Minggu, 26 Oktober 2008

Harga buku mahal, Tanya Kenapa?

Harga Buku Mahal, Tanya Kenapa?

Oleh: Gatot Aryo

Tingginya angka putus sekolah dan buta huruf di Negeri ini membuat rendahnya minat membaca dan menulis masyarakat kita. Padahal indikator kemajuan sebuah peradaban Bangsa adalah tingginya minat membaca dan menulis masyarakatnya.

Belum cukup dibebani dengan permasalahan di atas, Bangsa kita di sajikan sebuah kenyataan bahwa minat baca orang Indonesia sangat rendah. Bahkan bagi sebagian masyarakat, buku adalah media terakhir yang dijadikan mereka, untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.

Padahal membaca sangat bermanfaat untuk menggali pengetahuan yang lebih luas dan mendalam, merangsang imajinasi dan melatih kosentrasi. Melalui membaca buku, cakrawala ilmu kan terbuka, kebodohan dapat dibasmi, dan masyarakat kita akan menjadi masyarakat yang cerdas dan beradab.

Tapi apakah cita-cita mencerdaskan Bangsa akan terwujud ketika minat membaca masyarakat Indonesia rendah. Dan kurva itu mengalami trend penurunan saat iklim bisnis percetaan, penerbitan dan toko buku diguncang oleh naiknya harga minyak Dunia tahun 2008. Hal itu berdampak pada meningkatnya segala beban oprasional Industri Publishing, yang ujung pangkalnya harga buku di pasaran semakin mahal. Walaupun saat ini minyak Dunia cenderung turun, tetapi bukan berarti harga BBM di dalam Negeri juga turun.

Saat semua beban produksi dan pemasaran industri publishing meningkat. Mulai dari hulu seperti harga kertas, ongkos cetak, beban penerbit, ongkos distribusi. Hingga ujung sebelah hilir yaitu diskon modern bookstore yang menyekik penerbit buku. Hal tersebut, membuat sebuah sebuah buku yang menjadi gool product. Harganya menjualang tinggi diatas awan. Dampaknya, masyarakat pembaca kita yang jumlahnya masih sedikit, harus berfikir dua kali untuk membeli buku baru yang harganya meningkat sekitar 10-20 ribu dari harga standarnya.

Bagaimana ini? Siapa yang harus bertanggung jawab atas tingginya harga buku? Dimana kepedulian Pemerintah atas masalah ini? Apakah kepedulian Pemerintah sudah sampai titik, dimana Pemerintah mengambil peran untuk mengkontrol harga buku di pasaran?! Sehingga para pembaca di Indonesia terbantu untuk membeli buku baru dengan harga yang terjangkau????.

Harga buku yang mahal, minat baca yang rendah, dan daya beli masyarakat yang juga rendah, membuat cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa, bagai punguk merindukan bulan. Rakyat Indonesia semakin miskin ilmu karena tak mampu membeli buku yang harganya meroket.

Toko buku semakin merugi karena pelanggannya lari terbirit-birit ketika melihat banroll harga di balik buku. Penerbit hampir mati kehabisan nafas, karena tak sanggup menanggung beban cetak, distribusi, dan pemasaran. Percetakan pusing tujuh keliling menyaksikan harga kertas dan pajak yang terus naik tak mau turun-turun. Dan penulis semakin tidak termotivasi berkarya, karena royalti yang diterimanya terlalu kecil, karen oplah bukunya tidak terlalu bagus di pasaran.

Kalau seperti ini, bagaimana nasib pendidikan dimasa yang akan datang. Bagaimana mengatasi kebodohan masyarakat yang minat membacanya sangat rendah. Latas kapan kita akan menyaksikan Indonesia ini menjadi Bangsa yang beradab, Bangsa yang masyarakatnya memiliki minat membaca dan menulis yang tinggi?!.

Arogansi Modern Bookstore

Saat ini Dunia mengalami resesi ekonomi global, yang diawali tingginya harga komoditas pangan, kemudian disusul tingginya harga minyak Dunia, dan terakhir masalah finansial global yang membuat pasar modal di seluruh Dunia anjlok. Masalah tadi membuat mau tidak mau industri publishing pun terkena dampaknya. Mulai dari maningkatnya ongkos cetak buku, disribusi buku, pemasaran buku hingga promosinya.

Tapi kalau kita analisa dari hulu hingga hilir, dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk percetakan hingga modern bookstore. Biaya tertinggi terletak pada potongan diskon modern bookstore, yang menguasai jaringan monopoli marketing buku-buku di Indonesia.

Awalnya modern bookstore hanya minta discon 25-30% dari jasa konsinyasi buku-buku yang dititipkan penerbit. Tapi sekarang bagi anda penerbit yang baru mengeluarkan buku di bawah sepuluh judul, coba anda datang menawarkan kerja sama dengan modern bookstore sekelas Gramedia dan Gunung Agung. Pasti anda akan di mintai diskon 55-60% dari harga buku anda. Itu belum termasuk pajak 6,5% yang membuat harga buku anda semakin melambung dipasaran.

Belum syarat lain, penerbit anda harus mengeluarkan koleksi 3 judul buku baru, kalau tidak anda akan ditolak. Ditambah lagi sistem pembayaran giro, dan retur buku yang semena-mena. Dan tanpa disadari, sebenarnya modern bookstore telah membunuh penerbit-penerbit kecil yang modalnya pas-pasan. Arogansi pengusaha besar pada pengusaha kecil, hanya untuk kepetingan monopoli pasar.

Dan hanya penerbit besar yang telah menerbitkan bukunya diatas seratus buahlah, yang mendapat diskon lebih rendah dari modern bookstore, itupun hitungannya masih tinggi sekitar 36% dari harga jual buku. Lantas, bagai mana nasib penerbit yang modalnya pas-pasan? Mungkin para penerbit kecil itu hanya bisa bermimpi saja, membayangkan bukunya dipajang di modern bookstore.

Sebab, walaupun anda memaksakan untuk menitipkan buku anda di modern bookstore. Anda hanya tinggal menghitung hari saja untuk bangkrut dan merugi. Arogansi modern bookstore dalam menentukan potongan diskon (36-60%), membuat yang bisa bertahan hanya penerbit besar dengan kapital besar dan infrastuktur pendistribusian yang mapan.

Secara tersirat dan samar ada semacam konspirasi untuk membunuh secara perlahan-lahan penerbit kecil, dengan memperkecil ruang gerak mereka untuk hidup dan mengembangkan bsnisnya. Dan akhirnya Dunia penerbitan di Indonesia hanya dikuasai dan di monopoli segelintir penerbit baru, walaupun banyak brand-brand nama penerbitan baru bermunculnya tapi sesungguhnya penerbit tersebut hidup di bawah satu Imperium Kapitalisme Penerbitan Besar.

Buku adalah media paling efektif untuk menyebarkan ide-ide dan pemikiran. Media ini sangat ampuh dalam merubah pola pikir dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, juga mampu mencerahkan, mengispirasi dan mencerdaskan kehidupan Bangsa. Bayangkan apabila pasar buku di Indonesia hanya dikuasai oleh idiologi-ideologi tertentu, yang sesuai dengan karakter penerbit-penerbit besar saja?!.

Selama ini kita hanya menyalahkan harga kertas tinggi yang menyebabkan ongkos cetak naik. Tapi sebenarnya ongkos cetak buku hanya membebani sekitar15-25% harga jual buku (dengan asumsi cetak 3-5 ribu exemplar). Dan ongkos cetak bisa di akali kantitas cetak yang tinggi (minimal 3 ribu exp). Semakin tinggi jumlah cetakan maka ongkos produksi semakin murah. Berbeda dengan diskon modern bookstore, berapa pun anda menitipkan buku, diskon yang diberikan modern bookstore tidak turun. Malah terkadang modern bookstore minta tambahan discon 15% lagi untuk acara promo di momen-momen tertentu, artinya penerbit penerbit semakin dicekik oleh arogansi dan hegomoni modern bookstore.

Coba bayangkan?! Dari 100% harga jual di bookstore, 36% milik modern bookstore (spesial penerbit diatas 100 buku), 19% milik distributor buku, 20% milik percetakan, 5% untuk promosi, 10% royalti penulis, dan 10% lagi keuntungan penerbit. Penerbit yang memodali, hanya dapat keuntungan 10% kotor dari total penjualan buku, sedangkan bookstore yang dititipi buku malah minta jatah 36%. Lantas bagaimana nasib penerbit kecil (dibawah 10 judul) yang dimintai diskon 55-60% dari harga jual buku?!. Apakah ini hal ini merupakan bentuk monopoli modern bookstore yang berakibat harga buku mahal di pasaran dan membunuh penerbit-penerbit kecil.

Turunkan Harga Buku

Mahalnya harga buku di modern bookstore merupakan bencana bagi Dunia pendidikan, juga bencana bagi Bangsa ini. Sistem ekonomi kapitalis yang memberi hak seluas-luasnya untuk menentukan harganya sendiri, sesungguhnya hanya akan pemilik modal terbesar (konglomerasi penerbitan dan modern bookstore). Dimana sistem ini, membuat Pemerintah buta sosial, dan lupa bahwa Bangsa ini membutuhkan bacaan-bacaan buku yang murah dan terjangkau.

Persaingan usaha yang tidak adil dan cenderung merugikan Pengusaha kecil juga harus di tindak agar tidak terjadi monopoli yang menguntungkan segelintir pengusaha. Pemerintah juga harus memberi keringanan pajak bagi pengusaha-pengusaha kecil, untuk menggerakkan sektor rill. Modern bookstore harus menjadi tempat bagi semua penerbit (besar atau kecil) yang ingin yang ingin menjual bukunya, dengan potongan diskon yang pantas dan wajar (jangan lebih dari 30% untuk semua penerbit).

Apabila iklim investasi perbukuan di Indonesia, berjalan secara adil dan jujur. Maka harga buku dipasaran dapat ditekan sampai harga standar, yang terjangkau dibeli oleh masyarakat pembaca. Tetapi peran serta Pemerintah sangat penting disini, terutama mensubsidi harga kertas dan mengatur batas diskon yang wajar di keluarkan toko buku pada penerbit (baik penerbit besar maupun kecil).

Agar penerbit memiliki cukup keuntungan untuk menaikkan royalti penulis diatas 10%, ini penting untuk memotivasi para penulis agar produktif dalam berkarya. Dan yang terpenting harga buku di pasaran dapat di tekan seminimal mungkin, hingga masyarakat yang penghasilannya pas-pasan, dapat membeli buku dengan harga terjangkau.

Bangsa yang maju Peradabannya adalah Bangsa yang minat membaca dan menulis masyarakatnya sangat tinggi. Semua itu hanya bisa tercapai apabila harga buku di pasaran terjangkau dan iklim investasi penerbitan kondusif. Tidak terbebani ongkos cetak, dan tidak dicekik oleh diskon bookstore yang semena-mena.

Pemerintah muai dari Presiden, Menkoekuin, Mendiknas, dan Menperindag harus turun tangan agar harga buku tetap terjangkau masyarakat. Para pengusaha Modern Bookstore yang selama ini mematok diskon konsinyasi tinggi (36-60%) harus ditindak, kalau tidak mau menyadari pentingnya memberi ruang gerak pada penerbit-penerbit kecil.

Pemerintah harus berani turun tangan untuk memastikan harga buku tetap murah. Semua demi pendidikan yang murah, demi proses pencerdasan kehidupan Bangsa, juga demi masa depan rakyat Indonesia yang adil dan beradab. Jangan sampai pendidikan hanya milik orang kaya saja, sedangkan orang miskin dilarang pintar. Harga buku harus murah, karena kita tidak ingin menyaksikan Indonesia menjadi Bangsa bodoh dan biadab?!.

Penulis adalah penggiat dan aktivis Komunitas Coretan
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Ayo, Geliatkan komunitas literasi lokail?!

Ayo, Geliatkan Komunitas Literasi Lokal?!

Oleh: Gatot Aryo


Selama ini geliat komunitas literasi lokal ditingkat nasional amat sangat memprihatinkan. Ruang media nasional yang mengakomodir apresiasi karya penulis-penulis lokal sangat kecil, persaingan karya-karya yang masuk ke media nasional hampir selalu didominasi oleh penulis-penulis beken Ibukota, dari komunitas sastra yang memiliki akses media kuat dengan warna sastra yang hampir beragam baik secara idealisme maupun mainstreamnya.

Ketika hal itu bergulir terus menerus, ada kesan karya literasi Indonesia hanya di dominasi oleh komunitas literasi tertentu yang elit, bermodal besar, punya akses kuat media-media nasional, juga akses komunitas literasi internasional. Akibatnya muncul semacam dekadensi kultural dalam sastra kontemporer Indonesia. Karena ada sebuah dominasi komunitas sastra tertentu, yang secara tak sadar malah menghilangkan warna sastra lokal dengan dominasi warna sastra global.

Dari Sabang sampai Merauke Indonesia memiliki beragam kebudayaan. Dan setiap daerah memiliki tradisi literasi yang telah berkembang secara turun menurun. Tradisi inilah yang perlu dijaga oleh komunitas literasi lokal, agar tidak tidak tergerus oleh banjir literasi global, yang selama ini telah membajiri media-media nasional. Jangan hanya karena alasan trend, mainstream, hingga komersil, sebuah tradisi literasi lokal yang banyak mengajarkan moralitas dan kearifan, harus tergerus oleh literasi global yang cenderung mentuhankan kebebasan dan amoral.

Pertengaan tahaun 2007 penulis pernaha hadir dalam sebuah acara yang mengumpulkan sastrawan-sastrawan lokal dari seluruh Indonesia di Rumah Dunia, Serang Banten Bertajuk ”Ode Kampung 2”. Ada sekitar 60 komunitas sastra lokal dari Aceh hingga Lombok berkumpul, dan kebanyakan dari mereka adalah komunitas literasi lokal yang miskin perhatian media nasional.

Padahal produk literasi yang mereka hasilkan, tak kalah berkualitas baik dari segi estetik maupun filosofis. Karena itu amat sangatlah penting komunitas literasi lokal, menciptakan media alternaltif sendiri untuk mempublikasikan karya-karya di tingkat lokal. Atau media-media nasional harus mulai awarness, pentingnya memberi ruang publikasi bagi apresiasi karya literasi lokal. Penggiat komunitas literasi lokal harus produktif berkarya, untuk terus menyemarakkan kembali literasi nasional dengan warna lokal. Agar dominasi literasi lokal ditingkat nasional lebih kuat di bandingkan karya-karya literasi bernuansa mainstream global.


Kebangkitan Penulis Lokal

Komunitas literasi ditingkat lokal harus berperan aktiif, untuk menggeliatkan minat masyarakat lokal, untuk membaca dan menulis karya literasi yang megispirasi, menggambarkan dan menyuarakan nilai-nilai tradisi lokal. Komunitas lokal harus yang menjadi pionir perubahan bagi penulis-penulis lokal agar mampu menyemarakkan karya-karya ditingkat nasional.

Negeri ini masih sangat mendambakan penulis-penulis kaliber Umar Kayam yang mampu menggambarkan realitas masyarakat Indonesia ditingkat nasional. Atau penulis fiksi sejarah sehebat Pramudya Ananta Noer yang begitu dalam menceritakan masalah sosial di tingkat lokal dengan segala bentuk kompleksitasnya. Atau juga asal Bangka Belitung yang novelnya sedang populer. Andrei Hirata, dengan novel berjudul Laskar Pelangi, ia bercerita tentang kisah anak-anak misin di Belitung yang berjuang keras untuk pendidikannya. Selain masalah sosial yang ia alami, Andrei juga berhasil menggambarkan realiatas kehidupan masyarakat Belitung.

Ini membuktikan karya literasi lokal, bukan karya kacangan, tak bermutu, amoral, kolot, apalagi tidak komersil. Buktinya karya literasi lokal ala bangka Belitung tersebut mampu menjadi novel yang paling laris di pasaran, hingga cerita novel tersebut diangkat ke layar lebar pun, filmnya laris di pasaran.

Indonesia masih membutuhkan banyak sekali, karya-karya penulis lokal yang mampu menembus pasar nasional bahkan internasional. Penulis yang dari daerah yang mampu mengangkat nilai-nilai lokal yang arif dan bermoral, menyuarakan persoalan-persoalan sosial di tingkat lokal yang selama ini tak terjamah, juga mampu mempromosikan tradisi literasi literasi lokal agar tetap lestari, dan mampu bersaing dengan dengan karya-karya bernuansa literasi global.

Disini peran komunitas literasi lokal sangat penting, untuk membangkitkan motivasi penulis-penulis lokal untuk berkarya ditingkat nasional. Hingga komunitas literasi lokal mampu menghasilkan warisan literatur sejarah karya penulis lokal yang mampu menggambarkan kondisi sosial budaya lokal di Zamannya. Literatur tersebut bisa menjadi dokumentasi sejarah, yang nilai-nilai filosofi didalamnya dapat bermanfaat bagi generasi muda di masa yang akan datang.

Memajukan Peradaban Dengan Menulis

Indikator kemajuan peradaban ada empat. Pertama, kemampuan mendengar. Kedua, kemampuan bicara. Ketiga, kemampuan membaca. Keempat, kemampuan menulis. Artinya menulis adalah kemampuan tertinggi yang menentukan kemajauan sebuah bangsa dengan peradabannya. Semakin tinggi minat membaca dan menulis sebuah Bangsa, maka semakin tinggi pula tingkat kemajuan peradabannya.

Peranan komunitas literasi lokal, dalam memajukan peradaban ditingkat lokal sangat fundamental. Kalau minat membaca masyarakat lokal tinggi, maka otomatis dampaknya ditingkat nasional akan terasa. Gerakan komunitas literasi ditingkat lokal akan mendorong selangkah lebih maju peradaban sebuah Bangsa. Bangsa yang memiliki peradaban tinggi adalah Bangsa yang minat membaca dan menulis masyarakatnya tinggi, artinya kemajuan komunitas literasi lokal memiliki hubungan linier dengan kemajuan peradaban Bangsa.

Bangsa Indonesia saat ini, harus mulai memfokuskan dan mengembagkan diri pada ekonomi berbasis kreatifitas. Sebab sumber daya alam bisa habis, tapi ide kreatif tak akan pernah habis selama manusia tetap berkarya. Dan media literasi, adalah salah satu media paling efektif untuk mengembangkan industri kreatif.

Kalau Bangsa ini dapat menghasilkan karya-karya kreatif yang memiliki nilai estetika dan filosofis, lalu karya tersebut dapat di nikmati oleh segenap Bangsa ini, bahkan mungkin merambah ke wilayah Internasional. Bukankah hal ini dapat memajukan perekonomian Bangsa.

Dan harapan dan mimpi tersebut dapat direalisasikan, kalau seluruh elemen Bangsa ini mulai menggeliatkan kembali komunitas literasi loakal. Semuanya demi kemajuan karya literasi lokal di tingkat nasional, membangkitkan kejayaan para penulis lokal, juga memajukan Peradaban Bangsa Indonesia.(MERDEKA!!!)

Penulis adalah penggiat dan aktivis Komunitas Coretan
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Antek2 Industri Pornografi, untuk kebebasan Destruktif!

Antek-Antek Industri Pornografi, Untuk Kebebasan Destruktif!

Oleh: Gatot Aryo

Kebebasan telanjang diruang-ruang publik, seperti media cetak, elektronik, bahkan klab-klab malam, telah di bela habis-habisan oleh sekelompok orang yang berfikiran pendek, destruktif bahkan terjangkit paranoidsme Islam. Saudara-saudara kita yang selama ini terexploitasi tubuhnya oleh kapitalisme industri pornografi, dan menjadi korban demi secuil rupiah, dan terpaksa menjual moralitas dan keyakinan beragamanya seolah-olah tak dipertimbangkan untuk perlunya sebuah UU Pornografi.

Atas nama keafifan lokal dan tradisi kedaerahan, kelompok tersebut memaksa industri pornografi diterima keberadaannya tanpa memikirkan kerusakan moral dan prilaku anak Bangsa yag berada di ujung tanduk. Tanpa kesadaran akan bahayanya pornografi, kelompok yang miskin moral ini seenaknya mendukung pornografi tanpa berfikir seandainya saudara perempuan mereka, terjebak dalam perangkap industri pornografi. Dan tubuh saudara perempuan mereka itu di telanjangi dan di pajang di ruang-ruang publik. Semata-mata untuk menarik perhatian jutaan mata makhluk pemburu selangkangan, yang ingin memuaskan birahi nafsunya di hadapan produk-produk pornografi tersebut.

Sebagian masyarakat tidak habis bertanya pada laskar industri pornografi, untuk apa menolak RUU Pornografi, kalau UU tersebut menyemangati sebuah perubahan positif bagi masyarakat Indonesia. Apa untungnya menolak RUU Pornografi ini kalau exploitasi sexualitas dapat di cegah dengan RUU ini.

Penyebaran produk-produk industri pornografi yang merusak mental rakyat harus di hentikan, dan UU Pornografi adalah payung hukum itu semua. Bukan kah baik kalau kalau Masyarakat Papua dan Bali yang memiliki tradisi dan adat istiadat, dikelola sesuai kebutuhan dan kapasitasnya tanpa harus terexploitasi industri pornografi.

Tradisi sebuah masyarakat senantiasa bergerak secara dinamis dan tidak statis. Sebuah tradisi telanjang dalam komunitas budaya tertentu adalah produk kreativias individu-individu masyarakat yang perlu dikoreksi, semata-mata agar tradisi tersebut bermetamorfosis menjadi lebih beradab.

Melaui tradisi yang progresif dan konstrukif, masyarakat budaya tetap bisa berkreasi menghasilan produk-produk kreatif yang bermartabat. Karena tradisi yang ditunggangi pornografi industri, tak akan menjadi produk budaya yang dapat membawa Indoneisia menjadi Bangsa yang bermartabat di Dunia. Justru sebaliknya, tradisi tersebut dapat mencoreng wajah Bangsa ini.
Justifikasi Industri Pornografi

Pembatasan kreatifitas yang mengarah pada industri pornografi, sama sekali tidak akan mematikan semangat dan kreativitas berkarya. Justru sebaliknya malah semakin menghidupkan kreatifitas berkarya agar lebih bermakna bagi umat manusia. Karena karya cipta akan di fokuskan dan dimaksimalkan pada karya-karya yang positif, bukan karya-karya yang liar dan membabi buta. Agar generasi di masa yang akan datang lebih menghargai warisan leluhurnya, bukan kesan yang beraromamakian dan rasa malu karena selera leluhur mereka sangat rendah dan amoral.

Kebebasan indutri pornografi harus di batasi oleh pembatasan konstruktif aturan undang-undang. Untuk mengurangi expolitasi sexualitas dalam kerangka moral, dan nilai-nilai positif yang diakui semua agama diseluruh Dunia. Bahkan di Negara yang paling Liberal sekalipun pembatasan pada industri pornografi itu ada undang-undangnya.

Kemudian apakah pembatasan pornografi akan menciptakan disintegrasi Bangsa. Karena beberapa propinsi seperti Bali dan Yogya telah jelas-jelas menolak, dengan alasan tradisi di wilayah mereka masih berbau Porno. Dan budaya pornografi mereka laku di jual dalam Parawisata. Setau penulis, faktor yag banyak menyebabkan disitegrasi Bangsa adalah faktor ekonomi dan keamanan.

Pemikiran yang terlalu dangkal apabila pornografi menjadi akar disintegrasi sebuah Bangsa, justru kalau RUU ini tak di sahkan peluang disintegrasi lebih besar. Karena dari 34 propinsi di Indonesia hanya 4 propinsi yang menolak, artinya ada 30 propinsi yang menerima. Coba anda bayangkan apa yang akan dilakukan 30 wilayah tersebut kalau UU pornografi tak disahkan?!.

Hal lain soal diskriminasi Gender, ada kelompok yang berpendapat bahwa permpuan hanya dijadikan objek bukan subjek dalam UU ini. Dari pasal-pasal yang saya baca justru perempuan malah dijadikan subjek yang di lindungi dari exploitasi industri pornografi. Justru yang menjadikan perempuan sebagai objek selama ini adalah Industri Pornografi, harusnya para aktivis perempuan tersebut mempersoalkan masalah gender ini pada industri-industri pornografi di Negeri ini.

Bukankah bagus apabila seorang perempuan dilarang melakukan sesuatu yang akan merusak dirinya. Jangan sampai karena kebutuhan secuil materi, seorang perempuan terpaksa merelakan tubuhnya di pajang tidak secara pantas diruang-ruang publik.

UU Pornografi ini memang bentuk intervensi Negara pada urusan privat, dan tidak ada hal yang salah dengan ini. Karena dalam KUHP sendiri ada Hukum Perdata, aturan yang mengatur urusan privat warga negaranya. Hukum Perdata adalah bentuk intervensi Negara pada rakyatnya, dan itu sah-sah saja. Kalau anda kecopetan, di aniaya, atau di perkosa di jalanan, apakah anda tidak akan melapor ke polisi dan menganggap itu urusan privat. Kalau anda menolak UU Pornografi karena hal itu adalah bentuk intervensi Negara pada urusan Privat, saran saya anda terlebih dahulu berdemo untuk peghapusan Hukum Perdata di Negeri ini.

Terakhir apakah UU Pornografi ini merupakan bentuk pemaksaan nilai kepercayaan agama tertentu dalam aturan Negara. UU tersebut dianaggap bentuk Syariahisasi Budaya terhadap kultur masyarakat Indonesia yang prulal.

Pertanyaannya apa yang salah dengan Syariat Islam?!. Apakah nilai-nilai Syariat Islam bagitu menakutkan sehingga dapat merusak moral Bangsa. Kalau memang seperti itu, penulis adalah orang pertama yang akan melawan. Syariah Islam memang menyemangati nilai-nilai anti pornografi, tapi bukan semata-mata syariah Islam saja yang anti pornografi. Hampir sebagian besar agama di Dunia ini juga menolak Pornografi.

Apakah menurut anda Pornografi tidak merusak Bangsa?, silahkan anda melakukan kajian dan penelitian soal ini. Data terbaru dari Komnas Anak, 62,7% siswi SMP di Indonesia terindikaskan tidak perawan. Dan penyebab utamanya adalah karena mereka sering mengkonsumsi produk-produk Pornografi.

Produk pornogarafi dapat menyebabkan orang melakukan Sex Bebas, terutama anak muda. Dan hal ini dapat menyebabkan penyebaran Virus HIV AIDS, meningkatkan angka Aborsi, dan merusak masa depan generasi muda. Dari kajian Kriminologi, mengkonsumsi produk Pornografi dapat menyebabkan seeorang melakukan pemerkosaan. Kalau dampak negatifnya sangat berbahaya, kenapa kita masih menolak RUU Pornografi.

Jadi apakah Syariat Islam salah, kalau menyemangati penolakan pada produk-produk Industri Pornografi yang banyak menyebar luas di masyarakat. Apakah masalah sebenarnya adalah virus Islamphobia yang menjangkit hati dan pikiran kita. Coba kita sedikit berfikir jernih, dan mengkaji masalah ini tanpa sentimen negatif pada ajaran agama tertentu. Dan melihat persoalan ini secara arif dan bijak.

Kebebasan Destruktif

Segala macam produk industri pornografi, mulai dari Film, CD, DVD, Majalah, Buku, koran, Syair, Suara, lukisan, sketsa, patung yang merangsang hasrat sexual, dan melanggar nilai-nilai asusila harus di hentikan. Kita arus menyadari bawa hal tersebut dapat merusak moraliatas Bangsa. Jangan hanya karena komersialisasi pornografi, moralitas Bangsa digadaikan untuk pundi-pundi uang receh yang tidak seberapa.

Industri Pornografi perlu di batasi untuk menghidari dampak negatif yang lebih luas, dan akan merugikan Bangsa di masa yang akan datang. Generasi muda kita jangan dijadikan korban kebebabasan destruktif industri pornografi yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek.

Indonesia adalah Negara ketiga terbesar di dunia yang mengkonsumsi produk-produk Pornografi. Ini sebuah bukti bahwa Bangsa Indonesia dalam bahaya. Tak ada obat lain dari kebebasan destruktif (Pornografi Industri) selain Pembatasan konstruktif (UU Pornografi), hal ini perlu di lakukan untuk membentengi Bangsa ini dari kerusakan moral. Dan hal ini membutuhkan pemahaman dan kesadaran dari semua elemen-elemen Bangsa.

Penulis adalah pengamat muda PSTD
(Prisma Study Trans Dimension)
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Komersialisasi Pemimpin Muda?!

Komersialisasi Pemimpin Muda?!
Oleh: Gatot Aryo


Bangsa Indonesia saat ini memiliki 16000 politisi yang mengisi lembaga Legisatif baik di tingkat nasional maupun Lokal. Kita juga memiliki 460 Bupati dan Walikota yang bercokol di pelosok daerah dari Sabang sampai Merauke. Tapi dari dari ribuan pejabat publik yang menduduki kursi empuk itu, sangat sedikit sekali dari mereka yang benar-benar bekerja keras untuk mensejahterakan rakyat. Malah kerja keras yang terlihat adalah kesibukan kerja untuk mensejahterakan diri sendiri dengan memanfaatkan fasilitas Negara, kalau perlu sampai menyelewengkannya.

Politisi di Negeri ini terlalu banyak yang korups, sampai-sampai KPK dibikin pusing tujuh keliling, karena laporan yang mereka terima tak sebanding dengan kemampuan dalam menangani. Ditengah kerusakan sistem Bangsa akibat prilaku tikus-tikus koruptor yang tak bertanggung jawab. Bangsa ini sesungguhnya sedang haus Pemimpin-pemimpin muda yang bersih, konsisten dan bertanggung jawab.

Kebutuhan tersebut membuat publik berlomba-lomba mencari, merekomendasikan, hingga mencalonkan diri sebagai Pemimpin muda yang revolusioner. Tapi saat media memajangkan figur-figur muda di etalase ranah publik, mucul keraguan kembali apakah figur muda yang minim pengalaman, minim prestasi, dan dukungan massa yang luas ini mampu bergenerasi menjadi Pemimpin-Pemimpin muda baru yang mampu membawa perubahan positif bagi Bangsa.

Peluang Bisnis

Bagi media televisi, kebutuhan akan Pemimpin muda ini membuka peluang bisnis baru, untuk mengemas sebuah program acara televisi yang dapat menjaring, mengkader, dan menguji para Pemimpin muda di hadapan publik, apakah layak calon Pemimpin Bangsa tersebut menjadi the next leader di masa yang akan datang. Sebuah niat yang baik dengan tujuan yang amat sangat mulia, walaupun disisi lain publik juga kembali bertanya. Apakah mungkin sebuah program komersil televisi yang amat sangat mendewakan rating, mampu menghasilkan Pemimpin muda revolusioner, sekaliber Founding Father Bangsa ini.

Soekarno-Hatta menjadi Pemimpin muda revolusioner, karena mereka berjuang dari akar rumput. Membumi di masyarakat, hidup dalam gejolak perang dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa. Bahkan saat mereka berjuang, sama sekali tak berfikir untuk menghianati amanat rakyat dengan mengkorupsi uang rakyat.

Sekarang, apakah mugkin sebuah program komersial televisi, dapat memunculkan Pemimpin-pemimpin muda revolusioner seperti para Founding Father Bangsa ini. Jangan sampai, yang muncul nanti hanya Pemimpin muda instan, yang memanfaatkan publikasi media sebagai ajang mencari popularitas. Akhirnya yang muncul adalah Pemimpin muda oportunis, sekedar membangun merek dagang (Brand Image) ketokohan pribadi, untuk di jual di pasar komoditas Bursa Saham Perpolitikan Bangsa ini.

Pemimpin muda karbitan seperti itu, hanya akan menjadi Brutus di tengah kemelut keterpurukan Dunia politik di Negeri ini. Harapan akan Pemimpin muda yang bersih, berprestasi, dan revolusioner ditengah krisis kepemimpinan Bangsa. Malah menjadi regenerasi Pemimpin-Pemimpin muda karbitan, yang prilakunya busuk persis seperti politisi koups saat ini. Kalau itu yang terjadi, kita hanya menghasilkan prilaku busuk lama dengan wajah yang berbeda. Istilahnya ”Lagu Lama, Aransemen Baru”.

Media massa adalah sarana yang efektive untuk membangun brand image ketokohan seorang figur Pemimpin muda, akan tetepi sangat menyedihkan kalau Bangsa ini menilih figur-figur Pemimpin muda hanya karena faktor selebritas, popularitas, hingga kemolekan fisik. Bukan karena prestasi, visioner, konsistensi, kejujuran, dan kebersihan figur tokoh muda .

Program televisi yang mengkomersilkan Pemimpin muda, jangan sampai menjadi Indonesia Idol versi Politik. Sebab program kepemimpinan instan seperti itu hanya akan menjiwai asap kepemimpinan muda yang hanya menyentuh nilai-nilai romantismenya saja. Tetapi justru lari menjauh dari api yang membakar para Pemimpin muda masa lalu. Karena esensi kepemimpinan tidak akan muncul dari proses instan yang minimalis, tetapi harus melalui proses alamiah dari bawah, yang merupakan perjuangan suci tanpa ambisi.

Program komersialisasi Pemimpin muda, merupakan peluang bisnis baru dalam menjadikan program entertimen yang mengedukasi para penonton TV. Dan program TV apapun sangat bergantung dengan sesuatu yang di sebut rating, rating yang membuat pengelola program TV sering mengesampingkan aspek idealisme demi sesuatu yang di sebut komersil.

Walaupun begiu, tetap ada sisi positif dari program pemimpininstan ala Idol ini. Yaitu program ini, dapat merangsang generasi muda untuk tampil di areal publik, untuk membuktika kualitas diri. Memberi kesempatan anak muda tampil, karena selama ini mereka selalau di monopoli oleh figur-figur tua yang banyak duit dan berpengaruh saja. Mudah-mudahan rangsangan ini dapat memicu keberanian Pemimpin muda, terutama dari daerah yag miskin kesempatan, kekurangan modal, tetapi dia memiliki leadership yang membumi.

Pemimpin Oportunis

Seorang pemimpin sejati adalah Pemimpin yang tampil melalui proses seleksi alamiah bukan proses instan. Pemimpin yang menginspirasi banyak orang, memberikan harapan perubahan yang lebih baik, menjadikan kesusahan rakyat sebagai kesusahan dirinya, maslah rakyat sebagai masalah dirinya. Bukan Pemimpin yang memanfaatkan kepopuleran dirinya, untuk sekedar mencari kekayan dan jabatan publik semata.

Pemimpin muda bukan brutus gaya baru, yang menjadi bajing loncat di tengah-tengah kekisruhan Bangsa. Oportunis, sekedar mencari keuntungan pribadi diatas kesengsaraan rakyat. Mengexploitasi kemiskinan dan penderitaan rakyat sebagai alat membangun citra pribadi yang peduli, padahal dia sedikit banyak terlibat dalam kubangan lumpur polemik politik dan korupsi masa lalu.

Tapi regenerasi kepemimpinan muda tidak dapat juga di setting apalagi di monopoli. Kaderisasi kepemimpinan muda tak harus muncul dalam sistem pelatihan yang ketat, terstuktur, apalagi termonopoli idelisme tertentu. Regenerasi pemimpin muda, mungkin saja muncul melalui proses alamiah, yang dinamis, tanpa harus di monopoli idealisme tertentu.

Sebab walau bagaimanapun, kita takkan bisa memonopoli takdir Tuhan. Diatas langi masih ada langit, sehebat apapun konspirasi Manusia tak akan mampu mengalahkan konspirasi Tuhan. Manusia boleh saja berusaha, tapi pada akhirnya tetap Allah yang menentukan. Biarkanlah reenerasi Pemimpin muda di Indonesia terjadi melalui proses seleksi alam, bukan memonopoli takdir apalagi untuk kepentingan kelompok tertentu yang memiliki basis idelisme tertentu.

Bangsa ini memang sangat haus oleh figur-figur alternative Pemimpin dari kaum muda. Tetapi Pemimpin muda seperti apa yang dibutuhkan Bangsa ini. Yang pasti bukan Pemimpin muda karbitan, tak bermoral, memiliki polemik politik masa lalu, memiliki utang pada dinasti orde baru maupun orde reformasi, terlibat kasus hukum apalagi kasus korupsi.

Bangsa ini membutuhkan Pemimpin muda yang membela kaum termarjinalkan, penuh cinta, dan dapat menjadi oase penyejuk di tengah padang pasir kegersangan Bangsa. Akankah figur seperti itu ada, kita kembalikan itu semua pada diri kita, dan Sang Penentu Takdir?!.

gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Jumat, 29 Agustus 2008

Rekontruksi Pemimpin Muda Indonesia

Rekontruksi Pemimpin Muda Indonesia

Oleh : Gatot Aryo

Regenerasi pemimpin muda di Indonesia telah masuk pada tahap membahayakan dalam berbagai percaturan kehidupan berbangsa, mulai aspek sosial politik, hukum hingga ekonomi kepemimpinan muda hampir kehilangan jejaknya. Dominasi orang-orang lama yang kinerja dan kapabilitasnya masih di pertanyakan, membuat jargon 4L (Loe Lagi Loe Lagi) menjadi umpatan anak muda yang gerah dengan regenerasi kepemimpinan Bangsa yang jalan di tempat, alias mandek di tengah jalan.

Dampaknya, saat ini Bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Di barbagai bidang rakyat kehilangan figur-figur bersih, jujur, berprestasi, dan mampu membawa Bangsa ini pada perubahan. Kalau kta coba mengevaluasi kepemimpinan Bangsa sepuluh tahun terakhir, banyak harapan yang tidak tercapai, banyak tujuan yang gagal yang di impikan Bangsa ini.

Bahkan Reformasi 1998 tidak dijadikan momentum penyelesaian persoalan Bangsa yang menumpuk, malah semakin menambah tumpukan masalah baru menjadi bukit masalah Bangsa yang solusinya lebih rumit dan lebih sulit.

Kita butuh figur baru yang fresh, energik, dan moralis yang mampu menyelelesaikan masalah Bangsa ini bukan menambah masalah. Pemimpin-pemimpin senior sudah saatnya lengser ke Perabon, dan memberikan ruang gerak plus kesempatan para anak muda memimpin. Para senior harus menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam kubangan lumpur masalah Bangsa, yang membuat kemanapun mereka pergi bau busuk polemik politik masa lalu masih menempel, dan tidak akan hilang selama mereka masih duduk di jabatan public.

Bangsa ini perlu memunculkan figur alternative dari kaum muda yang memiliki polemik pilitik masa lalu, utang pada dinasti orde baru maupun orde reformasi, bersih dari kasus hukum terutama kasus korupsi, visioner, konsisiten, penuh cinta, membela kaum termajinakkan, dan menjadi oase penyejuk ditengah padang tandus kegersangan Bangsa.

Hakikat Pemimpin

Pemimpin itu memimpin bukan di pimpin. Seorang pemimpin, sebelum memimpin orang lain ia harus mampu memimpin dirinya sendiri. Sebelum menyuruh berbuat baik, ia harus mencontohkan dirinya baik terlebih dahulu. Sebelum menyuruh tidak korupsi, ia harus menyuruh dirinya sendiri untuk tidak korupsi. Jadi tidak pantas seorang pemimpin mengumandangkan genderang perang korupsi, sedangkan ia sendiri masih aktive atau pernah terlibat dalam kasus korupsi.

Pemimpin yang ideal tidak cukup memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi kinerja dan moralitasnya pun harus baik. Setidaknya ada tiga aspek yang perlu dimiliki seorang pemimpin muda yang layak meregenerasi kepemimpinan Bangsa.

Pertama, intelektualitas yang mumpuni. Pemimpin muda harus cepat, cerdas, dan akurat dalam berfikir. Terutama bagai mana dia mengelola masalah, menganalisis, dan mengimplementasikannya di lapangan. Kepemimpinan muda harus cerdas dalam mengelola konflik, dan masalah. Lalu mencari penyelesaiaan masalah tersebut secara adil. Kedua, totalitas kinerja yang efektif. Pemimpin muda tidak cukup kerja keras tetapi juga mamapu bekerja cerdas. Planning yang hebat harus disertai execution yang efektif, sebab planning sehebat apapun tanpa strategi execution yang afektif tidak akan menghasilkan perubahan yang di harapkan.

Ketiga, moralitas spiritualyang konsisten. Setiap manusia memiliki nilai-nilai positif dalam hidupnya, tapi ketika uang dan kekuasaan memikat hawa nafsunya. Terkadang manusia mudah terhipnotis dan terjebak dalam lingkaran api kejahatan, penipuan, dan kemunafikan. Segala idealisme yang telah tertanam dalam pikiran, tiba-tiba harus luntur oleh kilauwan indah materi dan jabatan. karena itu, moralitas spiritualitas yang konsisten harus dimiliki pemimpin muda. Entah itu bersumber dari pemahaman atas nilai-nilai keimanan individu sebagai seorang makhluk kepada khaliknya, atau perenungan yang mendalam atas esensi kemanusiaan yang konsisiten, sehingga membentuk karakter “Manusia Setengah Dewa”, seperti kata Iwan Fals dalam Syair lagunya.

Karena itu, katerlibatan Pemimpin muda yang teruji secara intelektualiatas, spiritualitas, dan kinerjanya sangat dibutuhkan Bangsa ini. Bukan pemimpin muda karbitan, tak bermoral, apalagi hidup dalam bayang-bayang pemimpin lama yang bermasalah. Tapi pemimpin muda yang mau menjadikan kesusahan rakyat sebagai kesusahan dirinya, masalah rakyat sebagai masalah dirinya. Bukan memanfaatkan ketokohannya sebagai Pemimpin untuk sekedar mencari kekayaan dan jabatan semata.

Pemimpin muda jangan menjadi para pengeritik masa kini, yang akan menjadi Pejabat atau politikus korups pada masa yang kan datang. Karena pemimpin tua masa kini, sebagiannya merupakan para pengeritik masa lalu. Tetapi ketika kekuasaan dan jabatan telah mereka duduki, seolah-olah kritik tajam mereka dahulu tumpul oleh kenyamanan kursi jabatan dan kekuasaan.

Para Pemimpin Nusantara

Sejarah mencatat, bahwa indonesia ini di penuhi para Pemimpin dengan segala prestasinya. Bahkan kejayaan mereka gaungnya masih terasa di telinga hingga saat ini. Sebut saja masa keemasan Feodalisme Imperium Majapahit, di mana tercatat oleh tinta sejarah seorang Jendral perang bernama Gajah Mada. Dengan pasukan Bayangkaranya berhasil menguasai Nusantara, bahkan hingga perbatasan Cina di bawah Panji HARMUKTI PALAPA. Mustahil Gajah Mada mampu melakukan hal itu, tanpa kepemimpina yang hebat dan kuat. Gajah Mada merupakan inspirasi bagi para Pemimpin muda, bagaimana membawa Bangsa Indonesia ini pada masa kejayaan.

Kearifan lokal masa lampau, dapat dijadikan kajian leadership dalam konteks modern para Pemimpin muda. Seperti masa keemasan selanjutnya di bawah Imperium Keislaman Walisongo. Sembilan Wali yang menguasai kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, dan mensponsori kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Melalui pendekatan Spiritual dan Akhlakul Karimah Walisongo berhasil mengIslamkan masyarakat Jawa dari kasta wong cilik hingga para Pemangku Kerajaan. Lewat perjuangan mereka pula, mayoritas masyarakat di Bumi Nusantara Indonesia ini akhirnya memeluk agama Islam.

Dengan semangat moralitas spiritual yang konssiten, pada masa itu Nusantara menjadi Bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur. Sebelum akhirnya, Bangsa ini di jajah Belanda kurang lebih 350 Tahun.

Masuk masa perlawanan Penjajah, sejarah juga mencatat tokoh-tokoh hebat di berbagai pelosok Nusantara ini mulai Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pangeran Diponogora, Tuanku Imam Bonjol, Patimura sebagai pemimpin yang memiliki semangat juang melawan Kolonialisme. Walaupun pada akhirnya, perlawanan mereka berhasil dipatahkan oleh Belanda, tapi usaha mereka merupakan titik awal perjuangan Bangsa ini dalam memperoleh kemerdekaan. Perlawanan tanpa menyerah, walau kalah strategi dan peralatan Perang.

Memasuki masa perjuangan kemerdekaan, sejarah juga mencatat tokoh-tokoh muda seperti Dr. Wahidin sudarsono, dan Dr, Sutomo dengan Budi Utomonya. Juga H.O.S Cokroaminoto dengan Sarekat Islam. Douwes Dekker. Dr. Cipto mangunkosumo, dan Ki Hajr Dewantara dengan Indische Partij. Kiayi Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah. KH. Wahid Hasyim dengan Nahdatul Ulama. Soekarno, Muhammad Hatta, Muahammd Natsir, Jendral Soedirman, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir, Haji Agus Salim, Muhammad Husni Tamrin, Djuanda, Tan Malaka dan banyak pemimpin Bangsa lain yang berhasil membawa Bangsa Indonesia mencapai Kemerdekaannya.

Walaupun saat itu sistem pemerintahannya belum sempurna, tetapi dipimpin oleh kaum muda yang memiliki pikiran-pikiran pembaharuan membangun Indonesia yang sejahtera, adil dan Makmur. Tanpa pamrih jabatan apalagi harta benda, justru membuktikan Bangsa ini dibawa kearah kebaikan dan penuh harapan.

Di bandingkan saat ini, dimana sistem Demokrasi kiata sangat mapan dan terstruktur. Tetapi karena mental dan prilaku para pemimpinnya busuk, justru Negara ini mengalami proses pembusukan. Padahal Jumlah politisi kita yang duduk di Pemerintahan Nasional dan Lokal sekitar 16000 orang, jumlah yang cukup besar untuk melakukan prestasi yang mencengangkan Dunia. Itupun kalau kualitas kepemimpinan mereka seperti para leluhurnya di masa lampau saat membangun Nusantara ini. Bahkan Ir. Soekarno hanya butuh sepuluh, “Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku goncangkan Dunia!!!.”

Pemimpin Muda

Generesi muda adalah harapan Bangsa, prestasi pemuda hari ini meramalkan kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Begitupun sebaliknya, hancurnya pemuda hari ini meramalkan kehancuran Bangsa di masa yang akan datang. Pemuda hari ini merupakan tolak ukur Indonesia dimasa yang akan datang.

Tetapi menjadi anak muda yang mampu memimpin Bangsa tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tidak banyak anak muda Indonesia yang memiliki pikiran-pikiran pembaharuan untuk memperbaiki keadaan Negeri ini. Selain itu, figur muda biasanya masih belum teruji kemampuannya dalam memperbaiki kemelut di Negeri ini.

Tantangan lain bagi pemimpin muda, ia harus mampu mempersatukan Bangsa ini. Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam, tapi keragaman terkadang memicu konflik dan perpecahan. Seperti kata pepatah “Bersatu kita teguah, Bercerai kita runtuh!”. Tanpa persatuan Bangsa ini akan menemui proses penghancuran diri. Bung Karno pernah berucap, “Dalam Persatuan kita Berdiri, dalam perpecahan Kita Hancur!.”

Kemudian, pemimpin muda harus memiliki sifat Patriotisme. Sifat ksatria dapat kita contoh dari para pemimpin Bangsa masa lampau. Mulai dari para Ksatria Majapahit hingga Founding Father Kemerdekaan Indonesia. Seorang Ksatria akan selalu bertanggung jawab, bijaksana, jujur, bermoral baik, dan memiliki sikap mau mengakui kesalahan. Seperti ungkapan Pangeran Joyoboyo seorang Raja Kediri dalam Syairnya.

“Seharusnya malu menggunakan baju Ksatria, jika prilakunya mendua, wajahnya pun berwarna ganda, seharusnya mengaku salah, namun nyatanya lupa sikap Ksatria!.”

Terakhir, seorang Pemimpin muda harus mampu bersikap adil, dan menjunjung asas persamaan di mata Hukum. Tak ada kaya miskin, tua muda, pejabat wong cilik, semua sama di mata Tuhan juga di hadapan Hukum. Sekaya apapun seseorang, sekuasa papun dia, tapi apabila ia salah maka harus dihukum tanpa membeda-bedakan kasta.

Tidak layak seorang Pemimpin Muda , masih membeda-bedakan kelas sosial di masyarakat. Apalagi Indonesia ini bersatu karena kita memiliki persamaan, yaitu persamaan nasib, sejarah dan tujuan. Yang mana tujuan tersebut tercantum dalam Pancasila dan UUD’1945.

Rekontruksi pemimpin muda Indonesia, harus di mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sosial kemasyarakatan, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemimpin Muda Indonesia Masa Depan adalah Pemimpin yang mampu menjiwai api semangat dari para Pemimpin Masa lalu, bukan sekedar asapnya. Bukan romantismenya, tetapi nilai luhur yang tercantum dalam jiwa para leluhur, seperti Panglima Gajah Mada, Wali Songo, HOS. Cokroaminoto, Soekarno, Muhammad Hatta, MUahammad Natsir, Jendral Soedirman.

Kalau Para Pemimpin Muda dapat mengkader diri mereka dengan mengkolaborasi leadership masa lalu dalam konteks kearifan lokal dengan masa kini dalam konteks efisiensi dan efktifitas. Lalu mengisi jiwa mereka dengan moralitas spiritual yang konsisiten, maka kita tidak membutuhkan waktu lama lagi untuk menciptakan prestasi yang mencengangkan Dunia. Seperti ucapan Bung Karno “Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku goncangkan Dunia!.”

Pengamat Muda PSTD

(Prisma Study Trans Dimension)

Komunitascoretan@yahoogroup.

“Filsafat Kehidupan???”

“Filsafat Kehidupan???”

Oleh: Gatot Aryo

Pendapat saya tentang Filsafat Kehidupan Saya mempunyai pemikiran yang berbeda dari orang lain, tentang Filsafat atau pun tentang Kehidupan. Tapi saya akan jelaskan satu persatu.

Pertama, tentang Filsafat. sejauh yang saya pahmi makna filsafat sesungguhnya adalah berfikir. Artinya apabila kalian sedang berfikir itu artinya kalian sedang berfilsafat, jadi apapun yang orang keluarkan dan itu melalui proses berfikir...itulah filsafat. Kesimpulannya subtansi filsafat adalah “berfikir”. Kemudian yang kedua Hidup..., kalau menurut gua hidup itu adalah waktu dimana manusia bernyawa, tumbuh, dan berkembang. Dan setiap orang yang hidup pasti mempunyai kehidupan..., dan setiap kehidupan pasti ada masalah..., dan setiap manusia melewati masalah pasti ada pengalaman, setiap pengalaman maka ada hikmah yang diambil, dan setiap hikmah yang diambil pasti ada pendewasaan. Jadi kesimpulannya subtansi dari kehidupan adalah “Kedewasaan”.

Dan apabila kalian menanyakan tentang Filsafat Kehidupan..., maka jawaban saya adalah “Berfikir Dewasa” atau dibalik “Kedewasaan Berfikir”. Dan dua kalimat tadi walaupun sama...hanya dibalik. Tetapi memiliki makna yang berbeda Berfikir dewasa dan kedewasaan berfikir

Yang pertama, Berfikir Dewasa. Berfikir dewasa adalah subtansi dari filsafat kehidupan tetapi ini terfokus pada kehidupannya (Kedewasaan). Dalam konteks ini ada beberapa point yang dapat saya jelaskan.

Pertama..., adalah dominasi akal atas perasaan. Detailnya seperti ini...ada dua hal yang dijadikan sebagai pusat kehidupan manusia yaitu akal (fikiran) dan perasaan. Kebanyakan manusia yang dewasa mereka menggunakan akal sebagai pusat kehidupannya dibandingkan perasaan sebagai pusat kehidupannya. Sebab ada beberapa keunggulan akal...yang sangat efektif dalam menjelaskan dan menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan ini, sehingga setiap persoalan yang datang akan cepat ditemukan penyelesaiannya lebih efektif dengan menggunakan akal. Dibandingkan pada manusia yang menggunakan perasaan sebagai pusat kehidupan dan pusat pengambilan keputusan.

Sebab manusia yang menggunakan akal akan selalu berfikir dengan rasional, sedangkan manusia yang menggunakan perasaannya akan selalu berfikir emosional. Lebih jelasnya seperti ini, perasaan adalah sesuatu fenomena yang abstrak. Manusia yang selalu menggunakan perasaannya maka apabila dia bahagia, maka ia akan merasa seperti orang yang paling bahagia di Dunia ini, dia akan merasa hidup indah berwarna warni bagaikan bintang di langit, bagaikan sejuk indahnya lautan dan pegunungan. Dia akan merasa dirinya berharga, bermakna, berguna, juga perasaan-perasaan seperti senang, gembira, bahagia, tertawa, sejuk, tenang dan cinta. Sedangkan apabila ia sedih...maka ia akan merasa seperti orang yang paling menderita di Dunia ini..., dia akan merasa hidupnya hampa, curam mencekam, merintih sedih penuh dengan cucuran air mata dan darah. Dia juga akan merasa dirinya kotor, kecil, kusam dan penuh dengan debu-debu kealfaan. Juga perasaan-perasaan seperti kecewa, stres, pusing, malas, bosan, marah dan rasa-rasa lain yang membuat hidupnya gersang, hampa tanpa tujuan.

Kesimpulannya orang yang menggunakan perasaannya...apabila ia senang maka ia akan merasa seneeeng banget!. Dan apabila ia merasa sedih maka ia akan merasa sediiih banget!. sedangkan apabila ia menemukan persoalan dan masalah dalam hidupnya, ia cenderung tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut..., sebab hidupnya terlalu disibukkan dengan perasaan-perasaan yang ia rasakan dari pada berfikir untuk menyelesaikan masalah tersebut!. Biasanya orang yang menggunakan perasaannya sangat lah sensitif, mudah tersinggung, membingungkan karena jiwanya berubah-ubah. Sebentar seneng kaya dapet undian satu milyar, tetapi dalam hitungan detik bisa berubah menjadi sedih seperti baru kehilangan duit satu milyar!.

Dan biasanya masalah-masalah yang dia hadapi dalam hidupnya tidak ada yang selesai satu pun, dan biasanya juga masalahnya hanya selesai karena “Waktu”. Karena itu suka ada ungkapan biarlah waktu yang menjawab. Hal itu bisa muncul akibat manusia tersebut tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan mereka juga tidak dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya..., karena itu mereka tidak akan dewasa-dewasa dalam hidupnya. Sebab orang yang dewasa dalam hidupnya yaitu orang yang dapat mengambil hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya.

Sedangkan orang yang menjadikan akal sebagai pusat kehidupannya, setiap tindakannya sangat rasional. Sebab tindakan apapun yang akan dia lakukan pasti dipikir dahulu dahulu dengan fikiran yang jernih, tenang, dan sesuai dengan realitas yang terjadi dalam kenyataannya. Akibatnya tindakannya tidak sembrono, dan selalu memperhatikan efek dari setiap tindakannya. Sehingga ia selalu menjaga diri dari efek negative, bukan hanya untuk kepentingan pribadinya saja tetapi juga untuk orang-orang yang ada di sekelilingnya, sehingga ia selalu berusaha untuk tidak menyakiti teman-temannya. Biasanya gaya hidupnya simple, gak ribet, mudah memahami orang lain, tidak gampang emosi, dan enak diajak curhat. Orang yang menggunakan yang menggunakan akal juga dapat melihat suatu masalah sesuai dengan kadarnya, sehingga masalah yang ada tidak selalu digeneralisir atau diklaim kepada sesuatu tertentu. Tetapi ia lebih terfokus dengan masalah yang ia hadapi dan bagimana cara dia menyelesaikannya.

Karena itu orang-orang seperti mereka akan cepat dewasa walaupun umurnya masih muda. Hal itu disebabkan ia dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap masalah yang datang. Dan orang yang menggunakan perasaan walaupun umurnya 50 tahun, tetapi ia tidak akan pernah dewasa, karena apapun masalah yang ia hadapi dengan mendramatisir dan emosional. Dan satu kesimpulan lagi, tingkat kedewasaan seseorang itu ditentukan oleh sejauh mana seseorang itu mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap masalah-masalah yang ada dalam hidupnya.

Yang kedua..., dari berfikir dewasa yaitu, rasionalitas. Pengertian rasionalitas sendiri adalah singkronisasi antara akal dan realita. Artinya orang yang dewasa itu, dia akan menerima sesuatu atau mengeluarkan sesuatu. Bukan hanya karena sesuatu itu masuk akal tetapi juga sesuai dengan kenyataan.

Artinya pemikiran dan kenyataan hidup sesuai. bukan malah bertolak belakang antara teori dengan realitas, ucapan dan tindakan selaras. sehingga tidak membingungkan dan dapat diterima sebagai suatu kebenaran, bukan suatu bentuk kesalahan yang menyesatkan.

Sehingga ucapan-ucapannya tidak menipu dan selalu membawa kebaikan bagi orang banyak. Orang pun akan mudah mengerti setiap ucapan dan nasihatnya, karena itu seseorang yang menggunakan rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia juga memperaktekkan dan dalam kehidupannya.

Berfikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang manusia yang sedang mencari solusi dari sebuah masalah. Sehingga orang tersebut akan menemukan lebih banyak lagi pelajaran dan hikmah dari masalah-masalah yang ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti Keladai yang jatuh lebih dari satu kali di dalam lubang yang sama.

Point yang ketiga..., dari berfikir dewasa yaitu selalu menempatkan diri pada solusi permasalahan. bukan selalu mempermasalahkan masalah. Orang yang dewasa dalam hidupnya ketika sebuah masalah menghantam dirinya, dia akan berfikir sekuat tenaga untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bukan malah emosi sehingga yang dilakukan adalah mempermasalahkan masalah. Akibatnya masalah tidak selesai tetapi malah memunculkan masalah baru, dan masalah baru tersebut pun tidak selesai tetapi malah memunculkan masalah baru lagi, dan masalah yang baru itu yang ida hadapi pun tidak selesai, tetapi malah memunculkan masalah yang lebih baru lagi, dan itu terus-menerus berlangsung hingga masalah menjadi besar dan kompleks. Ketika masalah tersebut besar dan membingungkan, dan dirinya pun telah lelah karena masalahnya enggak selesai-selesai. Barulah dia berfikir untuk mencari solusi dari masalah tersebut, tetapi itu sudah terlambat dan tidak banyak berpengaruh karena dia bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikan masalah-masalah yang banyak dan kompleks tersebut.

Itulah kondisi yang terjadi kalau kita selalu mempermasalahkan masalah, masalah yang kecil awalnya dan dapat diselesaikan dengan mudah menjadi masalah yang kompleks dan besar. Ketika masalah kecil tersebut dipermasalahkan (diperbesar) maka untuk menyelesaikannya pun sangat sulit dan memusingkan, malah kadang-kadang hanya waktu yang bisa menjadi solusi. Contoh kecil yang dapat menggambarkan orang yang mempermasalahkan masalah, misalnya dalam sebuah rapat kantor atau organisasi. Kebetulan rapat itu berlangsung malam hari, ketika rapat sedang berlangsung tiba-tiba lampu di ruang rapat mati. Ada perbedaan tindakan antara orang yang selalu mempermasalahkan masalah dengan orang yang selalu mencari solusi permasalahan, tindakan yang akan dilakukan orang yang selalu mempermasalahkan masalah adalah, ia akan menggebrak meja sambil berkata.

“Gimana sih panitia masa rapat sepenting ini lampunya mati apakah panitia tidak punya persiapan yang matang untuk menghindari hal-hal sepele seperti ini. Dasar panitia gak becus enggak profesional tidak berpengalaman, goblok. Gara-gara kalian pembicaraan penting malam ini bisa tertunda dan tidak bisa selesai malam ini, sedangkan kita tidak punya waktu lagi. Kalau rencana kita gagal kalian lah yang harus bertanggung jawab!.”

Sedang akan orang yang selalu menempatkan dirinya pada solusi permasalahan akan melakukan tindak yang berbeda. Tindakan yang akan dilakukan yaitu, ia akan menanyakan kepada panitia apa yang hal yang menjadi penyebab lampunya mati ?. kalau lampunya putus maka ia akan menganjurkan pada panitia untuk membeli lampu baru, kalau penyebabnya dari aliran listrik maka ia akan menganjurkan untuk memperbaiki sikringnya atau menyalakan generator sehingga lampunya dapat cepat menyala kembali. Atau ia akan berinisiatif menggunakan lilin, lampu minyak atau senter, yang penting di ruangan tersebut dapat dipergunakan cahaya untuk membaca berkas-berkas yang akan dibacakan sehingga dalam waktu singkat masalah dapat diselesaikan tanpa harus memunculkan masalah baru yang lebih kompleks dan rumit seperti yang dilakukan orang yang mempermasalahkan masalah. Gua kira loe berdua bisa membedakan tipe-tipe orang yang selalu mempermasalahkan masalah dan orang yang selalu mencari solusi permasalahan.

Orang yang selalu mempermasalahkan masalah biasanya sangat senang mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Mencari kesalahan orang lain itu sangat lah mudah yang sulit itu mencari kesalahan diri sendiri, kalau kita menemukan seseorang melakukan kesalahan jangan paksa orang tersebut mengakui kesalahannya dan merasa bersalah atas kesalahannya. Karena itu hanya membuat hatinya sakit dan tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana kita dapat membuat dia berfikir atas kesalahannya dan merenungi bahwa tindakanya adalah suatu kesalahan. Sehingga ketika ia memahami kesalahannya, maka ia akan memperbaiki sendiri kesalahannya tanpa harus kita yang merubah. Itukan lebih baik dari pada kita harus menyakiti hatinya dengan membuat dia merasa bersalah atas kesalahannya.

Point terakhir dari berfikir dewasa yaitu, menghargai orang lain. Kita ini kan berada pada Dunia yang heterogen, berbeda-beda, dan berbagai macam corak. Bukan pada dunia homogen yang semuanya sama, karena menghargai pluralisme (Keragaman) sangat penting dan harus. Karena orang yang dewasa dalam hidupnya adalah orang yang bisa menghargai orang lain dengan keragamannya, baik dalam konteks, sudut pandang, dan kondisi apapun, artinya tidak ada alasan apapun bagi kita untuk menghina orang lain lain dengan keragamannya. Kalau kita masih merendahkan orang lain baik status, pola pikir, corak Budaya, tingkat strata sosial, dan tingkat Intelaktual seseorang berarti kita masih belum dewasa dalam hidup. Sebab perbedaan dalam kehidupan itu merupakan sesuatu yang harus kita hargai dan kita hormati, bukan berarti perbedaan itu malah membuat kita saling membenci, menghina, dan menghancurkan satu sama lain. “Hidup Loe! Hidup Loe...?!, Hidup Gua! Hidup Gua...?!, Kenapa harus dipermasalahkan. artinya kita masih belum dewasa.., kalau kita masih sering menghina orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita.

Pada dasarnya setiap manusia yang ada di Dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang sama, karena itu tidak ada istilah keturunan, strata sosial, atau apa sajalah yang dapat membedakan hak dan kewajiban seseorang yang membedakan hak dan kewajiban seseorang di muka Bumi ini. Alangkah lebih baik lagi kalau kita saling melengkapi, saling menolong, dan saling menyempurn-kan satu sama lain. Bukankah Dunia ini akan lebih indah apabila kita selalu berbuat baik pada orang lain siapa pun dia...!, apapun perbedaannya!. Bahkan pada Binatang dan Alam pun kita harus berbuat baik, kenapa pada sesama Manusia kita tidak bisa?!.

Itu mungkin point terakhir dari berfikir dewasa, dan pemikiran ini gua coba jelaskan sesederhana mungkin. Kalau kurang puas silahkan kembangin sendiri siapa tau loe berdua dapat pencerahan baru lagi yang lebih komprehensip dan holistic. Tetapi konsep berfikir dewasa ini masih satu sisi dalam sebuah filsafat kehidupa masih ada sisi lain yang lebih menarik yaitu kedewasaan berfikir yang fokusnya pada otak atau pola pikir manusia. Mau tau?!

Tentang kedewasaan berfikir atau bahasa kerennya kedewasaan berfilsafat. Seperti yang tadi pernah gua jelasin kedewasaan befikir ini terfokus pada pembentukan pola pikir yang dewasa, dan kedewasaan berfikir ini terdiri dari beberapa point penting.

Point yang pertama adalah subjektivitas. Subjektivitas adalah suatu bentuk kesalahan dalam kendewasaan berfikir. Pengertian subjektivitas sendiri adalah menyimpulkan suatu kebenaran nyata hanya dari satu sisi saja. Kesalahan subjektivitas bukan pada subtansi masalahnya tapi pada sudut pandang melihat masalah tersebut, sehingga informasi yang di dapatkan dan dikeluarkan hanya terbatas pada satu sisi tertentu. Kesalahan yang sering terjadi akibat subjektivitas adalah, ketika informasi yang terbatas itu diyakini sebagai sebuah kebenaran, dan apabila ada kebenaran yang lain dari sudut pandang yang berbeda sering ditentang bahkan disalahkan oleh orang yang menggunakan informasi yang subjektive tersebut. Sehingga terjadilah benturan-benturan atau konflik-konflik antara dua belah pihak yang sama-sama meyakini bahwa informasi merekalah yang paling benar.

Padahal konflik-konflik tersebut tidaklah, perlu terjadi kalau mereka melihat sesuatu tersebut secara objektive. Karena yang sebenarnya terjadi adalah dua-duanya sama benar hanya sudut pandangnya berbeda. Karena itu dua sudut pandang inilah yang harus kita pahami dan kita jelaskan sesuatu tersebut secara objektive. Ada contoh kecil yang sering digunakan untuk memahami objektivitas, yaitu ketika kita melihat angka 6 dari sudut pandang yang berbeda.

Coba menggambar angka 6 di atas tanah, dan posisi angka ini berhadap-hadapan antara A dan B.

Kalau A lihat...angka ini dari sudut kanan., maka A akan menjawab ini angka enam. Tetapi berbeda angka ini kalau dilihat dari sudut B, angka yang muncul adalah 9.

Sekarang Penulis bertanya antara A dan B penjelasannya mana yang benar??? Jawabannya, dua-duanya bener dan tidak ada yang salah.

Coba perhatikan baik-baik kalau kita melihat di luar sana, banyak orang yang menyibukkan dirinya hanya untuk mempermasalahkan hal yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Menurut A angka ini adalah 6 dan itu suatu kebenaran yang nyata di mata A. Dan menurut B angka ini adalah 9 dan itu merupakan suatu kebenaran yang nyata di mata B. Walaupun A mengeluarkan berbagai alasan untuk menyalahkan B angka yang B lihat tetaplah 9, tidak mungkin menjadi 6 begitu pun sebaliknya. Tetapi kebenaran mereka adalah kebenaran subjektive yang hanya dilihat dari satu sisi saja. Sedangkan kebenaran objektive seperti apa?, kebenaran objektive adalah kebenaran yang dilihat dari samping (antara A dan B) atau dari dua sisi tersebut?!

Oh...kalau dari kanan ini angka enam dan kalau di lihat dari kiri ini menjadi angka sembilan, itulah sebenarnya kebenaran objektive yang harus menjadi landasan berfikir seorang manusia yang memiliki kedewasaan berfikir.

Filsafat yang objektive sangatlah berguna bagi proses pendewasaan berfilsafat. Baik dalam memahami sesuatu yang mikro ataupun memahami sesuatu yang makro. Karena kehidupan ini harus di pahami dari banyak sisi, tidak bisa kita menyimpulkan suatu kebenaran hanya dari satu sisi saja. Tetapi perlu banyak pemahaman hingga kita dapat mengetahui peta permasalahan yang terjadi dari hal yang sifatnya pribadi hingga hal-hal yang sifatnya umum dan universal.

Point yang kedua dari ketidakdewasaan berfikir yaitu generalisasi atau pengumuman sesuatu. Generalisasi adalah suatu bentuk ketidakdewasaan manusia dalam berfikir. Generalisasi juga suatu ciri khas kalau seseorang membawa kepentingan tertentu agar ucapannya dapat diterima orang lain, sehingga seseorang kadang sengaja menggeneralisir sesuatu untuk menemukan sebuah pembenaran terhadap suatu hal. Pembenaran ini dilakukan dengan cara mengungkapkan suatu hal yang kecil (kasus) dan kemudian diumumkan dan dijadikan suatu dasar yang universal. Dan hal ini dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan dalam beranalogi, membandingkan satu hal dengan hal yang lain dan kemudian dua hal itu disamakan untuk menemukan suatu pembenaran.

Generalisasi juga menyebabkan seseorang melakukan suatu pemahaman yang parsial dan sangat tidak dewasa. Karena setiap ucapannya sangat berbeda dengan realita yang terjadi, semua yang dia generalisasi tersebut pada kenyataannya dilapangan sangat relative atau bisa dibilang “Belum tentu!”. Contoh simple untuk memahami kesalahan dalam generalisasi misalnya, suatu saat anda bertemu orang miskin, dari informasi yang anda dapatkan dari orang atau hasil wawancara, bahwa seorang yang miskin tersebut sangat pelit, lalu anda menggeneralisir hal tersebut dengan mengatakan bahwa “Semua orang miskin itu pelit!”. Kemudian anda bertemu dengan orang kaya yang baik hati dan murah hati, lalu anda menggeneralisir kenyataan tersebut dengan mengatakan bahwa “Semua orang kaya itu baik hati”.

Inilah kesalahan dalam menggeneralisir atau mengumumkan sesuatu, sebab kenyataan sebenarnya yang terjadi tidaklah seperti itu, yang sebenarnya terjadi adalah “Belum tentu”. tidak semua orang miskin itu pelit, Ada juga orang miskin yang baik hati. Artinya sebagian ada yang pelit dan sebagian lagi ada yang baik hati tergantung orangnya dan itu tidak bisa digeneralisir. Begitu pun kesimpulan bahwa semua orang kaya itu baik hati, tidak semua orang kaya itu baik hati, ada juga orang kaya yang pelit, sebagian ada yang baik hati dan sebagian ada yang pelit. Tergantung orangnya dan itu sekali lagi tidak bisa digeneralisir dengan mengatakan “Semuanya sama”.

Orang yang bicara seperti itu biasanya ada udang dibalik batu atau punya kepentingan dan misi tertentu agar ucapannya diterima. Walaupun kenyataanya sangatlah tidak realistis..., tetapi dia berusaha mencari pembenaran agar ucapannya itu menjadi realistis. Karena itu kita harus hati-hati atas ketidakdewasaan berfikir seperti itu, jangan sampai teori-teori hasil generalisasi itu kita yakini kemudian malah mendarah daging dalam pemikiran kita, padahal itu adalah suatu bentuk kesalahan berfikir yang kenyataannya sangatlah tidak sesuai bahkan cenderung menyesatkan.

Akhirnya kalau itu terjadi yang rugi dan kecewa adalah diri kita sendiri, ketika kita mencoba menerapkan teori itu dalam kehidupan. Ternyata teori itu adalah salah dan tidak berguna, padahal teori itu telah bertahun-tahun kita yakini dan telah menjadi bagian dari hidup kita. Oleh karena itu jangan lah menerima sesuatu kebenaran hasil generalisasi, dan jangan pula menjelaskan suatu kebenaran hanya dengan menggenelarisasi sesuatu. Sebab hal tersebut adalah wujud ketidakd-wasaan kita dalam berfikir, mulailah mengungkapkan sesuatu yang sesuai dan terjadi dilapangan bukan suatu teori atau analogi yang dalam kenyataannya belum tentu terjadi.

Point yang terakhir dari orang yang tidak dewasa dalam berfikir yaitu egosentrisme atau mengukur orang lain berdasarkan diri sendiri. Egosentrisme merupakan kesalahan berfikir, sebab apa yang kita rasakan belum tentu orang lain merasakan, dan apa yang orang lain rasakan belum tentu kita rasakan!. Apa yang menurut kita baik belum tentu menurut orang baik, dan apa yang menurut orang lain baik belum tentu menurut kita baik!. Apa yang menurut kita buruk belum tentu menurut orang lain buruk, dan apa yang orang lain buruk belum tentu buruk menurut kita!. Karena itu jangan pernah menerapkan ukuran kita kepada orang lain, sebab ukuran kita dengan ukuran orang lain belum tentu sama. Karena ukuran setiap manusia di Dunia ini terhadap sesuatu tidaklah selalu sama, karena setiap manusia memiliki fikiran, ide, pengalaman dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu hal.

Karena itu apabila tidak di pahami egosentrisme akan menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik-konflik yang bisa berakibat fatal. Karena itu jangan pernah sekali-kali mengukur baju orang lain dengan ukuran baju sendiri, kita harus lebih banyak memahami orang lain mungkin latar belakang hidupnya tidak seperti latar belakang hidup yang pernah kita jalani. Sehingga mereka menganggap baik perbuatan yang menurut kita sangat salah, contoh yang sering terjadi di dalam masyarakat kita misalnya, gua orang yang berasal dari suku Sunda yang memiliki tipikal lemah lembut ketika gua melihat orang Batak dengan suara yang keras dan lantang. Kemudian gua menganggap setiap orang Batak itu galak-galak. Kemudian ketika gua melihat orang Jawa yang bekerjanya lambat dan lama, trus gua menganggap orang Jawa itu males-males. Sedangkan yang terjadi sebenarnya menurut orang Batak dia tidak marah hanya kebiasaan mereka sehari-hari bicaranya seperti itu, begitu pun menurut orang Jawa mereka bukan males-malesan tetapi orang Jawa itu mempunyai perinsip pelan-pelan tapi pasti. Sehingga walaupun mereka lambat tetapi sangat hati-hati dan penuh konsentrasi (fokus) sehingga hasil kerjanya bagus.

Contoh lain yang lebih simple di dalam memahami kesalahan dalam egosentrisme adalah saat kita sakit, terkadang orang suka salah dalam memahami orang sakit. Sebab orang sakit itu apabila makan makanan yang enak dan lezat tidaklah nikmat, malah makanan yang lezat itu akan terasa pahit. Ketika kita memberi makanan yang nikmat dan lezat kepada orang sakit, secara tidak sadar kita telah memaksakan ukuran kita sebagai orang yang sehat kepada ukuran orang yang sakit. Harusnya kalau kita akan memberikan makanan yang enak dan lezat, jangan memberikannya pada saat ia sakit tetapi pada saat orang tersebut sehat. Kalau kita memberi makanan yang enak menurut kita orang yang sehat, tetapi menurut orang yang sakit makanan itu akan terasa pahit. Makanya hal itu percuma, hanya menambah orang yang sakit, sakit hati akibat pemberian kita (sebaba tidak bisa di nikmati).

Pemberian terbaik saat orang sakit adalah obat, jamu, buah-buahan, atau apa saja yang dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya. Walaupun menurut kita itu pahit dan tidak enak..., tetapi itu sangat baik untuk kesembuhan dan kesehatan orang yang sakit.

Intinya jangan sekali-kali mengukur orang lain dengan ukuran dari sendiri karena itu tanda bahwa diri kita belum lah dewasa, tetapi ukurlah orang lain dengan ukuran orang lain, dan juga ukurlah diri sendiri dengan ukuran diri sendiri. Dan jangan mengukur diri sendiri dengan ukuran orang lain, karena itu belum tentu baik untuk diri kita. Kalau kita bisa mengukur orang lain dengan ukuran orang lain, atau mengukur suatu masyarakat dengan ukuran masyarakat tersebut, atau mengukur suatu Budaya dengan ukuran Budaya tersebut, atau mengukur suatu Bangsa dengan Ukuran bangsa tersebut. Maka kita dapat lebih banyak memahami orang lain, masyarakat lain, Budaya lain, Bangsa lain, bahkan kita dapat memahami Dunia dan Kehidupan. Dan sebenarnya disitulah titik akhir kedewasaan seorang manusia yaitu, ia dapat memahami hidup dan kehidupannya di Dunia. Karena itu apapun yang terjadi dalam kehidupannya ia tidak akan pusing dan bingung. Sebab ia telah menemukan lembar jawaban dari kehidupan yang ia jalani.

Itu mungkin sedikit pemikiran dari Penulis, tentang Filsafat dan Kehidupan. Masih banyak hal, yang belum penulis temukan juga masih banyak kehidupan yang belum Penulis pahami. Karena itu mari kita sama-sama memahami dan mencari apa sih arti kedewasaan berfikir yang sebenernya???

“Resolusi Kesejahteraan Rakyat“

“Resolusi Kesejahteraan Rakyat“

Oleh: Gatot Aryo

ini berisikan point-point penting, yang merupakan sebuah pondasi dasar di dalam mensejahterakan rakyat. Ibarat sebuah rumah tanpa pondasi maka rumah itu akan rubuh, atau sebuah pohon tanpa akar...maka pohon tersebut akan jatuh dan tak mampu berdiri kokoh.Begitu pun kesejahteraan rakyat...takkan mampu berdiri kokoh tanpa pondasi dasar..., dan hal-hal tersebut akan kami paparkan. Sehebat apapun konsep-konsep di dalam mensejahterakan rakyat...tak akan berhasil tanpa sebuah pondasi dasar kesejahteraan rakyat yang kuat, isi resolusi tersebut adalah.

Pertama..., dalam menata sebuah kesejahteraan... Pemerintah harus mampu berbuat “Adil” kepada rakyat. Keadilan adalah kunci utama dalam sebuah Pemerintahan ...tanpa keadilan maka sebuah pondasi kesejahteraan rakyat tidak akan pernah akan pernah terwujudkan, sikap adil adalah bagaimana Pemerintah melakukan sebuah tindakan dan kebijakan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat semaksimal dan semampu Pemerintah. Pengertian adil sendiri adalah “Seimbang”, atau sesuai dengan kebutuhan rakyat dan bukan sama rata. Contoh kecil di dalam keluarga..., seorang adik yang baru sekolah SD dengan kakak yang sekolah SMU memiliki kebutuhan yang berbeda. Kalau kita akan berbuat adil pada mereka dengan menyamaratakan...uang jajan mereka berdua..., misalnya setiap orang mendapat Rp 2000 Rupiah. Amat sangat tidak adil bagi sang kakak yang SMU karena kebutuhannya lebih dari dua ribu rupiah, dan amat sangat tidak adil bagi sang adik karena kebutuhannya kurang dari Rp 2000 Rupiah, dan hal itu sangat berlebihan. Keadilan yang benar adalah adik mendapat Rp 1000 Rupiah...sedangkan kakak mendapat Rp 3000 rupiah..., itu baru keadilan (Seimbang).

Sedangkan konteks keadilan Pemerintah saat ini pada rakyatnya adalah..., bagaimana Pemerintah mampu bersikap seimbang antara “Hak Rakyat” dengan “Kewajiban Rakyat”. Sebab selama ini ketidakadilan yang di lakukan oleh Pemerintah selama ini adalah akibat dari tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban bagi Pemerintah untuk rakyat..., di satu sisi rakyat diwajibkan untuk membayar Pajak..., mena’ati Hukum..., dan membela Negara. Tetapi di sisi lain...hak-hak rakyat yang tercantum dalam UUD’45 tidak ada satupun uang di penuhi baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah..., seperti Rakyat berhak atas pekerjaan..., Rakyat berhak atas kehidupan yang layak..., Rakyat berhak mendapat pe-ngajaran dan pendidikan...(Gratis), Rakyat berhak atas pelayanan kesehatan... (Gratis), Rakyat berhak atas kekayaan alam yang di pergunakan untuk kemakmuran rakyat..., dan Fakir miskin dan anak-anak terlantar di Negeri ini dipelihara oleh Negara.

Semua hak-hak rakyat tersebut akhirnya menjadi sebuah kebohongan bagi rakyat dan tidak ada buktinya..., boro-boro pekerjaan yang diberikan Pemerintah..., rakyat yang berusaha sendiri untuk berdagang saja (PKL) pada di usirin oleh Pemerintah. Lalu boro-boro rakyat mendapat kehidupan yang layak orang-orang yang tinggal di daerah kumuh dan kotor saja pada digusurin oleh Pemerintah. Kemudian boro-boro rakyat mendapat pendidikan dan kesehatan (Gratis)...orang biaya sekolah dan rumah sakit di Negeri ini saja amat sangat mahal. Apalagi fakir miskin dan anak-anak terlantar yang dipelihara oleh Negara..., apakah Pemerintah saat ini perduli pada mereka...malah Pemerintah membenci mereka dengan mengatakan mereka adalah “Sampah Masyarakat”.

Harusnya Pemerintah sadar keinginan rakyat di Negeri ini tidaklah berlebihan, mereka hanya meminta hak-haknya dipenuhi. Karena itu kebijakan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah harus seimbang antara hak-hak yang harus rakyat dapatkan dengan kewajiban yang harus rakyat laksanakan.

Kalau itu bisa dipenuhi oleh Pemerintah Insya Allah sebuah keadilan pun akan dirasakan oleh rakyat..., selain itu masih banyak keadilan–keadilan lain yang harus Pemerintah lakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan rakyat.

Bapak Walikota bersikap lebih mementingkan kesejahteraan rakyat dari pada kepentingan diri sendiri merupakan sebuah sikap yang adil kepada rakyat..., karena itu Bapak harus lebih introspeksi diri dan hati-hati di dalam melakukan setiap kebijakan yang akan di keluarkan oleh rakyat.

Resolusi yang kedua..., apabila Pemerintah ingin mensejahterakan kehidupan rakyat...Pemerintah harus menjadi “Suritauladan“ bagi Rakyat. Contoh dari para Pejabat Pemerintahan sangat penting...sebab apabila Pemerintah memiliki moral dan akhlak yang baik, maka rakyat pun akan senang dan bangga kepada Pemimpin mereka. Dan itu merupakan kebanggaan diri sendiri bagi rakyat yang mendambakan sesosok Pemimpin yang mengayomi dan memberikan ketenangan pada rakyatnya, ramah, senyuman, sederhana terutama di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti bermewah-mewah, sombong, iri, hasut, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya yang tidak pantas di sandang oleh seorang pemimpin. Tetapi rendah hati, pemaaf, sabar, hidupnya sederhana, tidak suka berbangga-bangga, religeus , arif dan bijaksana.

Bukan saling menghina, memaki, menjatuhkan...yang menyebabkan konflik-konflik yang merugikan rakyat bahkan pertumpahan darah. Tetapi mereka membutuhkan para pemimpin yang mau mengakui kesalahan..., mau mengoreksi dirinya dan merubah...apabila ada tindakan–tindakan salah yang dilakukan oleh Pemerintah. Sebagai seorang manusia wajarlah apabila melakukan suatu perbuatan salah, tetapi yang terpenting bukan kesalahannya...tetapi apakah kita mau berubah dan mengakui kesalahan itu..., bukannya justru ngotot dengan kesalahannya atau malah mencari-cari alasan agar mendapat suatu pembenaran.

Resolusi yang ketiga..., untuk membangun pondasi kesejahteraan rakyat yang harus dilakukan Pemerintah berikutnya yaitu Pemerintah harus “Jujur” didalam setiap ucapan, tindakan, dan perbuatannya. Mengimplementasikan nilai-nilai kejujuran didalam Pemerintahan dari Pusat sampai Daerah hingga kelurahan...sangat penting dan akan menciptakan sebuah Pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Profesionalisme dalam bekerja..., APBD yang jelas, rinci, dan terbuka bagi publik..., tidak ada kebohongan dan penghianatan di dalam setiap Program, Kebijakan, dan Fungsi Administrasi...membuat Pemerintah akan memiliki kepercayaan dan legitimasi yang baik dari rakyat.

Dan itu akan membuat rakyat sejahtera..., karena tidak selalu merasa dibohongi dan di tipu oleh Pemerintah yang berkuasa. Pemerintah juga tidak menjual keb-jakan-kebijakannya kepada kelompok-kelompok konglomerat dan investor hanya karena sejumlah uang yang besar, yang berakibat rakyatnya menjadi korban dari kesewenang-wenangan kebijakannya. Administrasi yang panjang dan diperumit juga...merupakan masalah tersendiri bagi ketidakjujuran para aparatur Pemerintahan, harusnya tidak seperti itu...hanya karena ingin mendapatkan uang suap para aparat Pemerintahan sering memperumit proses Administrasi. Hingga konsekuensi dari orang-orang yang memberi uang suap atau istilahnya uang pelicin akan lebih mudah dan lancar didalam proses Administrasi...,Tetapi sebaliknya yang tidak menyuap akan dipersulit dan diperumit. Hal seperti ini sangat sering terjadi saat ini...bahkan telah menjadi budaya di dalam setiap aktivitas Pemerintah Pusat sampai Daerah hingga Kelurahan. Hal-hal yang seperti inilah yang harus di rubah oleh Pemerintah sehingga seluruh aparat Pemerintahan di Pusat sampai Daerah hingga Kelurahan dapat bersikap jujur dan profesional didalam menjalankan tugasnya hingga tidak ada lagi yang di sebut uang pelicin..., pungutan liar..., japuk (Jatah empuk) atau penipuan-penipuan lain di dalam administrasi. Seharusnya Birokrasi bukan memperumit dan menyusahkan rakyat di dalam berusaha..., tetapi harusnya mempermudah masyarakat didalam berusaha, perizinan, dan masalah-masalah administrasi lainnya. Sebab masalah-masalah administrasi lah..., yang sering dan langsung mengecewakan hati rakyat, dan hal itu di sebabkan oleh kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Aparatur dan Pejabat Di Pemerintahan.

Kemudian Resolusi yang terakhir..., apabila Pemerintah ingin mensejahterakan rakyat...Pemerintah harus “Peka terhadap setiap kejadian dan keadaan yang di alami oleh rakyat”. Segala rangsangan-rangsangan yang di berikan rakyat kepada Pemerintah..., dan Pemerintah harus selalu berinisiatif dan aktif untuk mendengar, membantu dan menolong dengan sekuat tenaga...agar masalah-masalah rakyat dapat di selesaikan.

Selain itu Pemerintah pun harus sering melihat kenyataan di lapangan..., segala penderitaan dan kesengsaraan rakyat Pemerintah harus lebih dulu tahu di bandingkan Perss atau para wartawan TV, Koran dan Radio. Sehingga dengan melihat kenyataan langsung di lapangan Pemerintah dapat melihat dan merasakan penderitaan yang dirasakan oleh rakyat. Sehingga Pemerintah tidak akan lupa dan terlena pada uang dan kekuasaan..., dan selalu memikirkan segala penderitaan dan kesusahan rakyatnya.

Hal-hal simple seperti inilah yang harus menjadi prioritas utama di dalam menjalankan segala kebijakan dan program Pemerintah. Dan seluruh resolusi dari kami ini...lebih terfokus pada manusia-manusianya bukan pada sistemnya. Sebab menurut kami para anggota perkumpulan tongkrongan Daud...”Recovery Manusia” itu lebih penting dan mendesak dari pada “Recovery Sistem”, karena sistem hanyalah alat sedangkan manusia lah yang menjalankannya. Walupun sistemnya bagus... tetapi kalau manusianya bodoh maka sistem tersebut lambat laun akan hancur..., tetapi kalau manusianya berkualitas...walaupun sistemnya lemah..., maka lambat laun akan mengalami proses penyempunaan.

Karena itu... marilah kita sama-sama mensejahterakan rakyat dengan merecovery manusianya lebih dulu... baru sistemnya. Kualitas Intelektual, Spiritual, dan Akhlak yang seimbang dalam diri manusia. akan menciptakan manusia yang berkualitas, jujur, adil, memberi suritauladan dan peka terhadap Kehidupan rakyat. Kesimpulan dari resolusi kesejahteraan rakyat kami ini... mari kita mulai dengan introspeksi diri yang dilakukan oleh para Pejabat dan seluruh aparatur Pemerintahan di Negeri ini..., hingga muncul lah perubahan-perubahan yang akan membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia!,”

Idealisme Kuldesak Dan Berhala Dunia

Idealisme Kuldesak Dan Berhala Dunia

Oleh: Gatot Aryo

Masyarakat Indonesia saat ini di penuhi oleh gejolak pemikiran yang sangat bervariasi dan bermacam-macam..., terkadang kita bingung di antara jutaan pemikiran manusia di Negeri ini...pikiran mana yang bagus dan dapat kita ambil sebagai sebuah acuan atau pedoman dalam hidup kita. Gotapi punya tips-tips simple dalam memahami fenomena-fenomena seperti itu..., pertama kalau anda membaca atau mendengar pemikiran-pemikiran tersebut..., lihat dulu secara empiris atau kenyataan. Apakah pemikiran mereka sesuai dengan ke-nyataan di lapangan (Maksudnya antara teori yang diungkapkan dengan praktek yang dilaksanakan), atau justru bertolak belakang (Antara teori dan prakteknya). Dan apabila bertolak belakang lebih baik lupakan saja.

Yang kedua, apakah mereka mengeluarkan ide atau pemikiran tersebut..., contoh atau tindakan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-harinya sesuai dengan apa yang ia katakan atau justru sebaliknya (Ucapan dan tindakannya berbeda). Contoh kecil saja..., misalnya ada orang yang dalam pemikiranya membela rakyat kecil, orang miskin...bahkan mensejahterakan rakyat. Tetapi dalam kehidupan sehari-harinya ia sangat sering berfoya-foya..., sangat cinta akan uang dan harta..., kehidupannya megah dan mewah..., dan apabila ada pengemis atau orang miskin yang datang kerumahnya...untuk meminta sesuap nasi. Mereka bukannya membantu dan menolong agar pengemis tersebut dapat keluar dari kemiskinan, misalnya memberi modal buat usaha..., tetapi justru di usir, di maki-maki bahkan berbohong dengan mengatakan “Saya tidak punya uang!,” saya kira orang seperti ini ucapanya lebh baik tidak usah di dengarkan. Dan contoh-contoh lain...yang kita temukan bertolak belakang antara teori dan praktek , atau antara ucapan dan tindakan.

Dengarlah..., ucapan atau pemikiran orang-orang yang dalam kenyataannya...memang sudah dapat dilaksanakan, bukan sebaliknya. Juga pastikan ucapan itu sesu-ai dan terimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Kenapa...?, karena banyak orang-orang di Indonesia ini menggunakan cara-cara destruktif atau menipu. Pada awalnya ucapannya setinggi langit memuji dan membela rakyat, tetapi akhirnya...tetap menjadi budak-budak uang dan kekuasaan. karena itu Bangsa kita baru akan bangkit apabila tujuan hidup para pejabat dan rakyatnya bukan Uang, Kekuasaan dan Wanita. Tetapi tujuan mereka adalah keadilan, kesejahteraan dan kebenaran Ilahi.

Karena menurut Penulis manusia di Dunia ini...sudah banyak yang tidak memiliki Tuhan. Bukan mereka tidak berAgama atau Ateis. Mereka memiliki Agama seperti Islam, Kristen, Hindu, atau Agama-agama lain..., tetapi mereka lupa pada Tuhannya...Tuhan yang maha Esa, yang menguasai seluruh Langit dan Bumi. Yang mereka sembah saat ini hanyalah tiga berhala..., yang banyak di jadikan sesembahan umat manusia di Dunia sekarang.

Berhala tersebut yang pertama. Adalah berhala kekuasaan..., banyak sekali manusia di dunia ini yang menjadikan kekuasaan sebagai berhala, bahkan bisa di sebut Tuhan mereka. Mereka menjadikan kekuasaan sebagai tujuan hidupnya, misalnya ingin menguasai Dunia, Negara dan lain-lain. Untuk menjadi Presiden seseorang rela menggunakan berbagai macam cara..., entah cara itu baik atau buruk, berdosa tau tidak, menyengsarakan orang atau tidak..., yang penting jabatan Presiden harus mereka dapatkan, walaupun harus menipu, membunuh, memfitnah. Mereka lupa pada Tuhannya..., larangan-larangan Agama..., yang ada dalam hatinya cuma satu yaitu bagaimana kekuasaan tersebut bisa mereka dapatkan. Dan orang-orang seperti ini bisa di sebut golongan penyembah “Berhala Kekuasaan”.

Berhala yang kedua. Adalah berhala Uang..., banyak orang di dunia ini yang tergila-gila terhadap uang..., uang adalah segala-galanya bagi mereka. Dengan uang seo-rang manusia dapat bersujud dan menyembah-nyembah, hanya karena uang seorang manusia rela melakukan apapun. Walaupun yang dia lakukan itu bertentangan dengan perintah dan larangan Tuhan. Yang ada dalam hatinya adalah uang, dan tujuan hidupnya hanyalah uang semata. Mereka-mereka ini bisa disebut golongan penyembah “Berhala Uang”.

Berhala yang ketiga adalah berhala Wanita..., banyak orang yang saat ini yang menyembah-nyembah pada Wanita (Pornografi, “Cinta” atau Seksualitas), hal itu bisa terjadi apabila ia menempatkan Wanita tersebut diatas Tuhannya. Dengan mengatakan “Aku tidak Bisa hidup hidup dan akan mati tanpa mu!” atau “Aku tidak bisa melupakan diri mu setiap detik dan setiap saat!” sedangkan Tuhannya tidak pernah ia ingat, dilupakan dan tidak di Perdulikan sama sekali. Sedangkan Tuhannya... telah menciptakan dan memberinya rezeki serta kasih sayang yang abadi dan sejati...masa di cuekin. Golongan seperti bisa di kategorikan sebagai penyembah “Berhala Wanita”.

Kesimpulannya Kekuasaan, Uang dan Wanita (pornografi atau cinta) ...saat ini telah menjadi berhala di Dunia..., yang popularitasnya menyaingi Tuhan. Dan menurut Gotapi tiga berhala ini lebih berbahaya dari berhala-berhala lain yang tersebar di Dunia ini. Manusia saat ini banyak terlena oleh tiga hal tersebut, karena itu jangan pernah sekali-kali kita hanya bisa memaki-maki para Penguasa di Negeri ini...! Kalau seandainya kita berada pada posisi seperti mereka...?, kita masih akan melakukan hal yang sama. Sebab saat ini kita masih menjadikan Uang, Kekuasaan dan Wanita sebagai tujuan hidup kita...?! bukan sebagai alat untuk mencapai kehendak Sang Pencipta. Bagi Penulis kira hal-hal simple seperti ini lah yang perlu kita pahami dan renungi kembali...agar segala tindakan dan pergerakan kita tidak salah kaprah.