Minggu, 26 Oktober 2008

Harga buku mahal, Tanya Kenapa?

Harga Buku Mahal, Tanya Kenapa?

Oleh: Gatot Aryo

Tingginya angka putus sekolah dan buta huruf di Negeri ini membuat rendahnya minat membaca dan menulis masyarakat kita. Padahal indikator kemajuan sebuah peradaban Bangsa adalah tingginya minat membaca dan menulis masyarakatnya.

Belum cukup dibebani dengan permasalahan di atas, Bangsa kita di sajikan sebuah kenyataan bahwa minat baca orang Indonesia sangat rendah. Bahkan bagi sebagian masyarakat, buku adalah media terakhir yang dijadikan mereka, untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.

Padahal membaca sangat bermanfaat untuk menggali pengetahuan yang lebih luas dan mendalam, merangsang imajinasi dan melatih kosentrasi. Melalui membaca buku, cakrawala ilmu kan terbuka, kebodohan dapat dibasmi, dan masyarakat kita akan menjadi masyarakat yang cerdas dan beradab.

Tapi apakah cita-cita mencerdaskan Bangsa akan terwujud ketika minat membaca masyarakat Indonesia rendah. Dan kurva itu mengalami trend penurunan saat iklim bisnis percetaan, penerbitan dan toko buku diguncang oleh naiknya harga minyak Dunia tahun 2008. Hal itu berdampak pada meningkatnya segala beban oprasional Industri Publishing, yang ujung pangkalnya harga buku di pasaran semakin mahal. Walaupun saat ini minyak Dunia cenderung turun, tetapi bukan berarti harga BBM di dalam Negeri juga turun.

Saat semua beban produksi dan pemasaran industri publishing meningkat. Mulai dari hulu seperti harga kertas, ongkos cetak, beban penerbit, ongkos distribusi. Hingga ujung sebelah hilir yaitu diskon modern bookstore yang menyekik penerbit buku. Hal tersebut, membuat sebuah sebuah buku yang menjadi gool product. Harganya menjualang tinggi diatas awan. Dampaknya, masyarakat pembaca kita yang jumlahnya masih sedikit, harus berfikir dua kali untuk membeli buku baru yang harganya meningkat sekitar 10-20 ribu dari harga standarnya.

Bagaimana ini? Siapa yang harus bertanggung jawab atas tingginya harga buku? Dimana kepedulian Pemerintah atas masalah ini? Apakah kepedulian Pemerintah sudah sampai titik, dimana Pemerintah mengambil peran untuk mengkontrol harga buku di pasaran?! Sehingga para pembaca di Indonesia terbantu untuk membeli buku baru dengan harga yang terjangkau????.

Harga buku yang mahal, minat baca yang rendah, dan daya beli masyarakat yang juga rendah, membuat cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa, bagai punguk merindukan bulan. Rakyat Indonesia semakin miskin ilmu karena tak mampu membeli buku yang harganya meroket.

Toko buku semakin merugi karena pelanggannya lari terbirit-birit ketika melihat banroll harga di balik buku. Penerbit hampir mati kehabisan nafas, karena tak sanggup menanggung beban cetak, distribusi, dan pemasaran. Percetakan pusing tujuh keliling menyaksikan harga kertas dan pajak yang terus naik tak mau turun-turun. Dan penulis semakin tidak termotivasi berkarya, karena royalti yang diterimanya terlalu kecil, karen oplah bukunya tidak terlalu bagus di pasaran.

Kalau seperti ini, bagaimana nasib pendidikan dimasa yang akan datang. Bagaimana mengatasi kebodohan masyarakat yang minat membacanya sangat rendah. Latas kapan kita akan menyaksikan Indonesia ini menjadi Bangsa yang beradab, Bangsa yang masyarakatnya memiliki minat membaca dan menulis yang tinggi?!.

Arogansi Modern Bookstore

Saat ini Dunia mengalami resesi ekonomi global, yang diawali tingginya harga komoditas pangan, kemudian disusul tingginya harga minyak Dunia, dan terakhir masalah finansial global yang membuat pasar modal di seluruh Dunia anjlok. Masalah tadi membuat mau tidak mau industri publishing pun terkena dampaknya. Mulai dari maningkatnya ongkos cetak buku, disribusi buku, pemasaran buku hingga promosinya.

Tapi kalau kita analisa dari hulu hingga hilir, dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk percetakan hingga modern bookstore. Biaya tertinggi terletak pada potongan diskon modern bookstore, yang menguasai jaringan monopoli marketing buku-buku di Indonesia.

Awalnya modern bookstore hanya minta discon 25-30% dari jasa konsinyasi buku-buku yang dititipkan penerbit. Tapi sekarang bagi anda penerbit yang baru mengeluarkan buku di bawah sepuluh judul, coba anda datang menawarkan kerja sama dengan modern bookstore sekelas Gramedia dan Gunung Agung. Pasti anda akan di mintai diskon 55-60% dari harga buku anda. Itu belum termasuk pajak 6,5% yang membuat harga buku anda semakin melambung dipasaran.

Belum syarat lain, penerbit anda harus mengeluarkan koleksi 3 judul buku baru, kalau tidak anda akan ditolak. Ditambah lagi sistem pembayaran giro, dan retur buku yang semena-mena. Dan tanpa disadari, sebenarnya modern bookstore telah membunuh penerbit-penerbit kecil yang modalnya pas-pasan. Arogansi pengusaha besar pada pengusaha kecil, hanya untuk kepetingan monopoli pasar.

Dan hanya penerbit besar yang telah menerbitkan bukunya diatas seratus buahlah, yang mendapat diskon lebih rendah dari modern bookstore, itupun hitungannya masih tinggi sekitar 36% dari harga jual buku. Lantas, bagai mana nasib penerbit yang modalnya pas-pasan? Mungkin para penerbit kecil itu hanya bisa bermimpi saja, membayangkan bukunya dipajang di modern bookstore.

Sebab, walaupun anda memaksakan untuk menitipkan buku anda di modern bookstore. Anda hanya tinggal menghitung hari saja untuk bangkrut dan merugi. Arogansi modern bookstore dalam menentukan potongan diskon (36-60%), membuat yang bisa bertahan hanya penerbit besar dengan kapital besar dan infrastuktur pendistribusian yang mapan.

Secara tersirat dan samar ada semacam konspirasi untuk membunuh secara perlahan-lahan penerbit kecil, dengan memperkecil ruang gerak mereka untuk hidup dan mengembangkan bsnisnya. Dan akhirnya Dunia penerbitan di Indonesia hanya dikuasai dan di monopoli segelintir penerbit baru, walaupun banyak brand-brand nama penerbitan baru bermunculnya tapi sesungguhnya penerbit tersebut hidup di bawah satu Imperium Kapitalisme Penerbitan Besar.

Buku adalah media paling efektif untuk menyebarkan ide-ide dan pemikiran. Media ini sangat ampuh dalam merubah pola pikir dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, juga mampu mencerahkan, mengispirasi dan mencerdaskan kehidupan Bangsa. Bayangkan apabila pasar buku di Indonesia hanya dikuasai oleh idiologi-ideologi tertentu, yang sesuai dengan karakter penerbit-penerbit besar saja?!.

Selama ini kita hanya menyalahkan harga kertas tinggi yang menyebabkan ongkos cetak naik. Tapi sebenarnya ongkos cetak buku hanya membebani sekitar15-25% harga jual buku (dengan asumsi cetak 3-5 ribu exemplar). Dan ongkos cetak bisa di akali kantitas cetak yang tinggi (minimal 3 ribu exp). Semakin tinggi jumlah cetakan maka ongkos produksi semakin murah. Berbeda dengan diskon modern bookstore, berapa pun anda menitipkan buku, diskon yang diberikan modern bookstore tidak turun. Malah terkadang modern bookstore minta tambahan discon 15% lagi untuk acara promo di momen-momen tertentu, artinya penerbit penerbit semakin dicekik oleh arogansi dan hegomoni modern bookstore.

Coba bayangkan?! Dari 100% harga jual di bookstore, 36% milik modern bookstore (spesial penerbit diatas 100 buku), 19% milik distributor buku, 20% milik percetakan, 5% untuk promosi, 10% royalti penulis, dan 10% lagi keuntungan penerbit. Penerbit yang memodali, hanya dapat keuntungan 10% kotor dari total penjualan buku, sedangkan bookstore yang dititipi buku malah minta jatah 36%. Lantas bagaimana nasib penerbit kecil (dibawah 10 judul) yang dimintai diskon 55-60% dari harga jual buku?!. Apakah ini hal ini merupakan bentuk monopoli modern bookstore yang berakibat harga buku mahal di pasaran dan membunuh penerbit-penerbit kecil.

Turunkan Harga Buku

Mahalnya harga buku di modern bookstore merupakan bencana bagi Dunia pendidikan, juga bencana bagi Bangsa ini. Sistem ekonomi kapitalis yang memberi hak seluas-luasnya untuk menentukan harganya sendiri, sesungguhnya hanya akan pemilik modal terbesar (konglomerasi penerbitan dan modern bookstore). Dimana sistem ini, membuat Pemerintah buta sosial, dan lupa bahwa Bangsa ini membutuhkan bacaan-bacaan buku yang murah dan terjangkau.

Persaingan usaha yang tidak adil dan cenderung merugikan Pengusaha kecil juga harus di tindak agar tidak terjadi monopoli yang menguntungkan segelintir pengusaha. Pemerintah juga harus memberi keringanan pajak bagi pengusaha-pengusaha kecil, untuk menggerakkan sektor rill. Modern bookstore harus menjadi tempat bagi semua penerbit (besar atau kecil) yang ingin yang ingin menjual bukunya, dengan potongan diskon yang pantas dan wajar (jangan lebih dari 30% untuk semua penerbit).

Apabila iklim investasi perbukuan di Indonesia, berjalan secara adil dan jujur. Maka harga buku dipasaran dapat ditekan sampai harga standar, yang terjangkau dibeli oleh masyarakat pembaca. Tetapi peran serta Pemerintah sangat penting disini, terutama mensubsidi harga kertas dan mengatur batas diskon yang wajar di keluarkan toko buku pada penerbit (baik penerbit besar maupun kecil).

Agar penerbit memiliki cukup keuntungan untuk menaikkan royalti penulis diatas 10%, ini penting untuk memotivasi para penulis agar produktif dalam berkarya. Dan yang terpenting harga buku di pasaran dapat di tekan seminimal mungkin, hingga masyarakat yang penghasilannya pas-pasan, dapat membeli buku dengan harga terjangkau.

Bangsa yang maju Peradabannya adalah Bangsa yang minat membaca dan menulis masyarakatnya sangat tinggi. Semua itu hanya bisa tercapai apabila harga buku di pasaran terjangkau dan iklim investasi penerbitan kondusif. Tidak terbebani ongkos cetak, dan tidak dicekik oleh diskon bookstore yang semena-mena.

Pemerintah muai dari Presiden, Menkoekuin, Mendiknas, dan Menperindag harus turun tangan agar harga buku tetap terjangkau masyarakat. Para pengusaha Modern Bookstore yang selama ini mematok diskon konsinyasi tinggi (36-60%) harus ditindak, kalau tidak mau menyadari pentingnya memberi ruang gerak pada penerbit-penerbit kecil.

Pemerintah harus berani turun tangan untuk memastikan harga buku tetap murah. Semua demi pendidikan yang murah, demi proses pencerdasan kehidupan Bangsa, juga demi masa depan rakyat Indonesia yang adil dan beradab. Jangan sampai pendidikan hanya milik orang kaya saja, sedangkan orang miskin dilarang pintar. Harga buku harus murah, karena kita tidak ingin menyaksikan Indonesia menjadi Bangsa bodoh dan biadab?!.

Penulis adalah penggiat dan aktivis Komunitas Coretan
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Ayo, Geliatkan komunitas literasi lokail?!

Ayo, Geliatkan Komunitas Literasi Lokal?!

Oleh: Gatot Aryo


Selama ini geliat komunitas literasi lokal ditingkat nasional amat sangat memprihatinkan. Ruang media nasional yang mengakomodir apresiasi karya penulis-penulis lokal sangat kecil, persaingan karya-karya yang masuk ke media nasional hampir selalu didominasi oleh penulis-penulis beken Ibukota, dari komunitas sastra yang memiliki akses media kuat dengan warna sastra yang hampir beragam baik secara idealisme maupun mainstreamnya.

Ketika hal itu bergulir terus menerus, ada kesan karya literasi Indonesia hanya di dominasi oleh komunitas literasi tertentu yang elit, bermodal besar, punya akses kuat media-media nasional, juga akses komunitas literasi internasional. Akibatnya muncul semacam dekadensi kultural dalam sastra kontemporer Indonesia. Karena ada sebuah dominasi komunitas sastra tertentu, yang secara tak sadar malah menghilangkan warna sastra lokal dengan dominasi warna sastra global.

Dari Sabang sampai Merauke Indonesia memiliki beragam kebudayaan. Dan setiap daerah memiliki tradisi literasi yang telah berkembang secara turun menurun. Tradisi inilah yang perlu dijaga oleh komunitas literasi lokal, agar tidak tidak tergerus oleh banjir literasi global, yang selama ini telah membajiri media-media nasional. Jangan hanya karena alasan trend, mainstream, hingga komersil, sebuah tradisi literasi lokal yang banyak mengajarkan moralitas dan kearifan, harus tergerus oleh literasi global yang cenderung mentuhankan kebebasan dan amoral.

Pertengaan tahaun 2007 penulis pernaha hadir dalam sebuah acara yang mengumpulkan sastrawan-sastrawan lokal dari seluruh Indonesia di Rumah Dunia, Serang Banten Bertajuk ”Ode Kampung 2”. Ada sekitar 60 komunitas sastra lokal dari Aceh hingga Lombok berkumpul, dan kebanyakan dari mereka adalah komunitas literasi lokal yang miskin perhatian media nasional.

Padahal produk literasi yang mereka hasilkan, tak kalah berkualitas baik dari segi estetik maupun filosofis. Karena itu amat sangatlah penting komunitas literasi lokal, menciptakan media alternaltif sendiri untuk mempublikasikan karya-karya di tingkat lokal. Atau media-media nasional harus mulai awarness, pentingnya memberi ruang publikasi bagi apresiasi karya literasi lokal. Penggiat komunitas literasi lokal harus produktif berkarya, untuk terus menyemarakkan kembali literasi nasional dengan warna lokal. Agar dominasi literasi lokal ditingkat nasional lebih kuat di bandingkan karya-karya literasi bernuansa mainstream global.


Kebangkitan Penulis Lokal

Komunitas literasi ditingkat lokal harus berperan aktiif, untuk menggeliatkan minat masyarakat lokal, untuk membaca dan menulis karya literasi yang megispirasi, menggambarkan dan menyuarakan nilai-nilai tradisi lokal. Komunitas lokal harus yang menjadi pionir perubahan bagi penulis-penulis lokal agar mampu menyemarakkan karya-karya ditingkat nasional.

Negeri ini masih sangat mendambakan penulis-penulis kaliber Umar Kayam yang mampu menggambarkan realitas masyarakat Indonesia ditingkat nasional. Atau penulis fiksi sejarah sehebat Pramudya Ananta Noer yang begitu dalam menceritakan masalah sosial di tingkat lokal dengan segala bentuk kompleksitasnya. Atau juga asal Bangka Belitung yang novelnya sedang populer. Andrei Hirata, dengan novel berjudul Laskar Pelangi, ia bercerita tentang kisah anak-anak misin di Belitung yang berjuang keras untuk pendidikannya. Selain masalah sosial yang ia alami, Andrei juga berhasil menggambarkan realiatas kehidupan masyarakat Belitung.

Ini membuktikan karya literasi lokal, bukan karya kacangan, tak bermutu, amoral, kolot, apalagi tidak komersil. Buktinya karya literasi lokal ala bangka Belitung tersebut mampu menjadi novel yang paling laris di pasaran, hingga cerita novel tersebut diangkat ke layar lebar pun, filmnya laris di pasaran.

Indonesia masih membutuhkan banyak sekali, karya-karya penulis lokal yang mampu menembus pasar nasional bahkan internasional. Penulis yang dari daerah yang mampu mengangkat nilai-nilai lokal yang arif dan bermoral, menyuarakan persoalan-persoalan sosial di tingkat lokal yang selama ini tak terjamah, juga mampu mempromosikan tradisi literasi literasi lokal agar tetap lestari, dan mampu bersaing dengan dengan karya-karya bernuansa literasi global.

Disini peran komunitas literasi lokal sangat penting, untuk membangkitkan motivasi penulis-penulis lokal untuk berkarya ditingkat nasional. Hingga komunitas literasi lokal mampu menghasilkan warisan literatur sejarah karya penulis lokal yang mampu menggambarkan kondisi sosial budaya lokal di Zamannya. Literatur tersebut bisa menjadi dokumentasi sejarah, yang nilai-nilai filosofi didalamnya dapat bermanfaat bagi generasi muda di masa yang akan datang.

Memajukan Peradaban Dengan Menulis

Indikator kemajuan peradaban ada empat. Pertama, kemampuan mendengar. Kedua, kemampuan bicara. Ketiga, kemampuan membaca. Keempat, kemampuan menulis. Artinya menulis adalah kemampuan tertinggi yang menentukan kemajauan sebuah bangsa dengan peradabannya. Semakin tinggi minat membaca dan menulis sebuah Bangsa, maka semakin tinggi pula tingkat kemajuan peradabannya.

Peranan komunitas literasi lokal, dalam memajukan peradaban ditingkat lokal sangat fundamental. Kalau minat membaca masyarakat lokal tinggi, maka otomatis dampaknya ditingkat nasional akan terasa. Gerakan komunitas literasi ditingkat lokal akan mendorong selangkah lebih maju peradaban sebuah Bangsa. Bangsa yang memiliki peradaban tinggi adalah Bangsa yang minat membaca dan menulis masyarakatnya tinggi, artinya kemajuan komunitas literasi lokal memiliki hubungan linier dengan kemajuan peradaban Bangsa.

Bangsa Indonesia saat ini, harus mulai memfokuskan dan mengembagkan diri pada ekonomi berbasis kreatifitas. Sebab sumber daya alam bisa habis, tapi ide kreatif tak akan pernah habis selama manusia tetap berkarya. Dan media literasi, adalah salah satu media paling efektif untuk mengembangkan industri kreatif.

Kalau Bangsa ini dapat menghasilkan karya-karya kreatif yang memiliki nilai estetika dan filosofis, lalu karya tersebut dapat di nikmati oleh segenap Bangsa ini, bahkan mungkin merambah ke wilayah Internasional. Bukankah hal ini dapat memajukan perekonomian Bangsa.

Dan harapan dan mimpi tersebut dapat direalisasikan, kalau seluruh elemen Bangsa ini mulai menggeliatkan kembali komunitas literasi loakal. Semuanya demi kemajuan karya literasi lokal di tingkat nasional, membangkitkan kejayaan para penulis lokal, juga memajukan Peradaban Bangsa Indonesia.(MERDEKA!!!)

Penulis adalah penggiat dan aktivis Komunitas Coretan
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Antek2 Industri Pornografi, untuk kebebasan Destruktif!

Antek-Antek Industri Pornografi, Untuk Kebebasan Destruktif!

Oleh: Gatot Aryo

Kebebasan telanjang diruang-ruang publik, seperti media cetak, elektronik, bahkan klab-klab malam, telah di bela habis-habisan oleh sekelompok orang yang berfikiran pendek, destruktif bahkan terjangkit paranoidsme Islam. Saudara-saudara kita yang selama ini terexploitasi tubuhnya oleh kapitalisme industri pornografi, dan menjadi korban demi secuil rupiah, dan terpaksa menjual moralitas dan keyakinan beragamanya seolah-olah tak dipertimbangkan untuk perlunya sebuah UU Pornografi.

Atas nama keafifan lokal dan tradisi kedaerahan, kelompok tersebut memaksa industri pornografi diterima keberadaannya tanpa memikirkan kerusakan moral dan prilaku anak Bangsa yag berada di ujung tanduk. Tanpa kesadaran akan bahayanya pornografi, kelompok yang miskin moral ini seenaknya mendukung pornografi tanpa berfikir seandainya saudara perempuan mereka, terjebak dalam perangkap industri pornografi. Dan tubuh saudara perempuan mereka itu di telanjangi dan di pajang di ruang-ruang publik. Semata-mata untuk menarik perhatian jutaan mata makhluk pemburu selangkangan, yang ingin memuaskan birahi nafsunya di hadapan produk-produk pornografi tersebut.

Sebagian masyarakat tidak habis bertanya pada laskar industri pornografi, untuk apa menolak RUU Pornografi, kalau UU tersebut menyemangati sebuah perubahan positif bagi masyarakat Indonesia. Apa untungnya menolak RUU Pornografi ini kalau exploitasi sexualitas dapat di cegah dengan RUU ini.

Penyebaran produk-produk industri pornografi yang merusak mental rakyat harus di hentikan, dan UU Pornografi adalah payung hukum itu semua. Bukan kah baik kalau kalau Masyarakat Papua dan Bali yang memiliki tradisi dan adat istiadat, dikelola sesuai kebutuhan dan kapasitasnya tanpa harus terexploitasi industri pornografi.

Tradisi sebuah masyarakat senantiasa bergerak secara dinamis dan tidak statis. Sebuah tradisi telanjang dalam komunitas budaya tertentu adalah produk kreativias individu-individu masyarakat yang perlu dikoreksi, semata-mata agar tradisi tersebut bermetamorfosis menjadi lebih beradab.

Melaui tradisi yang progresif dan konstrukif, masyarakat budaya tetap bisa berkreasi menghasilan produk-produk kreatif yang bermartabat. Karena tradisi yang ditunggangi pornografi industri, tak akan menjadi produk budaya yang dapat membawa Indoneisia menjadi Bangsa yang bermartabat di Dunia. Justru sebaliknya, tradisi tersebut dapat mencoreng wajah Bangsa ini.
Justifikasi Industri Pornografi

Pembatasan kreatifitas yang mengarah pada industri pornografi, sama sekali tidak akan mematikan semangat dan kreativitas berkarya. Justru sebaliknya malah semakin menghidupkan kreatifitas berkarya agar lebih bermakna bagi umat manusia. Karena karya cipta akan di fokuskan dan dimaksimalkan pada karya-karya yang positif, bukan karya-karya yang liar dan membabi buta. Agar generasi di masa yang akan datang lebih menghargai warisan leluhurnya, bukan kesan yang beraromamakian dan rasa malu karena selera leluhur mereka sangat rendah dan amoral.

Kebebasan indutri pornografi harus di batasi oleh pembatasan konstruktif aturan undang-undang. Untuk mengurangi expolitasi sexualitas dalam kerangka moral, dan nilai-nilai positif yang diakui semua agama diseluruh Dunia. Bahkan di Negara yang paling Liberal sekalipun pembatasan pada industri pornografi itu ada undang-undangnya.

Kemudian apakah pembatasan pornografi akan menciptakan disintegrasi Bangsa. Karena beberapa propinsi seperti Bali dan Yogya telah jelas-jelas menolak, dengan alasan tradisi di wilayah mereka masih berbau Porno. Dan budaya pornografi mereka laku di jual dalam Parawisata. Setau penulis, faktor yag banyak menyebabkan disitegrasi Bangsa adalah faktor ekonomi dan keamanan.

Pemikiran yang terlalu dangkal apabila pornografi menjadi akar disintegrasi sebuah Bangsa, justru kalau RUU ini tak di sahkan peluang disintegrasi lebih besar. Karena dari 34 propinsi di Indonesia hanya 4 propinsi yang menolak, artinya ada 30 propinsi yang menerima. Coba anda bayangkan apa yang akan dilakukan 30 wilayah tersebut kalau UU pornografi tak disahkan?!.

Hal lain soal diskriminasi Gender, ada kelompok yang berpendapat bahwa permpuan hanya dijadikan objek bukan subjek dalam UU ini. Dari pasal-pasal yang saya baca justru perempuan malah dijadikan subjek yang di lindungi dari exploitasi industri pornografi. Justru yang menjadikan perempuan sebagai objek selama ini adalah Industri Pornografi, harusnya para aktivis perempuan tersebut mempersoalkan masalah gender ini pada industri-industri pornografi di Negeri ini.

Bukankah bagus apabila seorang perempuan dilarang melakukan sesuatu yang akan merusak dirinya. Jangan sampai karena kebutuhan secuil materi, seorang perempuan terpaksa merelakan tubuhnya di pajang tidak secara pantas diruang-ruang publik.

UU Pornografi ini memang bentuk intervensi Negara pada urusan privat, dan tidak ada hal yang salah dengan ini. Karena dalam KUHP sendiri ada Hukum Perdata, aturan yang mengatur urusan privat warga negaranya. Hukum Perdata adalah bentuk intervensi Negara pada rakyatnya, dan itu sah-sah saja. Kalau anda kecopetan, di aniaya, atau di perkosa di jalanan, apakah anda tidak akan melapor ke polisi dan menganggap itu urusan privat. Kalau anda menolak UU Pornografi karena hal itu adalah bentuk intervensi Negara pada urusan Privat, saran saya anda terlebih dahulu berdemo untuk peghapusan Hukum Perdata di Negeri ini.

Terakhir apakah UU Pornografi ini merupakan bentuk pemaksaan nilai kepercayaan agama tertentu dalam aturan Negara. UU tersebut dianaggap bentuk Syariahisasi Budaya terhadap kultur masyarakat Indonesia yang prulal.

Pertanyaannya apa yang salah dengan Syariat Islam?!. Apakah nilai-nilai Syariat Islam bagitu menakutkan sehingga dapat merusak moral Bangsa. Kalau memang seperti itu, penulis adalah orang pertama yang akan melawan. Syariah Islam memang menyemangati nilai-nilai anti pornografi, tapi bukan semata-mata syariah Islam saja yang anti pornografi. Hampir sebagian besar agama di Dunia ini juga menolak Pornografi.

Apakah menurut anda Pornografi tidak merusak Bangsa?, silahkan anda melakukan kajian dan penelitian soal ini. Data terbaru dari Komnas Anak, 62,7% siswi SMP di Indonesia terindikaskan tidak perawan. Dan penyebab utamanya adalah karena mereka sering mengkonsumsi produk-produk Pornografi.

Produk pornogarafi dapat menyebabkan orang melakukan Sex Bebas, terutama anak muda. Dan hal ini dapat menyebabkan penyebaran Virus HIV AIDS, meningkatkan angka Aborsi, dan merusak masa depan generasi muda. Dari kajian Kriminologi, mengkonsumsi produk Pornografi dapat menyebabkan seeorang melakukan pemerkosaan. Kalau dampak negatifnya sangat berbahaya, kenapa kita masih menolak RUU Pornografi.

Jadi apakah Syariat Islam salah, kalau menyemangati penolakan pada produk-produk Industri Pornografi yang banyak menyebar luas di masyarakat. Apakah masalah sebenarnya adalah virus Islamphobia yang menjangkit hati dan pikiran kita. Coba kita sedikit berfikir jernih, dan mengkaji masalah ini tanpa sentimen negatif pada ajaran agama tertentu. Dan melihat persoalan ini secara arif dan bijak.

Kebebasan Destruktif

Segala macam produk industri pornografi, mulai dari Film, CD, DVD, Majalah, Buku, koran, Syair, Suara, lukisan, sketsa, patung yang merangsang hasrat sexual, dan melanggar nilai-nilai asusila harus di hentikan. Kita arus menyadari bawa hal tersebut dapat merusak moraliatas Bangsa. Jangan hanya karena komersialisasi pornografi, moralitas Bangsa digadaikan untuk pundi-pundi uang receh yang tidak seberapa.

Industri Pornografi perlu di batasi untuk menghidari dampak negatif yang lebih luas, dan akan merugikan Bangsa di masa yang akan datang. Generasi muda kita jangan dijadikan korban kebebabasan destruktif industri pornografi yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek.

Indonesia adalah Negara ketiga terbesar di dunia yang mengkonsumsi produk-produk Pornografi. Ini sebuah bukti bahwa Bangsa Indonesia dalam bahaya. Tak ada obat lain dari kebebasan destruktif (Pornografi Industri) selain Pembatasan konstruktif (UU Pornografi), hal ini perlu di lakukan untuk membentengi Bangsa ini dari kerusakan moral. Dan hal ini membutuhkan pemahaman dan kesadaran dari semua elemen-elemen Bangsa.

Penulis adalah pengamat muda PSTD
(Prisma Study Trans Dimension)
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Komersialisasi Pemimpin Muda?!

Komersialisasi Pemimpin Muda?!
Oleh: Gatot Aryo


Bangsa Indonesia saat ini memiliki 16000 politisi yang mengisi lembaga Legisatif baik di tingkat nasional maupun Lokal. Kita juga memiliki 460 Bupati dan Walikota yang bercokol di pelosok daerah dari Sabang sampai Merauke. Tapi dari dari ribuan pejabat publik yang menduduki kursi empuk itu, sangat sedikit sekali dari mereka yang benar-benar bekerja keras untuk mensejahterakan rakyat. Malah kerja keras yang terlihat adalah kesibukan kerja untuk mensejahterakan diri sendiri dengan memanfaatkan fasilitas Negara, kalau perlu sampai menyelewengkannya.

Politisi di Negeri ini terlalu banyak yang korups, sampai-sampai KPK dibikin pusing tujuh keliling, karena laporan yang mereka terima tak sebanding dengan kemampuan dalam menangani. Ditengah kerusakan sistem Bangsa akibat prilaku tikus-tikus koruptor yang tak bertanggung jawab. Bangsa ini sesungguhnya sedang haus Pemimpin-pemimpin muda yang bersih, konsisten dan bertanggung jawab.

Kebutuhan tersebut membuat publik berlomba-lomba mencari, merekomendasikan, hingga mencalonkan diri sebagai Pemimpin muda yang revolusioner. Tapi saat media memajangkan figur-figur muda di etalase ranah publik, mucul keraguan kembali apakah figur muda yang minim pengalaman, minim prestasi, dan dukungan massa yang luas ini mampu bergenerasi menjadi Pemimpin-Pemimpin muda baru yang mampu membawa perubahan positif bagi Bangsa.

Peluang Bisnis

Bagi media televisi, kebutuhan akan Pemimpin muda ini membuka peluang bisnis baru, untuk mengemas sebuah program acara televisi yang dapat menjaring, mengkader, dan menguji para Pemimpin muda di hadapan publik, apakah layak calon Pemimpin Bangsa tersebut menjadi the next leader di masa yang akan datang. Sebuah niat yang baik dengan tujuan yang amat sangat mulia, walaupun disisi lain publik juga kembali bertanya. Apakah mungkin sebuah program komersil televisi yang amat sangat mendewakan rating, mampu menghasilkan Pemimpin muda revolusioner, sekaliber Founding Father Bangsa ini.

Soekarno-Hatta menjadi Pemimpin muda revolusioner, karena mereka berjuang dari akar rumput. Membumi di masyarakat, hidup dalam gejolak perang dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa. Bahkan saat mereka berjuang, sama sekali tak berfikir untuk menghianati amanat rakyat dengan mengkorupsi uang rakyat.

Sekarang, apakah mugkin sebuah program komersial televisi, dapat memunculkan Pemimpin-pemimpin muda revolusioner seperti para Founding Father Bangsa ini. Jangan sampai, yang muncul nanti hanya Pemimpin muda instan, yang memanfaatkan publikasi media sebagai ajang mencari popularitas. Akhirnya yang muncul adalah Pemimpin muda oportunis, sekedar membangun merek dagang (Brand Image) ketokohan pribadi, untuk di jual di pasar komoditas Bursa Saham Perpolitikan Bangsa ini.

Pemimpin muda karbitan seperti itu, hanya akan menjadi Brutus di tengah kemelut keterpurukan Dunia politik di Negeri ini. Harapan akan Pemimpin muda yang bersih, berprestasi, dan revolusioner ditengah krisis kepemimpinan Bangsa. Malah menjadi regenerasi Pemimpin-Pemimpin muda karbitan, yang prilakunya busuk persis seperti politisi koups saat ini. Kalau itu yang terjadi, kita hanya menghasilkan prilaku busuk lama dengan wajah yang berbeda. Istilahnya ”Lagu Lama, Aransemen Baru”.

Media massa adalah sarana yang efektive untuk membangun brand image ketokohan seorang figur Pemimpin muda, akan tetepi sangat menyedihkan kalau Bangsa ini menilih figur-figur Pemimpin muda hanya karena faktor selebritas, popularitas, hingga kemolekan fisik. Bukan karena prestasi, visioner, konsistensi, kejujuran, dan kebersihan figur tokoh muda .

Program televisi yang mengkomersilkan Pemimpin muda, jangan sampai menjadi Indonesia Idol versi Politik. Sebab program kepemimpinan instan seperti itu hanya akan menjiwai asap kepemimpinan muda yang hanya menyentuh nilai-nilai romantismenya saja. Tetapi justru lari menjauh dari api yang membakar para Pemimpin muda masa lalu. Karena esensi kepemimpinan tidak akan muncul dari proses instan yang minimalis, tetapi harus melalui proses alamiah dari bawah, yang merupakan perjuangan suci tanpa ambisi.

Program komersialisasi Pemimpin muda, merupakan peluang bisnis baru dalam menjadikan program entertimen yang mengedukasi para penonton TV. Dan program TV apapun sangat bergantung dengan sesuatu yang di sebut rating, rating yang membuat pengelola program TV sering mengesampingkan aspek idealisme demi sesuatu yang di sebut komersil.

Walaupun begiu, tetap ada sisi positif dari program pemimpininstan ala Idol ini. Yaitu program ini, dapat merangsang generasi muda untuk tampil di areal publik, untuk membuktika kualitas diri. Memberi kesempatan anak muda tampil, karena selama ini mereka selalau di monopoli oleh figur-figur tua yang banyak duit dan berpengaruh saja. Mudah-mudahan rangsangan ini dapat memicu keberanian Pemimpin muda, terutama dari daerah yag miskin kesempatan, kekurangan modal, tetapi dia memiliki leadership yang membumi.

Pemimpin Oportunis

Seorang pemimpin sejati adalah Pemimpin yang tampil melalui proses seleksi alamiah bukan proses instan. Pemimpin yang menginspirasi banyak orang, memberikan harapan perubahan yang lebih baik, menjadikan kesusahan rakyat sebagai kesusahan dirinya, maslah rakyat sebagai masalah dirinya. Bukan Pemimpin yang memanfaatkan kepopuleran dirinya, untuk sekedar mencari kekayan dan jabatan publik semata.

Pemimpin muda bukan brutus gaya baru, yang menjadi bajing loncat di tengah-tengah kekisruhan Bangsa. Oportunis, sekedar mencari keuntungan pribadi diatas kesengsaraan rakyat. Mengexploitasi kemiskinan dan penderitaan rakyat sebagai alat membangun citra pribadi yang peduli, padahal dia sedikit banyak terlibat dalam kubangan lumpur polemik politik dan korupsi masa lalu.

Tapi regenerasi kepemimpinan muda tidak dapat juga di setting apalagi di monopoli. Kaderisasi kepemimpinan muda tak harus muncul dalam sistem pelatihan yang ketat, terstuktur, apalagi termonopoli idelisme tertentu. Regenerasi pemimpin muda, mungkin saja muncul melalui proses alamiah, yang dinamis, tanpa harus di monopoli idealisme tertentu.

Sebab walau bagaimanapun, kita takkan bisa memonopoli takdir Tuhan. Diatas langi masih ada langit, sehebat apapun konspirasi Manusia tak akan mampu mengalahkan konspirasi Tuhan. Manusia boleh saja berusaha, tapi pada akhirnya tetap Allah yang menentukan. Biarkanlah reenerasi Pemimpin muda di Indonesia terjadi melalui proses seleksi alam, bukan memonopoli takdir apalagi untuk kepentingan kelompok tertentu yang memiliki basis idelisme tertentu.

Bangsa ini memang sangat haus oleh figur-figur alternative Pemimpin dari kaum muda. Tetapi Pemimpin muda seperti apa yang dibutuhkan Bangsa ini. Yang pasti bukan Pemimpin muda karbitan, tak bermoral, memiliki polemik politik masa lalu, memiliki utang pada dinasti orde baru maupun orde reformasi, terlibat kasus hukum apalagi kasus korupsi.

Bangsa ini membutuhkan Pemimpin muda yang membela kaum termarjinalkan, penuh cinta, dan dapat menjadi oase penyejuk di tengah padang pasir kegersangan Bangsa. Akankah figur seperti itu ada, kita kembalikan itu semua pada diri kita, dan Sang Penentu Takdir?!.

gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com