Rabu, 26 Agustus 2009

Mendamaikan Diri di Bulan Ramadan???

Mendamaikan Diri Di Bulan Ramadhan

Oleh : Muhammad Gatot Aryo

Ramadhan adalah bulan suci yang di sucikan Allah. Miliyaran umat muslim di Dunia, di bulan ini melakukan puasa dan berbagai macam aktivitas ibadah. Ini adalah Bulan kontemplasi, bulan yang paling tepat untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Ramadhan adalah bulan suci, saking sucinya di bulan ini Allah melarang,dan mengharamkan hambanya berperang, dan menganjurkan hamba-hambanya untuk senantiasa menciptakan perdamaian di muka Bumi.

Tetapi Ramadhan adalah musuh bagi hawa nafsu, karena Ramadhan adalah ladang pembantaian bagi hawa nafsu. Sebuah sifat dalam diri manusia yang selalu membawa dirinya pada prilaku jahat yang merusak. Ramadhan adalah bulan penjara bagi hawa nafsu, karena puasa di bulan ramadhan mengharuskan manusia menahan dirinya dari nafsu-nafsu duniawi. Seperti nafsu makan, minum, seks, marah, berbohong, dan prilaku buruk lainnya. Nafsu merupakan gairah dalam diri manusia yang harus manage dan di kelola secara baik, karena kalau tidak akan merusak manusia yang terbudakinya.

Di bulan ini, Allah memerintahkan hambanya untuk berpuasa. Hakikat berpuasa di bulan ramadhan sesungguhnya bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh di waktu siang. Karena hakikat puasa yang sejati adalah menahan seluruh anggota tubuh dari panca indra manusia, mulai penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap hingga peraba, dari hal-hal yang di larang dan di haramkan Allah SWT. Juga menjauhi diri dari segala sifat tercela baik di waktu siang maupun malam.

Nafsu juga merupakan tempat bersemayamnya segala keinginan, impian dan cita-cita. Impian dan keinginan manusia, pada dasarnya sah-sah saja ada dalam diri seseorang selama ia berada pada batas-batas yang di ridhai Allah. Tetapi ketika hawa nafsu itu di tempatkan di atas apapun (termasuk Allah), maka celakalah bagi manusia tersebut. Apalagi sampai merugikan orang lain, dan membuat kerusakan di Muka Bumi. Dan yang lebih berbahaya lagi, kalau sampai manusia tersebut masuk pada wilayah men-Tuhankan Hawa Nafsunya sendiri!.

Keinginan dari dalam hati yang melebihi kadar batas kewajaran, akan membuat seseorang terobsesi, bahkan tergila-gila pada keinginan tersebut. Ini berbahaya, karena akan merusak keimanan seorang hamba kepada Tuhannya (Allah). Misalnya, seorang memiliki obsesi untuk menjadi kaya, terkenal, menikah, jabatan, hingga kekuasaan. Tetapi ia menjadikan semua keinginan tersebut sebagai tujuan, hingga menghalalkan berbagi macam cara, dan melanggar batas-batas kehendak Allah, yang implikasinya seorang hamba tersebut berbuat kerusakan, atau hal-hal negatif lain yang akan merugikan dirinya sendiri.

Harta, tahta, dan cinta adaah alat untuk mencari keridhaan Allah, tetapi bukan untuk di jadikan tujuan hidup yang di Tuhankan. Kalau hal-hal tadi dijadikan tujuan, maka manusia tersebut akan terjebak pada pendewaan “Nafsu Duniawi”. Di bulan suci ini, Allah mengajarkan manusia melalui agama sucinya, untuk mengendalikan hawa nafsu dengan berpuasa.

Kalau seorang manusia menjadikan dunia sebagai alat untuk mencapai akhirat. Maka harta yang ia dapat, akan digunakan untuk berzakat, shodaqoh, membantu fakir miskin dan yatim piatu. Jabatan yang di duduki, akan ia gunakan untuk mensejahterakan rakyatnya, berbuat adil, mencegah kemaksiatan, dan menggiring umat untuk beramal soleh. Begitu juga cinta kita kepada istri dan anak-anak, akan dijadikan sarana untuk beribadah dengan membentuk keluarga, sakinah, mawadah wa rahmah.

Tetapi kalau manusia menjadikan akhirat sebagai alat untuk mencapai dunia. Maka agama baginya hanya menjadi topeng untuk kepentingan nafsu pribadi. Ayat-ayat Allah hanya di jadikan ajang untuk mencari nafkah duniawi. Hukum agama malah bisa di jual belikan untuk kepentingan pemilik modal yang kuat (Investor). Aktivitas untuk akhirat dapat di komersilkan untuk kepentingan nafsu duniawi, tanpa memperdulikan batas-batas yang di ridhai Allah. Keimanan seseorang pun bisa di pasang banroll harga, dan di pajang di etalase toko-toko pemurtadan.

Karena itu, Ramadhan harus di jadikan sarana untuk berintropeksi diri, dan memurnikan keimanan dan kecintaan hambanya kepada Allah. Momentum untuk memancarkan kecintaan seorang hamba kepada Khaliknya, hamba yang sangat haus akan makrifat dan keridhoan-Nya.

Ramadhan akan membuat seorang hamba memperbanyak bangun malam, dari pada sekedar begadang. Memperbanyak tadarus Al-Quran, muhasabah dan melakukan tobat yang sungguh-sungguh. Ia akan menyadari begitu banyak dosa dan kekhilafan yang dilakukan selam hidupnya. Begitu banyak kewajiban pada Allah yang ia tinggalkan, begitu banyak amanat Allah yang dikhianati. Dan tidak ada kata lain, selain bertobat, dan sungguh-sungguh berjanji untuk tidak mengulanginya pada waktu-waktu mendatang.

Dalam tobatnya tersebut maka akan munculkan nilai-nilai kesucian dalam dirinya, menebarkan maaf, dan akan memancarkan energi positif dan kedamaian di lingkungannya. Menyejukkan hati, menghapus segala amarah dan dendam. Dan efectnya akan meningkatkan spritualisme ketuhanan dalam diri seorang hamba.

Dengan banyak beribadah, dan beritikaf di Bulan Ramdhan ini, maka jiwa-jiwa hamba Allah akan damai selama Ramadhan. Karena pikiran dan hatinya akan tercurahkan untuk selalu mengingat Allah, bercumbu rayu dalam kontemplasi yang terbalut oleh keikhlasan dan kepasrahan total. Melepaskan kesedihan dan kebahagiaan pada kehendak Allah, dan mencurahkan rasa cintanya hanya pada Sang Khalik (Allah SWT) saja. Semoga Ramadhan tahun ini akan membawa hamba-hamba Allah, terlahir kembali menjadi suci! AMIN

Tidak ada komentar: