Selasa, 15 Juli 2008

BBM, Antara Citra Politik dan kesejahteraan rakyat?!

Oleh : Gatot Aryo


Awal bulan Juni 2008, rencananya Pemerintah akan menaikkan harga BBM
28,7% dari harga jual saat ini Rp.4500,- perliter. Kalau hal tersebut
terjadi maka harga BBM tersebut di perkirakan mencapai harga Rp.6000,-
perliter. Secara umum kenaikan harga BBM ini akan berdampak pada
naiknya ongkos transportasi dan industri Nasional.

Tapi efek domino dari dua unsur tadi, berakibat pada distribusi bahan
pangan yang membuat naiknya harga pangan di pasaran, juga naiknya
ongkos trasportasi publik dari Ojek, Angkot, Busway, Kereta Api, Kapa
Laut hingga Pesawat. Efek lainnya kenaikan akan terjadi pada semua
produk hasil industri yang alat-alat produksi, dan proses
distribusinya membutuhkan BBM.

Dampak lain yang paling krusial dan subtansial yang terasa pada
masyarakat adalah meningkatnya indeks standar kebutuhan hidup. Disaat
rakyat di beratkan oleh masalah kelangkaan minyak tanah, dengan
penghasilan yang pas-pasan, kenaikan BBM ini sudah pasti makin
memberatkan walaupun Pemerintah berjanji memberikan kompensasi BTL
(Bantuan Tunai Langsung).

Disisi lain ada alasan yang kuat juga, kenapa Pemerintah harus
menaikkan BBM. Tingginya harga minyak Dunia ke level 125 dolar
perbarel, membuat beban APBN yang selama ini mensubsidi Pemerintah
meningkat. Kalau subsidi BBM tidak dicabut, maka APBN tahu 2008
beresiko kebobolan. Apabila hal ini terjadi, maka dampaknya juga pada
ketidakstabilan ekonomi Indonesia secara makro.

Tetapi secara politik, persoalan BBM ini bukan lagi soal kesejahteraan
rakyat. Soal BBM di lingkungan politik, bergerak kearah perang
pencitraan para figur Capres dan Parpol pemilu 2009. Mereka mulai
getol-getolnya melakukan kampanye Capres dan Parpol mereka yang
waktunya tinggal satu tahun lagi. Hasilnya, isu kenaikan BBM ini bisa
saja dipelintir dan digiring kearah pengrusakan citra calon presiden
tertentu (incumbent), pelakunya sudah pasti lawan-lawan politik mereka
yang siap merebut estafet kepemimpinan Bangsa pemilu 2009.

APBN Bobol Atau Pergolakan Sosial

Kenaiakan BBM tidak hanya berdampak apda persoalan ekonomi semata,
tapi dampak sosial dari kenaikan ini justru menjadi multiplier effect
yang memicu persoalan yang lebih besar. Dimulai gejolak sosial yang
timbul dari demo-demo menolak kenaikan BBM, munculnya Orang Miskin
Baru (OKB) dari pojok-pojok Pedesaan hingga kantong-kantong kumuh
Metropolitan. Kemiskinan yang terstuktur dari kampung hingga kota,
dapat memicu kriminalisasi rakyat hingga tindakan yang paling tidak
di inginkan, yaitu kerusuhan sosial.

Pergolakan sosial yang diperkirakan muncul ini, kalau tidak segara
diselesaikan maka dampaknya akan seperti bola salju, yang berputar
terus menerus pada instabilitas sosial. Dan persoalan ini bisa
menjadi lebih rumit, dibandingkan sekedar masalah defisit APBN yang
muncul akibat kebijakan Pemerintah yang konsisten tidak menaikan BBM.

Sebenarnya pilihan Pemerintah hanyalah dua. Pertama, Defisit APBN yang
dampaknya pda ketidakstabilan ekonomi makro. Atau yang kedua,
pergolakan sosial yang letupan-letupannya dapat memicu kerusuhan
sosial di berbagai daerah di Indonesia. Jadi pilihan pemerintah saat
ini, bukan BBM naik atau tidak. Tetapi instabilitas ekonomi atau
instabilitas sosial?!.

Mana yang lebih penting?. Kalau pilihannya adalah stabilitas sosial,
maka menaikkan BBM adalah pilihan yang salah. Tetapi apabila
stabilitas ekonomi yang dipilih, apakah Pemerintah sanggup menanggung
dampak sosial dari luapan amarah rakyat yang berteriak, karena tak
sanggup lagi menaggung beban kebutuhan hisup sehari-hari?!.

Kalau masih ada pilihan-pilihan lain selain kenaikan BBM, kenapa
Pemerintah tidak berusaha dahulu seperti efisiensi anggaran, penundaan
pembayaran utang, meningkatkan produksi minyak, hingga menganbil
kembali uang negara yang di curi buronan BLBI.

Saat ini sebenarnya jutaan Ibu-ibu masih dipaksa mengantri minyak
tanah, akibat kelangkaan dan program konversi. Tapi Pemerintah seperti
tak tau diri, kembali menaikkan BBM yang akibatnya sudah pasti
menyengsarakan rakyat.

Kalau setiap Pemerintah dihadapi masalah keuangan, lalu dengan mudah
membebankan masalah itu kepada rakyat. Sampai kapan rakyat selalu
dijadikan korban atas ketidakadilan Pemerintah dalam mengelola
anggaran keuangan Negara.

Seberat apapun beban APBN, hendaknya rakyat jangan selalu di
tumbalkan. Menarik subsidi bukan solusi anggaran yang pada akhirnya
selalu mengorbankan rakyat. Kenapa Pemerintah lebih suka menganbil
anggaran dari jatah subsidi rakyat, di bandingkan berusaha sekuat
tenaga melakukan efisiensi anggaran, dan melakukan negosiasi penundaan
pembayaran utang plus bunganya?!.

Spekulan Politik Pemilu 2009

Ibarat pepatah, selalu saja ada orang yang memancing di air keruh.
Begitu juga fenomena kenaikan BBM, selain munculnya spekulan-spekulan
BBM dan minyak tanah. Spekulan politik pemilu 2009 sembilan pun
bermunculan mengambil peluang ini.
Tetapi mereka tidak menimbun atau menyelundupkan BBM, yang para
spekulan politik ini lakukan adalah mengambil keuntungan dari situasi
ini untuk merusak citra lawan politiknya. Tujuannya jelas, kalau
polularitas lawan politiknya turun, maka peluang Capres yang akan di
usung Parpolnya 2009 nanti akan lebih besar untuk dapat dukungan
rakyat pada pemilu.

Tapi hal ini menjadi strategi kampanye negatif dan kotor, sebab unsur
sportifitas dan niat tulus membangun kesejahteraan Bangsa, tergerus
oleh nafsu politik memperoleh kekuasaan dengan cara-cara yang kotor.

Sadarkah kita, kalau Negeri ini sangat membutuhkan penanganan serius
dari penyakit kronis korupsi yang korbannya tidak lain adalah rakyat.
Apakah bisa di sebut manusiawi kalau saat-saat seperti ini kita masih
berkutat untuk mengejar kekuasaan dengan cara yang kotor dan merusak.
Disaat sebagian besar rakyat Indonesia mengalami masalah
kesejahteraan, alangkah baiknya sudahi dulu hal-hal yang berbau
kepentingan pribadi dan elitis.

Semua elemen bangsa kita harusnya bersama-sama pusatkan perhatian pada
kesejahteraan rakyat yang selama ini selalu di kebiri APBN. Sebab yang
paling rakyat butuhkan saat ini adalah kesejahteraan, pendididkan
gratis, kesehatan gratis, dan keadilan sosial.

Demokrasi yang ditanamkan di Negeri ini, jangan hanya sekedar
menjadikan rakyat sebagai majikan dalam persoalan politik (pemilu),
tetapi sebaiknya malah membuat rakyat jadi budak secara ekonomi.

Demokrasi seyogyanya mampu menjadikan rakyatnya sebagai majikan, baik
secara politik maupun ekonomi. Rakyat tidak hanya memiliki hak memilih
dalam pemilu, tetapi mereka juga harus punya hak atas pekerjaan,
dengan kompensasi yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Intinya, kebijakan apapun yang diambil Pemerintah dalan pengurangan
subsidi, harus dapat memberikan manfaat yang luas bagi selurut rakyat
Indonesia. Bukan hanya menguntungan segelintir orang di level elite
tertentu, tapi harus merata pada seluruh lapisan.

Kebijakan menaikan BBM merupakan sebuah pilihan dari beberapa pilihan
yang ada. Tetapi pilihan tersebut memberikan gambaran yang jelas bagi
rakyat, sebesar apa sih komitmen Pemerintah dalam mensejahterakan
rakyatnya. Dan komitmen tersebut, bisa menjadi penilaian tersendiri
bagi rakyat. Apakah tokoh-tokoh yang berada dalam Pemerintahan saat
ini layak dipilih kembali pada pemilu 2009?!.

Tidak ada komentar: