Jumat, 29 Agustus 2008

“Filsafat Kehidupan???”

“Filsafat Kehidupan???”

Oleh: Gatot Aryo

Pendapat saya tentang Filsafat Kehidupan Saya mempunyai pemikiran yang berbeda dari orang lain, tentang Filsafat atau pun tentang Kehidupan. Tapi saya akan jelaskan satu persatu.

Pertama, tentang Filsafat. sejauh yang saya pahmi makna filsafat sesungguhnya adalah berfikir. Artinya apabila kalian sedang berfikir itu artinya kalian sedang berfilsafat, jadi apapun yang orang keluarkan dan itu melalui proses berfikir...itulah filsafat. Kesimpulannya subtansi filsafat adalah “berfikir”. Kemudian yang kedua Hidup..., kalau menurut gua hidup itu adalah waktu dimana manusia bernyawa, tumbuh, dan berkembang. Dan setiap orang yang hidup pasti mempunyai kehidupan..., dan setiap kehidupan pasti ada masalah..., dan setiap manusia melewati masalah pasti ada pengalaman, setiap pengalaman maka ada hikmah yang diambil, dan setiap hikmah yang diambil pasti ada pendewasaan. Jadi kesimpulannya subtansi dari kehidupan adalah “Kedewasaan”.

Dan apabila kalian menanyakan tentang Filsafat Kehidupan..., maka jawaban saya adalah “Berfikir Dewasa” atau dibalik “Kedewasaan Berfikir”. Dan dua kalimat tadi walaupun sama...hanya dibalik. Tetapi memiliki makna yang berbeda Berfikir dewasa dan kedewasaan berfikir

Yang pertama, Berfikir Dewasa. Berfikir dewasa adalah subtansi dari filsafat kehidupan tetapi ini terfokus pada kehidupannya (Kedewasaan). Dalam konteks ini ada beberapa point yang dapat saya jelaskan.

Pertama..., adalah dominasi akal atas perasaan. Detailnya seperti ini...ada dua hal yang dijadikan sebagai pusat kehidupan manusia yaitu akal (fikiran) dan perasaan. Kebanyakan manusia yang dewasa mereka menggunakan akal sebagai pusat kehidupannya dibandingkan perasaan sebagai pusat kehidupannya. Sebab ada beberapa keunggulan akal...yang sangat efektif dalam menjelaskan dan menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan ini, sehingga setiap persoalan yang datang akan cepat ditemukan penyelesaiannya lebih efektif dengan menggunakan akal. Dibandingkan pada manusia yang menggunakan perasaan sebagai pusat kehidupan dan pusat pengambilan keputusan.

Sebab manusia yang menggunakan akal akan selalu berfikir dengan rasional, sedangkan manusia yang menggunakan perasaannya akan selalu berfikir emosional. Lebih jelasnya seperti ini, perasaan adalah sesuatu fenomena yang abstrak. Manusia yang selalu menggunakan perasaannya maka apabila dia bahagia, maka ia akan merasa seperti orang yang paling bahagia di Dunia ini, dia akan merasa hidup indah berwarna warni bagaikan bintang di langit, bagaikan sejuk indahnya lautan dan pegunungan. Dia akan merasa dirinya berharga, bermakna, berguna, juga perasaan-perasaan seperti senang, gembira, bahagia, tertawa, sejuk, tenang dan cinta. Sedangkan apabila ia sedih...maka ia akan merasa seperti orang yang paling menderita di Dunia ini..., dia akan merasa hidupnya hampa, curam mencekam, merintih sedih penuh dengan cucuran air mata dan darah. Dia juga akan merasa dirinya kotor, kecil, kusam dan penuh dengan debu-debu kealfaan. Juga perasaan-perasaan seperti kecewa, stres, pusing, malas, bosan, marah dan rasa-rasa lain yang membuat hidupnya gersang, hampa tanpa tujuan.

Kesimpulannya orang yang menggunakan perasaannya...apabila ia senang maka ia akan merasa seneeeng banget!. Dan apabila ia merasa sedih maka ia akan merasa sediiih banget!. sedangkan apabila ia menemukan persoalan dan masalah dalam hidupnya, ia cenderung tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut..., sebab hidupnya terlalu disibukkan dengan perasaan-perasaan yang ia rasakan dari pada berfikir untuk menyelesaikan masalah tersebut!. Biasanya orang yang menggunakan perasaannya sangat lah sensitif, mudah tersinggung, membingungkan karena jiwanya berubah-ubah. Sebentar seneng kaya dapet undian satu milyar, tetapi dalam hitungan detik bisa berubah menjadi sedih seperti baru kehilangan duit satu milyar!.

Dan biasanya masalah-masalah yang dia hadapi dalam hidupnya tidak ada yang selesai satu pun, dan biasanya juga masalahnya hanya selesai karena “Waktu”. Karena itu suka ada ungkapan biarlah waktu yang menjawab. Hal itu bisa muncul akibat manusia tersebut tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan mereka juga tidak dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya..., karena itu mereka tidak akan dewasa-dewasa dalam hidupnya. Sebab orang yang dewasa dalam hidupnya yaitu orang yang dapat mengambil hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya.

Sedangkan orang yang menjadikan akal sebagai pusat kehidupannya, setiap tindakannya sangat rasional. Sebab tindakan apapun yang akan dia lakukan pasti dipikir dahulu dahulu dengan fikiran yang jernih, tenang, dan sesuai dengan realitas yang terjadi dalam kenyataannya. Akibatnya tindakannya tidak sembrono, dan selalu memperhatikan efek dari setiap tindakannya. Sehingga ia selalu menjaga diri dari efek negative, bukan hanya untuk kepentingan pribadinya saja tetapi juga untuk orang-orang yang ada di sekelilingnya, sehingga ia selalu berusaha untuk tidak menyakiti teman-temannya. Biasanya gaya hidupnya simple, gak ribet, mudah memahami orang lain, tidak gampang emosi, dan enak diajak curhat. Orang yang menggunakan yang menggunakan akal juga dapat melihat suatu masalah sesuai dengan kadarnya, sehingga masalah yang ada tidak selalu digeneralisir atau diklaim kepada sesuatu tertentu. Tetapi ia lebih terfokus dengan masalah yang ia hadapi dan bagimana cara dia menyelesaikannya.

Karena itu orang-orang seperti mereka akan cepat dewasa walaupun umurnya masih muda. Hal itu disebabkan ia dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap masalah yang datang. Dan orang yang menggunakan perasaan walaupun umurnya 50 tahun, tetapi ia tidak akan pernah dewasa, karena apapun masalah yang ia hadapi dengan mendramatisir dan emosional. Dan satu kesimpulan lagi, tingkat kedewasaan seseorang itu ditentukan oleh sejauh mana seseorang itu mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap masalah-masalah yang ada dalam hidupnya.

Yang kedua..., dari berfikir dewasa yaitu, rasionalitas. Pengertian rasionalitas sendiri adalah singkronisasi antara akal dan realita. Artinya orang yang dewasa itu, dia akan menerima sesuatu atau mengeluarkan sesuatu. Bukan hanya karena sesuatu itu masuk akal tetapi juga sesuai dengan kenyataan.

Artinya pemikiran dan kenyataan hidup sesuai. bukan malah bertolak belakang antara teori dengan realitas, ucapan dan tindakan selaras. sehingga tidak membingungkan dan dapat diterima sebagai suatu kebenaran, bukan suatu bentuk kesalahan yang menyesatkan.

Sehingga ucapan-ucapannya tidak menipu dan selalu membawa kebaikan bagi orang banyak. Orang pun akan mudah mengerti setiap ucapan dan nasihatnya, karena itu seseorang yang menggunakan rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia juga memperaktekkan dan dalam kehidupannya.

Berfikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang manusia yang sedang mencari solusi dari sebuah masalah. Sehingga orang tersebut akan menemukan lebih banyak lagi pelajaran dan hikmah dari masalah-masalah yang ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti Keladai yang jatuh lebih dari satu kali di dalam lubang yang sama.

Point yang ketiga..., dari berfikir dewasa yaitu selalu menempatkan diri pada solusi permasalahan. bukan selalu mempermasalahkan masalah. Orang yang dewasa dalam hidupnya ketika sebuah masalah menghantam dirinya, dia akan berfikir sekuat tenaga untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bukan malah emosi sehingga yang dilakukan adalah mempermasalahkan masalah. Akibatnya masalah tidak selesai tetapi malah memunculkan masalah baru, dan masalah baru tersebut pun tidak selesai tetapi malah memunculkan masalah baru lagi, dan masalah yang baru itu yang ida hadapi pun tidak selesai, tetapi malah memunculkan masalah yang lebih baru lagi, dan itu terus-menerus berlangsung hingga masalah menjadi besar dan kompleks. Ketika masalah tersebut besar dan membingungkan, dan dirinya pun telah lelah karena masalahnya enggak selesai-selesai. Barulah dia berfikir untuk mencari solusi dari masalah tersebut, tetapi itu sudah terlambat dan tidak banyak berpengaruh karena dia bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikan masalah-masalah yang banyak dan kompleks tersebut.

Itulah kondisi yang terjadi kalau kita selalu mempermasalahkan masalah, masalah yang kecil awalnya dan dapat diselesaikan dengan mudah menjadi masalah yang kompleks dan besar. Ketika masalah kecil tersebut dipermasalahkan (diperbesar) maka untuk menyelesaikannya pun sangat sulit dan memusingkan, malah kadang-kadang hanya waktu yang bisa menjadi solusi. Contoh kecil yang dapat menggambarkan orang yang mempermasalahkan masalah, misalnya dalam sebuah rapat kantor atau organisasi. Kebetulan rapat itu berlangsung malam hari, ketika rapat sedang berlangsung tiba-tiba lampu di ruang rapat mati. Ada perbedaan tindakan antara orang yang selalu mempermasalahkan masalah dengan orang yang selalu mencari solusi permasalahan, tindakan yang akan dilakukan orang yang selalu mempermasalahkan masalah adalah, ia akan menggebrak meja sambil berkata.

“Gimana sih panitia masa rapat sepenting ini lampunya mati apakah panitia tidak punya persiapan yang matang untuk menghindari hal-hal sepele seperti ini. Dasar panitia gak becus enggak profesional tidak berpengalaman, goblok. Gara-gara kalian pembicaraan penting malam ini bisa tertunda dan tidak bisa selesai malam ini, sedangkan kita tidak punya waktu lagi. Kalau rencana kita gagal kalian lah yang harus bertanggung jawab!.”

Sedang akan orang yang selalu menempatkan dirinya pada solusi permasalahan akan melakukan tindak yang berbeda. Tindakan yang akan dilakukan yaitu, ia akan menanyakan kepada panitia apa yang hal yang menjadi penyebab lampunya mati ?. kalau lampunya putus maka ia akan menganjurkan pada panitia untuk membeli lampu baru, kalau penyebabnya dari aliran listrik maka ia akan menganjurkan untuk memperbaiki sikringnya atau menyalakan generator sehingga lampunya dapat cepat menyala kembali. Atau ia akan berinisiatif menggunakan lilin, lampu minyak atau senter, yang penting di ruangan tersebut dapat dipergunakan cahaya untuk membaca berkas-berkas yang akan dibacakan sehingga dalam waktu singkat masalah dapat diselesaikan tanpa harus memunculkan masalah baru yang lebih kompleks dan rumit seperti yang dilakukan orang yang mempermasalahkan masalah. Gua kira loe berdua bisa membedakan tipe-tipe orang yang selalu mempermasalahkan masalah dan orang yang selalu mencari solusi permasalahan.

Orang yang selalu mempermasalahkan masalah biasanya sangat senang mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Mencari kesalahan orang lain itu sangat lah mudah yang sulit itu mencari kesalahan diri sendiri, kalau kita menemukan seseorang melakukan kesalahan jangan paksa orang tersebut mengakui kesalahannya dan merasa bersalah atas kesalahannya. Karena itu hanya membuat hatinya sakit dan tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana kita dapat membuat dia berfikir atas kesalahannya dan merenungi bahwa tindakanya adalah suatu kesalahan. Sehingga ketika ia memahami kesalahannya, maka ia akan memperbaiki sendiri kesalahannya tanpa harus kita yang merubah. Itukan lebih baik dari pada kita harus menyakiti hatinya dengan membuat dia merasa bersalah atas kesalahannya.

Point terakhir dari berfikir dewasa yaitu, menghargai orang lain. Kita ini kan berada pada Dunia yang heterogen, berbeda-beda, dan berbagai macam corak. Bukan pada dunia homogen yang semuanya sama, karena menghargai pluralisme (Keragaman) sangat penting dan harus. Karena orang yang dewasa dalam hidupnya adalah orang yang bisa menghargai orang lain dengan keragamannya, baik dalam konteks, sudut pandang, dan kondisi apapun, artinya tidak ada alasan apapun bagi kita untuk menghina orang lain lain dengan keragamannya. Kalau kita masih merendahkan orang lain baik status, pola pikir, corak Budaya, tingkat strata sosial, dan tingkat Intelaktual seseorang berarti kita masih belum dewasa dalam hidup. Sebab perbedaan dalam kehidupan itu merupakan sesuatu yang harus kita hargai dan kita hormati, bukan berarti perbedaan itu malah membuat kita saling membenci, menghina, dan menghancurkan satu sama lain. “Hidup Loe! Hidup Loe...?!, Hidup Gua! Hidup Gua...?!, Kenapa harus dipermasalahkan. artinya kita masih belum dewasa.., kalau kita masih sering menghina orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita.

Pada dasarnya setiap manusia yang ada di Dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang sama, karena itu tidak ada istilah keturunan, strata sosial, atau apa sajalah yang dapat membedakan hak dan kewajiban seseorang yang membedakan hak dan kewajiban seseorang di muka Bumi ini. Alangkah lebih baik lagi kalau kita saling melengkapi, saling menolong, dan saling menyempurn-kan satu sama lain. Bukankah Dunia ini akan lebih indah apabila kita selalu berbuat baik pada orang lain siapa pun dia...!, apapun perbedaannya!. Bahkan pada Binatang dan Alam pun kita harus berbuat baik, kenapa pada sesama Manusia kita tidak bisa?!.

Itu mungkin point terakhir dari berfikir dewasa, dan pemikiran ini gua coba jelaskan sesederhana mungkin. Kalau kurang puas silahkan kembangin sendiri siapa tau loe berdua dapat pencerahan baru lagi yang lebih komprehensip dan holistic. Tetapi konsep berfikir dewasa ini masih satu sisi dalam sebuah filsafat kehidupa masih ada sisi lain yang lebih menarik yaitu kedewasaan berfikir yang fokusnya pada otak atau pola pikir manusia. Mau tau?!

Tentang kedewasaan berfikir atau bahasa kerennya kedewasaan berfilsafat. Seperti yang tadi pernah gua jelasin kedewasaan befikir ini terfokus pada pembentukan pola pikir yang dewasa, dan kedewasaan berfikir ini terdiri dari beberapa point penting.

Point yang pertama adalah subjektivitas. Subjektivitas adalah suatu bentuk kesalahan dalam kendewasaan berfikir. Pengertian subjektivitas sendiri adalah menyimpulkan suatu kebenaran nyata hanya dari satu sisi saja. Kesalahan subjektivitas bukan pada subtansi masalahnya tapi pada sudut pandang melihat masalah tersebut, sehingga informasi yang di dapatkan dan dikeluarkan hanya terbatas pada satu sisi tertentu. Kesalahan yang sering terjadi akibat subjektivitas adalah, ketika informasi yang terbatas itu diyakini sebagai sebuah kebenaran, dan apabila ada kebenaran yang lain dari sudut pandang yang berbeda sering ditentang bahkan disalahkan oleh orang yang menggunakan informasi yang subjektive tersebut. Sehingga terjadilah benturan-benturan atau konflik-konflik antara dua belah pihak yang sama-sama meyakini bahwa informasi merekalah yang paling benar.

Padahal konflik-konflik tersebut tidaklah, perlu terjadi kalau mereka melihat sesuatu tersebut secara objektive. Karena yang sebenarnya terjadi adalah dua-duanya sama benar hanya sudut pandangnya berbeda. Karena itu dua sudut pandang inilah yang harus kita pahami dan kita jelaskan sesuatu tersebut secara objektive. Ada contoh kecil yang sering digunakan untuk memahami objektivitas, yaitu ketika kita melihat angka 6 dari sudut pandang yang berbeda.

Coba menggambar angka 6 di atas tanah, dan posisi angka ini berhadap-hadapan antara A dan B.

Kalau A lihat...angka ini dari sudut kanan., maka A akan menjawab ini angka enam. Tetapi berbeda angka ini kalau dilihat dari sudut B, angka yang muncul adalah 9.

Sekarang Penulis bertanya antara A dan B penjelasannya mana yang benar??? Jawabannya, dua-duanya bener dan tidak ada yang salah.

Coba perhatikan baik-baik kalau kita melihat di luar sana, banyak orang yang menyibukkan dirinya hanya untuk mempermasalahkan hal yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Menurut A angka ini adalah 6 dan itu suatu kebenaran yang nyata di mata A. Dan menurut B angka ini adalah 9 dan itu merupakan suatu kebenaran yang nyata di mata B. Walaupun A mengeluarkan berbagai alasan untuk menyalahkan B angka yang B lihat tetaplah 9, tidak mungkin menjadi 6 begitu pun sebaliknya. Tetapi kebenaran mereka adalah kebenaran subjektive yang hanya dilihat dari satu sisi saja. Sedangkan kebenaran objektive seperti apa?, kebenaran objektive adalah kebenaran yang dilihat dari samping (antara A dan B) atau dari dua sisi tersebut?!

Oh...kalau dari kanan ini angka enam dan kalau di lihat dari kiri ini menjadi angka sembilan, itulah sebenarnya kebenaran objektive yang harus menjadi landasan berfikir seorang manusia yang memiliki kedewasaan berfikir.

Filsafat yang objektive sangatlah berguna bagi proses pendewasaan berfilsafat. Baik dalam memahami sesuatu yang mikro ataupun memahami sesuatu yang makro. Karena kehidupan ini harus di pahami dari banyak sisi, tidak bisa kita menyimpulkan suatu kebenaran hanya dari satu sisi saja. Tetapi perlu banyak pemahaman hingga kita dapat mengetahui peta permasalahan yang terjadi dari hal yang sifatnya pribadi hingga hal-hal yang sifatnya umum dan universal.

Point yang kedua dari ketidakdewasaan berfikir yaitu generalisasi atau pengumuman sesuatu. Generalisasi adalah suatu bentuk ketidakdewasaan manusia dalam berfikir. Generalisasi juga suatu ciri khas kalau seseorang membawa kepentingan tertentu agar ucapannya dapat diterima orang lain, sehingga seseorang kadang sengaja menggeneralisir sesuatu untuk menemukan sebuah pembenaran terhadap suatu hal. Pembenaran ini dilakukan dengan cara mengungkapkan suatu hal yang kecil (kasus) dan kemudian diumumkan dan dijadikan suatu dasar yang universal. Dan hal ini dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan dalam beranalogi, membandingkan satu hal dengan hal yang lain dan kemudian dua hal itu disamakan untuk menemukan suatu pembenaran.

Generalisasi juga menyebabkan seseorang melakukan suatu pemahaman yang parsial dan sangat tidak dewasa. Karena setiap ucapannya sangat berbeda dengan realita yang terjadi, semua yang dia generalisasi tersebut pada kenyataannya dilapangan sangat relative atau bisa dibilang “Belum tentu!”. Contoh simple untuk memahami kesalahan dalam generalisasi misalnya, suatu saat anda bertemu orang miskin, dari informasi yang anda dapatkan dari orang atau hasil wawancara, bahwa seorang yang miskin tersebut sangat pelit, lalu anda menggeneralisir hal tersebut dengan mengatakan bahwa “Semua orang miskin itu pelit!”. Kemudian anda bertemu dengan orang kaya yang baik hati dan murah hati, lalu anda menggeneralisir kenyataan tersebut dengan mengatakan bahwa “Semua orang kaya itu baik hati”.

Inilah kesalahan dalam menggeneralisir atau mengumumkan sesuatu, sebab kenyataan sebenarnya yang terjadi tidaklah seperti itu, yang sebenarnya terjadi adalah “Belum tentu”. tidak semua orang miskin itu pelit, Ada juga orang miskin yang baik hati. Artinya sebagian ada yang pelit dan sebagian lagi ada yang baik hati tergantung orangnya dan itu tidak bisa digeneralisir. Begitu pun kesimpulan bahwa semua orang kaya itu baik hati, tidak semua orang kaya itu baik hati, ada juga orang kaya yang pelit, sebagian ada yang baik hati dan sebagian ada yang pelit. Tergantung orangnya dan itu sekali lagi tidak bisa digeneralisir dengan mengatakan “Semuanya sama”.

Orang yang bicara seperti itu biasanya ada udang dibalik batu atau punya kepentingan dan misi tertentu agar ucapannya diterima. Walaupun kenyataanya sangatlah tidak realistis..., tetapi dia berusaha mencari pembenaran agar ucapannya itu menjadi realistis. Karena itu kita harus hati-hati atas ketidakdewasaan berfikir seperti itu, jangan sampai teori-teori hasil generalisasi itu kita yakini kemudian malah mendarah daging dalam pemikiran kita, padahal itu adalah suatu bentuk kesalahan berfikir yang kenyataannya sangatlah tidak sesuai bahkan cenderung menyesatkan.

Akhirnya kalau itu terjadi yang rugi dan kecewa adalah diri kita sendiri, ketika kita mencoba menerapkan teori itu dalam kehidupan. Ternyata teori itu adalah salah dan tidak berguna, padahal teori itu telah bertahun-tahun kita yakini dan telah menjadi bagian dari hidup kita. Oleh karena itu jangan lah menerima sesuatu kebenaran hasil generalisasi, dan jangan pula menjelaskan suatu kebenaran hanya dengan menggenelarisasi sesuatu. Sebab hal tersebut adalah wujud ketidakd-wasaan kita dalam berfikir, mulailah mengungkapkan sesuatu yang sesuai dan terjadi dilapangan bukan suatu teori atau analogi yang dalam kenyataannya belum tentu terjadi.

Point yang terakhir dari orang yang tidak dewasa dalam berfikir yaitu egosentrisme atau mengukur orang lain berdasarkan diri sendiri. Egosentrisme merupakan kesalahan berfikir, sebab apa yang kita rasakan belum tentu orang lain merasakan, dan apa yang orang lain rasakan belum tentu kita rasakan!. Apa yang menurut kita baik belum tentu menurut orang baik, dan apa yang menurut orang lain baik belum tentu menurut kita baik!. Apa yang menurut kita buruk belum tentu menurut orang lain buruk, dan apa yang orang lain buruk belum tentu buruk menurut kita!. Karena itu jangan pernah menerapkan ukuran kita kepada orang lain, sebab ukuran kita dengan ukuran orang lain belum tentu sama. Karena ukuran setiap manusia di Dunia ini terhadap sesuatu tidaklah selalu sama, karena setiap manusia memiliki fikiran, ide, pengalaman dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu hal.

Karena itu apabila tidak di pahami egosentrisme akan menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik-konflik yang bisa berakibat fatal. Karena itu jangan pernah sekali-kali mengukur baju orang lain dengan ukuran baju sendiri, kita harus lebih banyak memahami orang lain mungkin latar belakang hidupnya tidak seperti latar belakang hidup yang pernah kita jalani. Sehingga mereka menganggap baik perbuatan yang menurut kita sangat salah, contoh yang sering terjadi di dalam masyarakat kita misalnya, gua orang yang berasal dari suku Sunda yang memiliki tipikal lemah lembut ketika gua melihat orang Batak dengan suara yang keras dan lantang. Kemudian gua menganggap setiap orang Batak itu galak-galak. Kemudian ketika gua melihat orang Jawa yang bekerjanya lambat dan lama, trus gua menganggap orang Jawa itu males-males. Sedangkan yang terjadi sebenarnya menurut orang Batak dia tidak marah hanya kebiasaan mereka sehari-hari bicaranya seperti itu, begitu pun menurut orang Jawa mereka bukan males-malesan tetapi orang Jawa itu mempunyai perinsip pelan-pelan tapi pasti. Sehingga walaupun mereka lambat tetapi sangat hati-hati dan penuh konsentrasi (fokus) sehingga hasil kerjanya bagus.

Contoh lain yang lebih simple di dalam memahami kesalahan dalam egosentrisme adalah saat kita sakit, terkadang orang suka salah dalam memahami orang sakit. Sebab orang sakit itu apabila makan makanan yang enak dan lezat tidaklah nikmat, malah makanan yang lezat itu akan terasa pahit. Ketika kita memberi makanan yang nikmat dan lezat kepada orang sakit, secara tidak sadar kita telah memaksakan ukuran kita sebagai orang yang sehat kepada ukuran orang yang sakit. Harusnya kalau kita akan memberikan makanan yang enak dan lezat, jangan memberikannya pada saat ia sakit tetapi pada saat orang tersebut sehat. Kalau kita memberi makanan yang enak menurut kita orang yang sehat, tetapi menurut orang yang sakit makanan itu akan terasa pahit. Makanya hal itu percuma, hanya menambah orang yang sakit, sakit hati akibat pemberian kita (sebaba tidak bisa di nikmati).

Pemberian terbaik saat orang sakit adalah obat, jamu, buah-buahan, atau apa saja yang dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya. Walaupun menurut kita itu pahit dan tidak enak..., tetapi itu sangat baik untuk kesembuhan dan kesehatan orang yang sakit.

Intinya jangan sekali-kali mengukur orang lain dengan ukuran dari sendiri karena itu tanda bahwa diri kita belum lah dewasa, tetapi ukurlah orang lain dengan ukuran orang lain, dan juga ukurlah diri sendiri dengan ukuran diri sendiri. Dan jangan mengukur diri sendiri dengan ukuran orang lain, karena itu belum tentu baik untuk diri kita. Kalau kita bisa mengukur orang lain dengan ukuran orang lain, atau mengukur suatu masyarakat dengan ukuran masyarakat tersebut, atau mengukur suatu Budaya dengan ukuran Budaya tersebut, atau mengukur suatu Bangsa dengan Ukuran bangsa tersebut. Maka kita dapat lebih banyak memahami orang lain, masyarakat lain, Budaya lain, Bangsa lain, bahkan kita dapat memahami Dunia dan Kehidupan. Dan sebenarnya disitulah titik akhir kedewasaan seorang manusia yaitu, ia dapat memahami hidup dan kehidupannya di Dunia. Karena itu apapun yang terjadi dalam kehidupannya ia tidak akan pusing dan bingung. Sebab ia telah menemukan lembar jawaban dari kehidupan yang ia jalani.

Itu mungkin sedikit pemikiran dari Penulis, tentang Filsafat dan Kehidupan. Masih banyak hal, yang belum penulis temukan juga masih banyak kehidupan yang belum Penulis pahami. Karena itu mari kita sama-sama memahami dan mencari apa sih arti kedewasaan berfikir yang sebenernya???

Tidak ada komentar: