuah pondasi kesejahteraan rakyat tidak akan pernah akan pernah terwujudkan, sikap adil adalah bagaimana Pemerintah melakukan sebuah tindakan dan kebijakan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat semaksimal dan semampu Pemerintah. Pengertian adil sendiri adalah “Seimbang”, atau sesuai dengan kebutuhan rakyat dan bukan sama rata. Contoh kecil di dalam keluarga..., seorang adik yang baru sekolah SD dengan kakak yang sekolah SMU memiliki kebutuhan yang berbeda. Kalau kita akan berbuat adil pada mereka dengan menyamaratakan...uang jajan mereka berdua..., misalnya setiap orang mendapat Rp 2000 Rupiah. Amat sangat tidak adil bagi sang kakak yang SMU karena kebutuhannya lebih dari dua ribu rupiah, dan amat sangat tidak adil bagi sang adik karena kebutuhannya kurang dari Rp 2000 Rupiah, dan hal itu sangat berlebihan. Keadilan yang benar adalah adik mendapat Rp 1000 Rupiah...sedangkan kakak mendapat Rp 3000 rupiah..., itu baru keadilan (Seimbang).

Sedangkan konteks keadilan Pemerintah saat ini pada rakyatnya adalah..., bagaimana Pemerintah mampu bersikap seimbang antara “Hak Rakyat” dengan “Kewajiban Rakyat”. Sebab selama ini ketidakadilan yang di lakukan oleh Pemerintah selama ini adalah akibat dari tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban bagi Pemerintah untuk rakyat..., di satu sisi rakyat diwajibkan untuk membayar Pajak..., mena’ati Hukum..., dan membela Negara. Tetapi di sisi lain...hak-hak rakyat yang tercantum dalam UUD’45 tidak ada satupun uang di penuhi baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah..., seperti Rakyat berhak atas pekerjaan..., Rakyat berhak atas kehidupan yang layak..., Rakyat berhak mendapat pe-ngajaran dan pendidikan...(Gratis), Rakyat berhak atas pelayanan kesehatan... (Gratis), Rakyat berhak atas kekayaan alam yang di pergunakan untuk kemakmuran rakyat..., dan Fakir miskin dan anak-anak terlantar di Negeri ini dipelihara oleh Negara.

Semua hak-hak rakyat tersebut akhirnya menjadi sebuah kebohongan bagi rakyat dan tidak ada buktinya..., boro-boro pekerjaan yang diberikan Pemerintah..., rakyat yang berusaha sendiri untuk berdagang saja (PKL) pada di usirin oleh Pemerintah. Lalu boro-boro rakyat mendapat kehidupan yang layak orang-orang yang tinggal di daerah kumuh dan kotor saja pada digusurin oleh Pemerintah. Kemudian boro-boro rakyat mendapat pendidikan dan kesehatan (Gratis)...orang biaya sekolah dan rumah sakit di Negeri ini saja amat sangat mahal. Apalagi fakir miskin dan anak-anak terlantar yang dipelihara oleh Negara..., apakah Pemerintah saat ini perduli pada mereka...malah Pemerintah membenci mereka dengan mengatakan mereka adalah “Sampah Masyarakat”.

Harusnya Pemerintah sadar keinginan rakyat di Negeri ini tidaklah berlebihan, mereka hanya meminta hak-haknya dipenuhi. Karena itu kebijakan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah harus seimbang antara hak-hak yang harus rakyat dapatkan dengan kewajiban yang harus rakyat laksanakan.

Kalau itu bisa dipenuhi oleh Pemerintah Insya Allah sebuah keadilan pun akan dirasakan oleh rakyat..., selain itu masih banyak keadilan–keadilan lain yang harus Pemerintah lakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan rakyat.

Bapak Walikota bersikap lebih mementingkan kesejahteraan rakyat dari pada kepentingan diri sendiri merupakan sebuah sikap yang adil kepada rakyat..., karena itu Bapak harus lebih introspeksi diri dan hati-hati di dalam melakukan setiap kebijakan yang akan di keluarkan oleh rakyat.

Resolusi yang kedua..., apabila Pemerintah ingin mensejahterakan kehidupan rakyat...Pemerintah harus menjadi “Suritauladan“ bagi Rakyat. Contoh dari para Pejabat Pemerintahan sangat penting...sebab apabila Pemerintah memiliki moral dan akhlak yang baik, maka rakyat pun akan senang dan bangga kepada Pemimpin mereka. Dan itu merupakan kebanggaan diri sendiri bagi rakyat yang mendambakan sesosok Pemimpin yang mengayomi dan memberikan ketenangan pada rakyatnya, ramah, senyuman, sederhana terutama di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti bermewah-mewah, sombong, iri, hasut, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya yang tidak pantas di sandang oleh seorang pemimpin. Tetapi rendah hati, pemaaf, sabar, hidupnya sederhana, tidak suka berbangga-bangga, religeus , arif dan bijaksana.

Bukan saling menghina, memaki, menjatuhkan...yang menyebabkan konflik-konflik yang merugikan rakyat bahkan pertumpahan darah. Tetapi mereka membutuhkan para pemimpin yang mau mengakui kesalahan..., mau mengoreksi dirinya dan merubah...apabila ada tindakan–tindakan salah yang dilakukan oleh Pemerintah. Sebagai seorang manusia wajarlah apabila melakukan suatu perbuatan salah, tetapi yang terpenting bukan kesalahannya...tetapi apakah kita mau berubah dan mengakui kesalahan itu..., bukannya justru ngotot dengan kesalahannya atau malah mencari-cari alasan agar mendapat suatu pembenaran.

Resolusi yang ketiga..., untuk membangun pondasi kesejahteraan rakyat yang harus dilakukan Pemerintah berikutnya yaitu Pemerintah harus “Jujur” didalam setiap ucapan, tindakan, dan perbuatannya. Mengimplementasikan nilai-nilai kejujuran didalam Pemerintahan dari Pusat sampai Daerah hingga kelurahan...sangat penting dan akan menciptakan sebuah Pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Profesionalisme dalam bekerja..., APBD yang jelas, rinci, dan terbuka bagi publik..., tidak ada kebohongan dan penghianatan di dalam setiap Program, Kebijakan, dan Fungsi Administrasi...membuat Pemerintah akan memiliki kepercayaan dan legitimasi yang baik dari rakyat.

Dan itu akan membuat rakyat sejahtera..., karena tidak selalu merasa dibohongi dan di tipu oleh Pemerintah yang berkuasa. Pemerintah juga tidak menjual keb-jakan-kebijakannya kepada kelompok-kelompok konglomerat dan investor hanya karena sejumlah uang yang besar, yang berakibat rakyatnya menjadi korban dari kesewenang-wenangan kebijakannya. Administrasi yang panjang dan diperumit juga...merupakan masalah tersendiri bagi ketidakjujuran para aparatur Pemerintahan, harusnya tidak seperti itu...hanya karena ingin mendapatkan uang suap para aparat Pemerintahan sering memperumit proses Administrasi. Hingga konsekuensi dari orang-orang yang memberi uang suap atau istilahnya uang pelicin akan lebih mudah dan lancar didalam proses Administrasi...,Tetapi sebaliknya yang tidak menyuap akan dipersulit dan diperumit. Hal seperti ini sangat sering terjadi saat ini...bahkan telah menjadi budaya di dalam setiap aktivitas Pemerintah Pusat sampai Daerah hingga Kelurahan. Hal-hal yang seperti inilah yang harus di rubah oleh Pemerintah sehingga seluruh aparat Pemerintahan di Pusat sampai Daerah hingga Kelurahan dapat bersikap jujur dan profesional didalam menjalankan tugasnya hingga tidak ada lagi yang di sebut uang pelicin..., pungutan liar..., japuk (Jatah empuk) atau penipuan-penipuan lain di dalam administrasi. Seharusnya Birokrasi bukan memperumit dan menyusahkan rakyat di dalam berusaha..., tetapi harusnya mempermudah masyarakat didalam berusaha, perizinan, dan masalah-masalah administrasi lainnya. Sebab masalah-masalah administrasi lah..., yang sering dan langsung mengecewakan hati rakyat, dan hal itu di sebabkan oleh kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Aparatur dan Pejabat Di Pemerintahan.

Kemudian Resolusi yang terakhir..., apabila Pemerintah ingin mensejahterakan rakyat...Pemerintah harus “Peka terhadap setiap kejadian dan keadaan yang di alami oleh rakyat”. Segala rangsangan-rangsangan yang di berikan rakyat kepada Pemerintah..., dan Pemerintah harus selalu berinisiatif dan aktif untuk mendengar, membantu dan menolong dengan sekuat tenaga...agar masalah-masalah rakyat dapat di selesaikan.

Selain itu Pemerintah pun harus sering melihat kenyataan di lapangan..., segala penderitaan dan kesengsaraan rakyat Pemerintah harus lebih dulu tahu di bandingkan Perss atau para wartawan TV, Koran dan Radio. Sehingga dengan melihat kenyataan langsung di lapangan Pemerintah dapat melihat dan merasakan penderitaan yang dirasakan oleh rakyat. Sehingga Pemerintah tidak akan lupa dan terlena pada uang dan kekuasaan..., dan selalu memikirkan segala penderitaan dan kesusahan rakyatnya.

Hal-hal simple seperti inilah yang harus menjadi prioritas utama di dalam menjalankan segala kebijakan dan program Pemerintah. Dan seluruh resolusi dari kami ini...lebih terfokus pada manusia-manusianya bukan pada sistemnya. Sebab menurut kami para anggota perkumpulan tongkrongan Daud...”Recovery Manusia” itu lebih penting dan mendesak dari pada “Recovery Sistem”, karena sistem hanyalah alat sedangkan manusia lah yang menjalankannya. Walupun sistemnya bagus... tetapi kalau manusianya bodoh maka sistem tersebut lambat laun akan hancur..., tetapi kalau manusianya berkualitas...walaupun sistemnya lemah..., maka lambat laun akan mengalami proses penyempunaan.

Karena itu... marilah kita sama-sama mensejahterakan rakyat dengan merecovery manusianya lebih dulu... baru sistemnya. Kualitas Intelektual, Spiritual, dan Akhlak yang seimbang dalam diri manusia. akan menciptakan manusia yang berkualitas, jujur, adil, memberi suritauladan dan peka terhadap Kehidupan rakyat. Kesimpulan dari resolusi kesejahteraan rakyat kami ini... mari kita mulai dengan introspeksi diri yang dilakukan oleh para Pejabat dan seluruh aparatur Pemerintahan di Negeri ini..., hingga muncul lah perubahan-perubahan yang akan membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia!,”

Idealisme Kuldesak Dan Berhala Dunia

Idealisme Kuldesak Dan Berhala Dunia

Oleh: Gatot Aryo

Masyarakat Indonesia saat ini di penuhi oleh gejolak pemikiran yang sangat bervariasi dan bermacam-macam..., terkadang kita bingung di antara jutaan pemikiran manusia di Negeri ini...pikiran mana yang bagus dan dapat kita ambil sebagai sebuah acuan atau pedoman dalam hidup kita. Gotapi punya tips-tips simple dalam memahami fenomena-fenomena seperti itu..., pertama kalau anda membaca atau mendengar pemikiran-pemikiran tersebut..., lihat dulu secara empiris atau kenyataan. Apakah pemikiran mereka sesuai dengan ke-nyataan di lapangan (Maksudnya antara teori yang diungkapkan dengan praktek yang dilaksanakan), atau justru bertolak belakang (Antara teori dan prakteknya). Dan apabila bertolak belakang lebih baik lupakan saja.

Yang kedua, apakah mereka mengeluarkan ide atau pemikiran tersebut..., contoh atau tindakan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-harinya sesuai dengan apa yang ia katakan atau justru sebaliknya (Ucapan dan tindakannya berbeda). Contoh kecil saja..., misalnya ada orang yang dalam pemikiranya membela rakyat kecil, orang miskin...bahkan mensejahterakan rakyat. Tetapi dalam kehidupan sehari-harinya ia sangat sering berfoya-foya..., sangat cinta akan uang dan harta..., kehidupannya megah dan mewah..., dan apabila ada pengemis atau orang miskin yang datang kerumahnya...untuk meminta sesuap nasi. Mereka bukannya membantu dan menolong agar pengemis tersebut dapat keluar dari kemiskinan, misalnya memberi modal buat usaha..., tetapi justru di usir, di maki-maki bahkan berbohong dengan mengatakan “Saya tidak punya uang!,” saya kira orang seperti ini ucapanya lebh baik tidak usah di dengarkan. Dan contoh-contoh lain...yang kita temukan bertolak belakang antara teori dan praktek , atau antara ucapan dan tindakan.

Dengarlah..., ucapan atau pemikiran orang-orang yang dalam kenyataannya...memang sudah dapat dilaksanakan, bukan sebaliknya. Juga pastikan ucapan itu sesu-ai dan terimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Kenapa...?, karena banyak orang-orang di Indonesia ini menggunakan cara-cara destruktif atau menipu. Pada awalnya ucapannya setinggi langit memuji dan membela rakyat, tetapi akhirnya...tetap menjadi budak-budak uang dan kekuasaan. karena itu Bangsa kita baru akan bangkit apabila tujuan hidup para pejabat dan rakyatnya bukan Uang, Kekuasaan dan Wanita. Tetapi tujuan mereka adalah keadilan, kesejahteraan dan kebenaran Ilahi.

Karena menurut Penulis manusia di Dunia ini...sudah banyak yang tidak memiliki Tuhan. Bukan mereka tidak berAgama atau Ateis. Mereka memiliki Agama seperti Islam, Kristen, Hindu, atau Agama-agama lain..., tetapi mereka lupa pada Tuhannya...Tuhan yang maha Esa, yang menguasai seluruh Langit dan Bumi. Yang mereka sembah saat ini hanyalah tiga berhala..., yang banyak di jadikan sesembahan umat manusia di Dunia sekarang.

Berhala tersebut yang pertama. Adalah berhala kekuasaan..., banyak sekali manusia di dunia ini yang menjadikan kekuasaan sebagai berhala, bahkan bisa di sebut Tuhan mereka. Mereka menjadikan kekuasaan sebagai tujuan hidupnya, misalnya ingin menguasai Dunia, Negara dan lain-lain. Untuk menjadi Presiden seseorang rela menggunakan berbagai macam cara..., entah cara itu baik atau buruk, berdosa tau tidak, menyengsarakan orang atau tidak..., yang penting jabatan Presiden harus mereka dapatkan, walaupun harus menipu, membunuh, memfitnah. Mereka lupa pada Tuhannya..., larangan-larangan Agama..., yang ada dalam hatinya cuma satu yaitu bagaimana kekuasaan tersebut bisa mereka dapatkan. Dan orang-orang seperti ini bisa di sebut golongan penyembah “Berhala Kekuasaan”.

Berhala yang kedua. Adalah berhala Uang..., banyak orang di dunia ini yang tergila-gila terhadap uang..., uang adalah segala-galanya bagi mereka. Dengan uang seo-rang manusia dapat bersujud dan menyembah-nyembah, hanya karena uang seorang manusia rela melakukan apapun. Walaupun yang dia lakukan itu bertentangan dengan perintah dan larangan Tuhan. Yang ada dalam hatinya adalah uang, dan tujuan hidupnya hanyalah uang semata. Mereka-mereka ini bisa disebut golongan penyembah “Berhala Uang”.

Berhala yang ketiga adalah berhala Wanita..., banyak orang yang saat ini yang menyembah-nyembah pada Wanita (Pornografi, “Cinta” atau Seksualitas), hal itu bisa terjadi apabila ia menempatkan Wanita tersebut diatas Tuhannya. Dengan mengatakan “Aku tidak Bisa hidup hidup dan akan mati tanpa mu!” atau “Aku tidak bisa melupakan diri mu setiap detik dan setiap saat!” sedangkan Tuhannya tidak pernah ia ingat, dilupakan dan tidak di Perdulikan sama sekali. Sedangkan Tuhannya... telah menciptakan dan memberinya rezeki serta kasih sayang yang abadi dan sejati...masa di cuekin. Golongan seperti bisa di kategorikan sebagai penyembah “Berhala Wanita”.

Kesimpulannya Kekuasaan, Uang dan Wanita (pornografi atau cinta) ...saat ini telah menjadi berhala di Dunia..., yang popularitasnya menyaingi Tuhan. Dan menurut Gotapi tiga berhala ini lebih berbahaya dari berhala-berhala lain yang tersebar di Dunia ini. Manusia saat ini banyak terlena oleh tiga hal tersebut, karena itu jangan pernah sekali-kali kita hanya bisa memaki-maki para Penguasa di Negeri ini...! Kalau seandainya kita berada pada posisi seperti mereka...?, kita masih akan melakukan hal yang sama. Sebab saat ini kita masih menjadikan Uang, Kekuasaan dan Wanita sebagai tujuan hidup kita...?! bukan sebagai alat untuk mencapai kehendak Sang Pencipta. Bagi Penulis kira hal-hal simple seperti ini lah yang perlu kita pahami dan renungi kembali...agar segala tindakan dan pergerakan kita tidak salah kaprah.

”Nusantara Indonesia Yang Dilematis???”.

Oleh: Gatot Aryo

Bangsa kita adalah Bangsa yang subur dan makmur. Dari Sabang sampai Meroke di penuhi dengan kekayaan alam yang tak ternilai, aneka macam budaya memberikan kilauwan warna-warni indah yang menghiasi setiap jeng-kal tanah di wilayah kita. Tak ada satu pun wilayah, tak ada satu pun tempat di Dunia ini yang memiliki tanah, alam, budaya serta keindahan selain Bangsa kita yaitu Bangsa Indonesia. Tanahnya yang subur hingga kesuburannya...sebuah tongkat dapat menjadi tanaman. Alamnya yang indah dan kaya dapat memberikan kesuburan dan kemakmuran pada rakyatnya, dan tak ada yang seindah Indonesia sehingga orang-orang kulit putih menyebutnya sebagai “Jamrud Khatulistiwa”.

Begitu indah dan hebatnya Indonesia dengan bermilyar-milyar pepohonan dan kekayaan alamnya. Se-hingga ketika kita bicara tentang kesejahteraan, kita tidak perlu takut karena Bangsa kita akan makmur dan mampu mensejahterakan rakyatnya, dengan kekayaan yang ia miliki tampa harus meminta bantuan orang lain.

Tetapi apa yang kita lihat saat ini..., ketika kita mencoba menyusuri dan melihat keadaan Bangsa ini be-berapa tahun kebelakang. Kesuburan tanahnya sadikit-sedikit mulai hilang oleh industralisasi-industrialisasi yang bertebaran dimana-mana tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem, tanpa memperhatikan ling-kungan sekitarnya..., yang ada hanya keinginan untuk mengexploitasi sumber daya alam dan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan sebanyak-banyak nya. Untuk sebuah keuntungan segelintir orang mereka juga tidak memperdulikan masyarakat sekitarnya yang menderita penyakit sesak nafas bahkan paru-paru..., semua itu akibat jutaan ton gas yang keluar dari cerob-ong asap pabrik-pabrik yang mereka buat, akibat polusi ada diantara rakyat Indonesia ini yang menderita penyakit kulit bahkan meninggal akibat keracunan oleh limbah-limbah industri yang dikeluarkan oleh pabrik-pabrik mereka. Juga sampah-sampah organik yang kira-kira selama 200 tahun tidak akan pernah membusuk.

Yang akhirnya sedikit demi sedikit terjadi kekumuhan-kekumuhan, daerah kumuh yang kotor dan sangat menjijikan bermunculan dimana-mana. Dan masyarakat kita menjadi masyarakat yang jorok, miskin, kurang gizi, kotor, dekil dan berdebu. Coba renungkan..., apakah itu pantas di sebut sebuah masyarakat..., apalagi untuk sebuah masyarakat yang beradab, yang maju, dan memi-liki ilmu pengetahuan yang hebat, serta teknologi yang mutakhir. Saya khawatir apakah modernisme yang membudaya di Negeri ini dapat memberikan kesejah-teraan, kesehatan, dan ketentraman bagi seluruh rak-yat Indonesia atau justru malah sebaliknya.

Alam raya Indonesia pun semakin habis, sedikit demi sedikit alam kita terkikis habis oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, pengexploitasian sumber daya alam, seperti penebangan hutan-hutan, barang tambang emas, nikel, perak, perunggu, dan yang palih parah yaitu kejahatan-kejahatan lingkungan yang membuat berjuta-juta sumberdaya alam dan keaneka-ragaman hayati yang dimiliki alam kita musnah , hancur dan habis tak tersisa. Ini sangat merugukan bagi Bangsa Indonesia, bahkan Negara-negara disekitar kita.

Intinya..., kekayaan yang kita miliki bukannya mem-bahagiakan dan mensejahterakan rakyat Indonesia , tapi justru sebaliknya mebuat rakyat kita menderita bahkan Negeri ini mendapatkan hujatan-hujatan dari Negara tetangga akibat kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan. Bahkan begitu banyaknya sumber daya alam yang terkuras habis, tapi apa yang kita dapatkan...?, rakyat masih banyak sekali yang kelaparan, kekurangan pendidikan bahkan kekurangan gizi. Sedangkan hasil sumberdaya alam yang sampai saat ini di kuras terus, entah kemana perginya.

Ternyata kekayaan tersebut hanya di kuasai oleh kelompok-kelompok tertentu yang egois dan mementingkan diri sendiri, sedangkan disekitarnya rakyat menjerit, berontak, mereka ingin sesuap nasi untuk menyambung hidup mereka, mereka butuh udara segar untuk bernafas. Tetapi apa yang mereka lakukan ketika mereka melihat hal-hal tersebut..., bukannya membantu untuk menolong kehidupan rakyat yang menderita kelaparan, tetapi malah sebaliknya menambah pen-deritaan rakyat melalui cerobong asap, limbah industri, dan perbuatan-perbuatan lain yang menyengsarakan dan menyiksa kehidupan rakyat, seperti kebijakan menaik-kan harga BBM, tarif Listrik, tarif Telepon, kebijakan Penggusuran dan lain sebagainya.

Dulu rakyat kita menderita, kekurangan pangan bahkan kerja paksa akibat penjajahan yang di lakukan oleh Belanda dan Jepang. Itu mungkin hal yang wajar karena kita dijajah, tetapi saat ini apa yang kita dapat-kan...?rakyat menderita, menjerit kesakitan karena kelaparan, wabah penyakit bahkan kematian. Itu akibat perbuatan rakyat kita sendiri, akibat jajahan orang-orang kita sendiri........! begitu hinanya Bangsa kita yang tega sekali membuat kesedihan, kemelaratan, menyakiti rakyat kita sendiri. Kemana jiwa gotong royong kita...?, kemana jiwa kemanusiaan kita...?, apakah Bangsa kita seegois itu...?, apakah Bangsa kita sebejad itu...?, hingga tega menbunuh saudaranya sendiri. “KEMANA...?”.

Ketika pemilu mereka sering sekali mempropagan-dakan bahwa kita sebagai Bangsa yang berjiwa Pancasila kita harus bekerja sama, gotong-royong, toleransi dan lain sebagainya. Tapi apa yang kita lihat?, apakah me-reka melakukan sesuai dengan apa yang mereka katakan!. Demi Gunung-Gunung yang mengisap awan di langit yang mereka lakukan justru sebaliknya dari apa yang mereka katakan......!. Dimana moral Bangsa kita...?, apakah kita masih memilikinya...!, atau mungkin benar orang-orang yang mengatakan bahwa kita adalah bangsa yang mirip binatang..., barbar..., jadi apa fungsi Pancasila..., kesejahteraan..., keadilan..., kesatuan..., kemanusiaan bahkan ketuhanan...!, Coba renungkan MAU APA BANGSA KITA INI......?. Apakah tetap dengan kerusakan moralitas di segala bidang dan di seluruh lapisan

Bangsa kita ini berasal dari berbagai macam suku, budaya, dan adat istiadat. Corak bahasa, sikap,dan ting-kah laku rakyat Indonesia menghiasi keindahan nusantara alam Negeri ini. Walaupun kita berbeda tapi kita mempunyai banyak persamaan yang membuat Bangsa kita bersatu antara lain latar belakang historis sebagai bangsa yang terjajah, Agama, dan persatuan dalam satu pernyataan sumpah pemuda yang mencerminkan bahwa kita adalah satu. Yaitu ber Bahasa satu, ber Tanah Air satu, dan ber Bangsa satu Bangsa Indonesia.

Tetapi bisakah kita melihat dengan jelas...bagai mana keadaan bangsa kita sekarang ini, sifat sukuisme, etnosentrisme, individualisme sampai primodialisme-primodialisme yang menjamur dengan suburnya di Negeri ini. Kemudian bagaimana kita menanggapi hal-hal seperti ini, keretakan–keretakan persaudaraan mulai terlihat sedikit demi sedikit dan lama-lama akan meng-hancurkan persatuan dan kesatuan Bangsa ini, pertikaian antar suku, pertikaiaan antar Agama, pertikaian antar Ideologi, sikap individualistis orang-orang per-kotaan, sampai kecintaan pada organisasi, partai politik yang membuat rakyat Indonesia menjadi berblok-blok, bersekat-sekat. Sehingga yang terjadi adalah perang kepentingan antara kelompok-kelompok yang ada...?!, benar-benar suatu keadaan yang sangat hina dan menyedihkan.

Coba renungkan..., untuk anda-anda yang ada didepan sini...Apa sih yang menjadi kesalahan saat ini sehingga semuanya ini bisa terjadi. Dan jangan malah mencari-cari pembenaran Pemerintah, tapi coba renungi apa-apa saja yang membuat Bangsa ini diambang kehancuran. Kalau saya di izinkan memberi suatu masukan bagi Pemerintah ada dua hal yang selalu menjadi kesalahan Pemerintah saat ini. Yang pertama, yaitu kesewenag-wenangan yang selalu di perbuat oleh Peme-rintah. Pemerintah saat ini selalu melakukan segala sesuatu denga seenaknya dan sesuka hatinya tanpa memperdulikan tindakannya itu merugikan atau menyengsarakan rakyat, kemudian Pemerintah juga tidak mau perduli dengan penderitaan rakyat. Yang kedua, yaitu ketidakadilan yang selalu di perbuat oleh Peme-rintah. Selama ini kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya untuk menguntungkan kepentingan Pemerintah tetapi dilain sisi justru malah menyengsarakan dan menyakiti kehidupan rakyat.

Saya kira hal-hal tersebutlah yang membuat hancurnya sistem politik di Indonesia saat ini, selama dua hal tadi yaitu kesewenang-wenangan dan ketidakadilan pemerintah tidak di hilangkan, maka selama itu pula permasalahan-permasalahan di Negeri ini tidak akan selesai, malah akan memunculkan permasalahan-perma-salahan baru, yang berlarut-larut seperti yang banyak terjadi saat ini.

Kehidupan perpolitikan di Negeri ini pun sangat menyiksa hati rakyat, para wakil rakyat dan pejabat Pemerintahan sudah tidak memiliki hati nurani lagi. Ua-ng dan kekuasaan telah membutakan mereka semua, akibatnya yang terjadi di Negara kita hanyalah sikut-sikutan, hujat-hujatan, tuduh menuduh. Sehingga muncul banyak sekali pertarungan–pertarungan elit, konflik-konflik yang tidak sehat. Yang berakibat pada benci-membenci, kucuran darah, bakar-bakaran sampai bunuh-bnuhan. Coba renungi...dimana jiwa mu wahai PEMIMPIN BANGSA dimana?......, apakah kalian tidak melihat penderitaan rakyat...?, apakah kalian tidak me-lihat jeritan hati rakyat...?, Apakah kalian sudah merasa benar dengan tindakan itu...?!.

Anda mungkin memiliki loyalitas dan dedikasi ynag tinggi terhadap Bangsa ini. Tetapi anda lupa satu hal yang harus ditanam di dalam jiwa seorang ksatria Bang-sa, yaitu “Mau Mengakui Kesalahan”. Anda mungkin saat ini sedang mengunakan baju ksatria atau menjadi seorang Pemimpin Bangsa, tetapi toh...? kenapa anda lupa dengan sikap ksatria, seorang ksatria wajar kalau dia melakukan suatu kesalahan toh...! dia seorang manusia yang tidak pernah terhindar dari berbuat kesalahan, tetapi yang paling penting adalah ksatria tersebut mau mengakui kesalahan, karena itulah sebe-narnya sifat yang paling luhur dari seorang “Ksatria Bangsa”.

Kemudian budaya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pun masih membudaya di seluruh lapisan Pemerintahan, saat ini sudah tidak ada lagi kejujuran, nilai-nilai luhur dan profesionalisme dalam Eksekutif, legislatif, Yudik-tif maupun Birokrasi. Kebanyakan mereka hanya memen-tingkan diri sendiri dan hawa nafsunya, dan larangan Tuhan pun tidak mereka indahkan mungkin hanya seba-gai penghias kulit luar sebagai sebuah kamuflase untuk membohongi rakyat.

Dan masih banyak hal yang harus saya sampaikan, tetapi semuanya itu berintikan pada satu hal, jangan lah menjadi penghianat Bangsa dan janganlah merusak Negeri kami, saya hanya berharap Bangsa Indonesia ini khususnya Pemerintahan sekarang mau sadar untuk mengintrospeksi diri hingga dapat mema-hami dan mengakui kesalahan-kesalahan yang telah di perbuat baik sengaja maupun tidak di sengaja. Kemudiaan berjanji dalam hatinya...masing-masing, bahwa sisa hidup mereka yang memiliki jiwa sebagai seorang Ksatria Bangsa akan digunakan untuk memberikan kesjahteraan pada rakyat bukan untuk kembali menyengsarakan rakyat!

Skenario Hidup Manusia?!

Pernahkah kita berfikiir sejenak mengenai skenario hidup...?, kalau kita sering nonton film atau sinetron, mungkin kita baru tau bahwa membuat sebuah sinetron atau film di awali dengan membuat scenario dahulu. Dan untuk membuat scenario satu episode saja itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan membuatnya pun bukan hal yang mudah. Sekarang coba kita bayangkan dan fikirkan, berapa banyak episode skenario yang telah kita lewati selama hidup kita...?, pasti banyak sekali! mulai dari kita dilahirkan hingga sedewasa ini puluhan bahkan ratusan skenario telah kita lewati, dan semua skenario itu adalah skenario yang khusus di ciptakan Allah untuk kita, dan kita tak perlu membayar sesen pun untuk pembuatannya. Seandainya setiap episode skenario tersebut kita harus membayarnya...?! coba pikir berapa milyar rupiah uang yang harus di keluarkan?.

Dan kalau kita mau melihat episode skenario ini secara luas, berapa milyar bahkan triliunan episode skenario yang Allah ciptakan untuk manusia di Dunia ini. Mulai Bumi ini di ciptakan sampai kiamat nanti, Mulai diciptakannya Adam sebagai manusia pertama sampai bayi terakhir yang akan lahir di hari kiamat nanti, semua skenario mereka itu telah di ciptakan Allah untuk umat manusia. Belum lagi skenario untuk Kota kita?!, untuk Bangsa kita?!, untuk Benua kita?! Bahkan skenario untuk Dunia pun telah di ciptakan oleh “Allah” Tuhan kita Sang pengatur skenario Alam Semesta, skenario Alam Gaib, skenario kehidupan Bintang-bintang, scenario Galaksi dan hingga seluruh Angkasa. Dan apabila kita telah merenungi semua itu, rasanya rasa syukur kita kepada Dia (ALLAH) amat sangatlah sedikit dan takakan pernah cukup, walupun itu di lakukan setiap detik seumur hidup kita. Karena begitu besar nikmat dan karunia yang di berikan Nya, tanpa kita harus bersusah payah untuk meminta kepadaNya!.

Tetapi yang paling penting dari itu semua yaitu bagaimana kita memahami skenario kehidupan ini..., kerena ada beberapa skenario penting yang harus kita pahami di dalam kehidupan ini. Skenario tersebut adalah Allah menciptakan sekenario besar dan sekenario kecil dalam hidup seorang manusia.

Apa itu skenario besar?, skenario besar yaitu skenario yang secara khusus dibuat oleh Allah untuk kita dan skenario ini mau tidak mau harus kita jalani sebagai sebuah misi besar dalam hidup kita!. Seperti mau jadi apa kita di Dunia ini? Pria atau wanita, kaya atau miskin, indah atau buruk!. Juga kapan, dimana, bagaimana kita di lahirkan, menikah, punya anak, dan mati!. Semua itu udah ada yang mengatur..., termasuk kesedihan dan kebahagiaan yang datang silih berganti. Itu semua adalah skenario besar untuk kita dan kita tidak bisa menolaknya, dan hal itu tidak akan berubah hanya karena ketidakterimaan (kekecewaan) kita terhadap kenyataan hidup yang sedang di jalani, dan inilah yang selalu disebut-sebut banyak orang sebagai “takdir” atau kata lain adalah hak Allah pada diri kita, Karena itu ini merupakan jawaban mengapa manusia harus selalu memasrahkan hidupnya kepada Allah!!!.

Kemudian yang kedua adalah skenario kecil. Apakah itu...? Skenario kecil adalah skenario dimana wilayah itu adalah hak kita sebagai seorang manusia. Skenario ini tidak terlepas dari istilah, kebaikan, keburukan, keadilan, ketidakadilan, kebenaran, kejahatan, kesalahan, hitam, putih, abu-abu yang berimplikasi pada banyak hal yang sifatnya komprehensip. Dan peranan Tuhan disini hanya melalui “Wahyu”, sisanya kita yang yang memilih dan menentukan!.

Dan dalam skenario ini juga di rasionalkan, bahwa skenario besar yang diamanatkan Tuhan akan memiliki sebuah nilai mulia disisi Nya, dengan menjalani dan membawanya pada kebaikan dan kebenaran yang sesuiai wahyu atau sebaliknya akan menjadi kerusakan dan kehinaan, dengan membawanya pada kejahatan dan keburukan. Sebab itu skenario kacil inilah yang akhirnya akan di pertanggung jawabkan oleh setiap manusia di Bumi ini di hadapan Allah nanti di akhirat.

Coba Renungi...?!.