Jumat, 29 Agustus 2008

Rekontruksi Pemimpin Muda Indonesia

Rekontruksi Pemimpin Muda Indonesia

Oleh : Gatot Aryo

Regenerasi pemimpin muda di Indonesia telah masuk pada tahap membahayakan dalam berbagai percaturan kehidupan berbangsa, mulai aspek sosial politik, hukum hingga ekonomi kepemimpinan muda hampir kehilangan jejaknya. Dominasi orang-orang lama yang kinerja dan kapabilitasnya masih di pertanyakan, membuat jargon 4L (Loe Lagi Loe Lagi) menjadi umpatan anak muda yang gerah dengan regenerasi kepemimpinan Bangsa yang jalan di tempat, alias mandek di tengah jalan.

Dampaknya, saat ini Bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Di barbagai bidang rakyat kehilangan figur-figur bersih, jujur, berprestasi, dan mampu membawa Bangsa ini pada perubahan. Kalau kta coba mengevaluasi kepemimpinan Bangsa sepuluh tahun terakhir, banyak harapan yang tidak tercapai, banyak tujuan yang gagal yang di impikan Bangsa ini.

Bahkan Reformasi 1998 tidak dijadikan momentum penyelesaian persoalan Bangsa yang menumpuk, malah semakin menambah tumpukan masalah baru menjadi bukit masalah Bangsa yang solusinya lebih rumit dan lebih sulit.

Kita butuh figur baru yang fresh, energik, dan moralis yang mampu menyelelesaikan masalah Bangsa ini bukan menambah masalah. Pemimpin-pemimpin senior sudah saatnya lengser ke Perabon, dan memberikan ruang gerak plus kesempatan para anak muda memimpin. Para senior harus menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam kubangan lumpur masalah Bangsa, yang membuat kemanapun mereka pergi bau busuk polemik politik masa lalu masih menempel, dan tidak akan hilang selama mereka masih duduk di jabatan public.

Bangsa ini perlu memunculkan figur alternative dari kaum muda yang memiliki polemik pilitik masa lalu, utang pada dinasti orde baru maupun orde reformasi, bersih dari kasus hukum terutama kasus korupsi, visioner, konsisiten, penuh cinta, membela kaum termajinakkan, dan menjadi oase penyejuk ditengah padang tandus kegersangan Bangsa.

Hakikat Pemimpin

Pemimpin itu memimpin bukan di pimpin. Seorang pemimpin, sebelum memimpin orang lain ia harus mampu memimpin dirinya sendiri. Sebelum menyuruh berbuat baik, ia harus mencontohkan dirinya baik terlebih dahulu. Sebelum menyuruh tidak korupsi, ia harus menyuruh dirinya sendiri untuk tidak korupsi. Jadi tidak pantas seorang pemimpin mengumandangkan genderang perang korupsi, sedangkan ia sendiri masih aktive atau pernah terlibat dalam kasus korupsi.

Pemimpin yang ideal tidak cukup memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi kinerja dan moralitasnya pun harus baik. Setidaknya ada tiga aspek yang perlu dimiliki seorang pemimpin muda yang layak meregenerasi kepemimpinan Bangsa.

Pertama, intelektualitas yang mumpuni. Pemimpin muda harus cepat, cerdas, dan akurat dalam berfikir. Terutama bagai mana dia mengelola masalah, menganalisis, dan mengimplementasikannya di lapangan. Kepemimpinan muda harus cerdas dalam mengelola konflik, dan masalah. Lalu mencari penyelesaiaan masalah tersebut secara adil. Kedua, totalitas kinerja yang efektif. Pemimpin muda tidak cukup kerja keras tetapi juga mamapu bekerja cerdas. Planning yang hebat harus disertai execution yang efektif, sebab planning sehebat apapun tanpa strategi execution yang afektif tidak akan menghasilkan perubahan yang di harapkan.

Ketiga, moralitas spiritualyang konsisten. Setiap manusia memiliki nilai-nilai positif dalam hidupnya, tapi ketika uang dan kekuasaan memikat hawa nafsunya. Terkadang manusia mudah terhipnotis dan terjebak dalam lingkaran api kejahatan, penipuan, dan kemunafikan. Segala idealisme yang telah tertanam dalam pikiran, tiba-tiba harus luntur oleh kilauwan indah materi dan jabatan. karena itu, moralitas spiritualitas yang konsisten harus dimiliki pemimpin muda. Entah itu bersumber dari pemahaman atas nilai-nilai keimanan individu sebagai seorang makhluk kepada khaliknya, atau perenungan yang mendalam atas esensi kemanusiaan yang konsisiten, sehingga membentuk karakter “Manusia Setengah Dewa”, seperti kata Iwan Fals dalam Syair lagunya.

Karena itu, katerlibatan Pemimpin muda yang teruji secara intelektualiatas, spiritualitas, dan kinerjanya sangat dibutuhkan Bangsa ini. Bukan pemimpin muda karbitan, tak bermoral, apalagi hidup dalam bayang-bayang pemimpin lama yang bermasalah. Tapi pemimpin muda yang mau menjadikan kesusahan rakyat sebagai kesusahan dirinya, masalah rakyat sebagai masalah dirinya. Bukan memanfaatkan ketokohannya sebagai Pemimpin untuk sekedar mencari kekayaan dan jabatan semata.

Pemimpin muda jangan menjadi para pengeritik masa kini, yang akan menjadi Pejabat atau politikus korups pada masa yang kan datang. Karena pemimpin tua masa kini, sebagiannya merupakan para pengeritik masa lalu. Tetapi ketika kekuasaan dan jabatan telah mereka duduki, seolah-olah kritik tajam mereka dahulu tumpul oleh kenyamanan kursi jabatan dan kekuasaan.

Para Pemimpin Nusantara

Sejarah mencatat, bahwa indonesia ini di penuhi para Pemimpin dengan segala prestasinya. Bahkan kejayaan mereka gaungnya masih terasa di telinga hingga saat ini. Sebut saja masa keemasan Feodalisme Imperium Majapahit, di mana tercatat oleh tinta sejarah seorang Jendral perang bernama Gajah Mada. Dengan pasukan Bayangkaranya berhasil menguasai Nusantara, bahkan hingga perbatasan Cina di bawah Panji HARMUKTI PALAPA. Mustahil Gajah Mada mampu melakukan hal itu, tanpa kepemimpina yang hebat dan kuat. Gajah Mada merupakan inspirasi bagi para Pemimpin muda, bagaimana membawa Bangsa Indonesia ini pada masa kejayaan.

Kearifan lokal masa lampau, dapat dijadikan kajian leadership dalam konteks modern para Pemimpin muda. Seperti masa keemasan selanjutnya di bawah Imperium Keislaman Walisongo. Sembilan Wali yang menguasai kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, dan mensponsori kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Melalui pendekatan Spiritual dan Akhlakul Karimah Walisongo berhasil mengIslamkan masyarakat Jawa dari kasta wong cilik hingga para Pemangku Kerajaan. Lewat perjuangan mereka pula, mayoritas masyarakat di Bumi Nusantara Indonesia ini akhirnya memeluk agama Islam.

Dengan semangat moralitas spiritual yang konssiten, pada masa itu Nusantara menjadi Bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur. Sebelum akhirnya, Bangsa ini di jajah Belanda kurang lebih 350 Tahun.

Masuk masa perlawanan Penjajah, sejarah juga mencatat tokoh-tokoh hebat di berbagai pelosok Nusantara ini mulai Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pangeran Diponogora, Tuanku Imam Bonjol, Patimura sebagai pemimpin yang memiliki semangat juang melawan Kolonialisme. Walaupun pada akhirnya, perlawanan mereka berhasil dipatahkan oleh Belanda, tapi usaha mereka merupakan titik awal perjuangan Bangsa ini dalam memperoleh kemerdekaan. Perlawanan tanpa menyerah, walau kalah strategi dan peralatan Perang.

Memasuki masa perjuangan kemerdekaan, sejarah juga mencatat tokoh-tokoh muda seperti Dr. Wahidin sudarsono, dan Dr, Sutomo dengan Budi Utomonya. Juga H.O.S Cokroaminoto dengan Sarekat Islam. Douwes Dekker. Dr. Cipto mangunkosumo, dan Ki Hajr Dewantara dengan Indische Partij. Kiayi Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah. KH. Wahid Hasyim dengan Nahdatul Ulama. Soekarno, Muhammad Hatta, Muahammd Natsir, Jendral Soedirman, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir, Haji Agus Salim, Muhammad Husni Tamrin, Djuanda, Tan Malaka dan banyak pemimpin Bangsa lain yang berhasil membawa Bangsa Indonesia mencapai Kemerdekaannya.

Walaupun saat itu sistem pemerintahannya belum sempurna, tetapi dipimpin oleh kaum muda yang memiliki pikiran-pikiran pembaharuan membangun Indonesia yang sejahtera, adil dan Makmur. Tanpa pamrih jabatan apalagi harta benda, justru membuktikan Bangsa ini dibawa kearah kebaikan dan penuh harapan.

Di bandingkan saat ini, dimana sistem Demokrasi kiata sangat mapan dan terstruktur. Tetapi karena mental dan prilaku para pemimpinnya busuk, justru Negara ini mengalami proses pembusukan. Padahal Jumlah politisi kita yang duduk di Pemerintahan Nasional dan Lokal sekitar 16000 orang, jumlah yang cukup besar untuk melakukan prestasi yang mencengangkan Dunia. Itupun kalau kualitas kepemimpinan mereka seperti para leluhurnya di masa lampau saat membangun Nusantara ini. Bahkan Ir. Soekarno hanya butuh sepuluh, “Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku goncangkan Dunia!!!.”

Pemimpin Muda

Generesi muda adalah harapan Bangsa, prestasi pemuda hari ini meramalkan kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Begitupun sebaliknya, hancurnya pemuda hari ini meramalkan kehancuran Bangsa di masa yang akan datang. Pemuda hari ini merupakan tolak ukur Indonesia dimasa yang akan datang.

Tetapi menjadi anak muda yang mampu memimpin Bangsa tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tidak banyak anak muda Indonesia yang memiliki pikiran-pikiran pembaharuan untuk memperbaiki keadaan Negeri ini. Selain itu, figur muda biasanya masih belum teruji kemampuannya dalam memperbaiki kemelut di Negeri ini.

Tantangan lain bagi pemimpin muda, ia harus mampu mempersatukan Bangsa ini. Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam, tapi keragaman terkadang memicu konflik dan perpecahan. Seperti kata pepatah “Bersatu kita teguah, Bercerai kita runtuh!”. Tanpa persatuan Bangsa ini akan menemui proses penghancuran diri. Bung Karno pernah berucap, “Dalam Persatuan kita Berdiri, dalam perpecahan Kita Hancur!.”

Kemudian, pemimpin muda harus memiliki sifat Patriotisme. Sifat ksatria dapat kita contoh dari para pemimpin Bangsa masa lampau. Mulai dari para Ksatria Majapahit hingga Founding Father Kemerdekaan Indonesia. Seorang Ksatria akan selalu bertanggung jawab, bijaksana, jujur, bermoral baik, dan memiliki sikap mau mengakui kesalahan. Seperti ungkapan Pangeran Joyoboyo seorang Raja Kediri dalam Syairnya.

“Seharusnya malu menggunakan baju Ksatria, jika prilakunya mendua, wajahnya pun berwarna ganda, seharusnya mengaku salah, namun nyatanya lupa sikap Ksatria!.”

Terakhir, seorang Pemimpin muda harus mampu bersikap adil, dan menjunjung asas persamaan di mata Hukum. Tak ada kaya miskin, tua muda, pejabat wong cilik, semua sama di mata Tuhan juga di hadapan Hukum. Sekaya apapun seseorang, sekuasa papun dia, tapi apabila ia salah maka harus dihukum tanpa membeda-bedakan kasta.

Tidak layak seorang Pemimpin Muda , masih membeda-bedakan kelas sosial di masyarakat. Apalagi Indonesia ini bersatu karena kita memiliki persamaan, yaitu persamaan nasib, sejarah dan tujuan. Yang mana tujuan tersebut tercantum dalam Pancasila dan UUD’1945.

Rekontruksi pemimpin muda Indonesia, harus di mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sosial kemasyarakatan, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemimpin Muda Indonesia Masa Depan adalah Pemimpin yang mampu menjiwai api semangat dari para Pemimpin Masa lalu, bukan sekedar asapnya. Bukan romantismenya, tetapi nilai luhur yang tercantum dalam jiwa para leluhur, seperti Panglima Gajah Mada, Wali Songo, HOS. Cokroaminoto, Soekarno, Muhammad Hatta, MUahammad Natsir, Jendral Soedirman.

Kalau Para Pemimpin Muda dapat mengkader diri mereka dengan mengkolaborasi leadership masa lalu dalam konteks kearifan lokal dengan masa kini dalam konteks efisiensi dan efktifitas. Lalu mengisi jiwa mereka dengan moralitas spiritual yang konsisiten, maka kita tidak membutuhkan waktu lama lagi untuk menciptakan prestasi yang mencengangkan Dunia. Seperti ucapan Bung Karno “Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku goncangkan Dunia!.”

Pengamat Muda PSTD

(Prisma Study Trans Dimension)

Komunitascoretan@yahoogroup.

Tidak ada komentar: